Di Balik Lagu ‘God Save the Queen’ oleh Sex Pistols yang Memicu Gelombang Amarah di Inggris
Sex Pistols tampil di San Francisco, California, AS, 1978 (dari kiri: Sid Vicious, Johnny Rotten, Steve Jones).
Dirgantaraonline - Pada tahun 1977, saat Inggris merayakan 25 tahun naik takhtanya Ratu Elizabeth II, sebuah lagu muncul dan mengguncang negara itu, bahkan melampaui batasan musik menjadi sebuah simbol perlawanan. Lagu itu adalah "God Save the Queen" yang dipopulerkan oleh band punk rock ikonik, Sex Pistols. Bukan sekadar lagu, "God Save the Queen" adalah sebuah serangan frontal terhadap institusi monarki dan status quo yang membuat banyak orang merasa terguncang dan marah. Apa yang membuat lagu ini begitu kontroversial? Mengapa lagu ini menjadi simbol perlawanan dan bagaimana lagu ini berhasil membangkitkan kemarahan masyarakat Inggris? Mari kita telusuri lebih dalam.
Latar Belakang Kemunculan Sex Pistols dan Gerakan Punk
Sex Pistols, dibentuk pada tahun 1975, merupakan pionir dari gerakan punk di Inggris yang muncul sebagai respons terhadap ketidakpuasan sosial dan ekonomi. Dengan kondisi ekonomi Inggris yang sedang lesu, pengangguran yang tinggi, serta ketidakadilan sosial yang merajalela, generasi muda merasa terpinggirkan dan marah. Punk rock menjadi medium bagi mereka untuk mengekspresikan kemarahan tersebut.
Band ini terdiri dari Johnny Rotten (vokal), Steve Jones (gitar), Paul Cook (drum), dan Sid Vicious (bass). Gaya bermusik mereka yang garang, penuh energi, dan lirik yang provokatif langsung menyita perhatian, namun juga membuat banyak pihak merasa tidak nyaman. Di sinilah latar belakang dari lagu "God Save the Queen" mulai terbentuk.
Lirik yang Memprovokasi dan Pesan yang Tersembunyi
"God Save the Queen" tidak hanya sekadar lagu, tetapi juga pernyataan politik. Liriknya yang menyebut "God save the Queen / She ain't no human being / There is no future / In England's dreaming" merupakan pukulan langsung terhadap institusi monarki. Dalam lagu ini, Sex Pistols dengan tegas menyatakan ketidakpercayaan mereka terhadap monarki, yang dianggap sebagai simbol ketidakadilan dan penindasan.
Pesan yang disampaikan bukan hanya tentang anti-monarki, tetapi lebih dalam lagi, merupakan ungkapan rasa frustasi terhadap sistem yang gagal memberikan masa depan yang layak bagi rakyat, terutama bagi kaum muda. Frasa "No future" yang terus diulang dalam lagu tersebut menjadi mantra yang menyuarakan nihilisme dan rasa putus asa yang dirasakan oleh banyak orang pada masa itu.
Reaksi Publik dan Kontroversi yang Tak Terelakkan
Tidak mengherankan jika "God Save the Queen" langsung memicu kontroversi. Lagu ini dirilis bertepatan dengan perayaan Jubilee Perak Ratu Elizabeth II, membuat banyak pihak menganggapnya sebagai penghinaan langsung terhadap Ratu dan monarki. Pemerintah dan media arus utama menanggapi dengan kemarahan yang besar. BBC dan Independent Broadcasting Authority menolak untuk memutar lagu tersebut, meskipun begitu, popularitas lagu ini tetap melonjak, bahkan menduduki puncak tangga lagu meski dikabarkan ada upaya untuk menghalanginya.
Masyarakat Inggris sendiri terbelah. Di satu sisi, ada yang menganggap Sex Pistols sebagai pahlawan yang berani menantang sistem. Di sisi lain, banyak yang menganggap tindakan mereka tidak sopan dan subversif. Pertunjukan langsung mereka sering kali berakhir dengan kekacauan, dan band ini menjadi musuh publik nomor satu bagi sebagian besar kalangan konservatif.
Pengaruh Jangka Panjang dan Warisan Budaya
"God Save the Queen" tidak hanya menandai momen penting dalam sejarah musik, tetapi juga dalam budaya pop dan politik Inggris. Lagu ini melambangkan semangat perlawanan dan pemberontakan terhadap otoritas yang kemudian menjadi ciri khas gerakan punk. Lagu ini memaksa orang untuk mempertanyakan otoritas, kekuasaan, dan kondisi sosial di sekitar mereka.
Secara budaya, lagu ini membuka jalan bagi ekspresi yang lebih bebas dan lebih berani di dunia musik. Sex Pistols, dengan segala kontroversinya, menjadi simbol perlawanan kaum muda, yang mewakili perasaan tidak puas terhadap sistem yang ada. Lagu ini juga menginspirasi generasi berikutnya untuk menggunakan musik sebagai sarana menyuarakan ketidakpuasan dan perlawanan.
Lagu Sebagai Simbol Perlawanan
"God Save the Queen" oleh Sex Pistols adalah lebih dari sekadar lagu punk. Ia adalah sebuah pernyataan politik yang kuat, simbol perlawanan, dan refleksi dari ketidakpuasan sosial yang meluas di Inggris pada akhir 1970-an. Melalui lirik yang tajam dan provokatif, Sex Pistols berhasil mengekspresikan perasaan putus asa dan kemarahan yang dirasakan oleh banyak orang pada saat itu, menjadikan lagu ini sebagai salah satu yang paling kontroversial dan berpengaruh dalam sejarah musik Inggris.
Dengan segala kontroversinya, "God Save the Queen" tetap berdiri sebagai pengingat akan kekuatan musik dalam mengguncang status quo dan mendorong perubahan sosial. Lagu ini tidak hanya menggambarkan momen dalam sejarah, tetapi juga menyimbolkan semangat pemberontakan yang terus relevan hingga hari ini.
(Mond)
#Musik #SexPistols #Punk #Hiburan