Jubir MK: Putusan PTUN Ajaib Itu Belum Bisa Dinilai
Juru bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono
D'On, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) tengah berada dalam sorotan publik setelah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan oleh Anwar Usman, mantan Ketua MK. Putusan PTUN yang dinilai mengejutkan ini memicu pertanyaan besar, terutama terkait dengan pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK yang dinyatakan tidak sah.
Pada Rabu (14/8/2024), Juru Bicara MK, Fajar Laksono, menegaskan bahwa MK belum dapat menyimpulkan apapun terkait putusan tersebut. Hingga saat ini, MK baru menerima amar putusan tanpa mengetahui secara rinci dasar hukum (ratio decidendi) yang melatarbelakangi keputusan PTUN tersebut. "Kita belum bisa menilai apakah ini ajaib atau tidak. Karena yang kita terima hingga kemarin sore hanya amar putusannya saja," ujar Fajar saat memberikan keterangan pers di Gedung MK, Jakarta.
Putusan PTUN yang Kontroversial
Dalam amar putusan PTUN dengan nomor 604/G/2023/PTUN.JKT, gugatan yang diajukan oleh Anwar Usman dikabulkan sebagian. Putusan tersebut menyatakan bahwa pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK untuk periode 2023-2028 tidak sah dan harus dibatalkan. Selain itu, PTUN juga memerintahkan agar harkat dan martabat Anwar Usman sebagai Hakim Konstitusi dipulihkan.
Namun, yang menjadi pertanyaan besar adalah mengapa PTUN tidak memerintahkan pengembalian Anwar Usman ke posisi Ketua MK, meskipun nama baiknya dipulihkan. Putusan ini, menurut beberapa pengamat, mengandung elemen yang cukup aneh dan memerlukan penelaahan lebih lanjut. "Jadi kita belum bisa menilai juga secara mendalam kenapa putusan tersebut hanya memulihkan nama baik tanpa mengembalikan posisinya sebagai Ketua MK. Ini memerlukan pembacaan dan analisis terhadap ratio decidendi putusan," tambah Fajar.
Langkah MK Selanjutnya: Banding
Menanggapi putusan tersebut, MK tidak tinggal diam. Setelah menggelar Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH), tujuh hakim konstitusi memutuskan untuk mengajukan banding. Keputusan ini diambil tanpa kehadiran Anwar Usman, yang absen karena alasan tertentu, serta Ridwan Mansyur, hakim konstitusi yang tengah bertugas di luar negeri.
"Iya, tadi hakim sudah melakukan RPH ya. Ada tujuh hakim yang ikut, sementara Pak Hakim Anwar Usman dan Pak Ridwan Mansyur tidak hadir. Kami memutuskan untuk mengajukan banding atas putusan PTUN ini," kata Fajar, menutup keterangannya.
Kasus ini diperkirakan akan terus menarik perhatian publik dan pengamat hukum, mengingat dampaknya yang signifikan terhadap dinamika internal Mahkamah Konstitusi serta kredibilitas lembaga peradilan di Indonesia. Keputusan banding MK akan menjadi langkah penting dalam menyikapi putusan PTUN yang kontroversial ini.
(Mond/okz)
#PTUN #MahkamahKonstitusi