Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan: FSGI Ungkap 101 Anak Jadi Korban Selama 2024
Ilustrasi
D'On, Jakarta - Fenomena kekerasan seksual di lembaga pendidikan Indonesia kembali mencuat ke permukaan, dengan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) melaporkan delapan kasus yang terjadi sepanjang periode Januari hingga Agustus 2024. Dari delapan kasus tersebut, total 101 anak di bawah umur telah menjadi korban, yang menyulut perhatian publik serta memunculkan urgensi tindakan lebih serius terhadap perlindungan anak di lingkungan pendidikan.
Mayoritas Kasus Terjadi di Bawah Naungan Kementerian Agama
Dalam laporan yang dirilis oleh FSGI, Sekretaris Jenderal Heru Purnomo mengungkapkan bahwa 62,5% atau lima dari delapan kasus kekerasan seksual terjadi di lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Kementerian Agama. Sementara itu, tiga kasus lainnya terjadi di lembaga pendidikan berasrama, yang turut menyumbang tingginya jumlah korban.
Jenjang pendidikan yang paling banyak mengalami kasus ini adalah SMP/MTs/pondok pesantren dengan 62,5% kasus, sementara sisanya terjadi di jenjang pendidikan SD/MI. Data ini menunjukkan bahwa anak-anak di jenjang pendidikan menengah pertama menjadi target utama, dengan dampak yang sangat mengkhawatirkan bagi perkembangan psikologis mereka.
Profil Pelaku dan Korban: Gambaran Ironis
Dari segi profil korban, data FSGI menunjukkan mayoritas korban adalah anak laki-laki, mencapai 69%, sementara anak perempuan mencakup 31% dari total korban. Profil pelaku juga memperlihatkan situasi yang memprihatinkan, di mana 72% dari pelaku adalah guru laki-laki, yang seharusnya menjadi figur teladan dan pelindung bagi para siswa, sementara 28% sisanya adalah murid laki-laki.
Kasus kekerasan seksual ini terjadi di delapan kabupaten/kota yang tersebar di enam provinsi, yaitu Kota Yogyakarta dan Kabupaten Gunung Kidul (DIY), Kabupaten Gorontalo (Gorontalo), Kota Palembang (Sumatera Selatan), Kabupaten Bojonegoro dan Gresik (Jawa Timur), Kabupaten Agam (Sumatera Barat), dan Kabupaten Karawang (Jawa Barat). Di Kabupaten Agam, misalnya, terdapat 40 santri yang menjadi korban, dengan pelaku yang terdiri dari dua oknum pendidik, salah satunya adalah pengasuh asrama.
Modus Operandi dan Langkah Hukum
Heru Purnomo menjelaskan modus operandi yang digunakan pelaku dalam kasus di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, di mana pelaku memanfaatkan posisinya sebagai pengasuh asrama untuk memanggil santri ke kamarnya dengan alasan untuk memijat, yang kemudian berlanjut pada tindakan pencabulan.
Menurut FSGI, seluruh kasus kekerasan seksual yang terungkap saat ini sedang dalam proses hukum, dengan 11 pelaku yang telah diidentifikasi. Namun, penegakan hukum yang tegas dan cepat masih menjadi tantangan, terutama ketika pelaku adalah seorang guru atau pendidik yang memiliki kedekatan dan kepercayaan dari para korban.
Rekomendasi FSGI: Hukuman Berat dan Restitusi bagi Korban
FSGI merekomendasikan adanya tindakan hukum yang lebih tegas terhadap para pelaku kekerasan seksual di lembaga pendidikan. Mengingat posisi pelaku yang sering kali adalah seorang pendidik, FSGI menekankan bahwa hukuman bagi pelaku seharusnya diperberat hingga sepertiga dari hukuman maksimal yang ditetapkan oleh undang-undang, sesuai dengan UU Perlindungan Anak.
Selain itu, FSGI juga menekankan pentingnya pemulihan psikologis bagi korban dan memberikan restitusi sebagai bentuk tanggung jawab negara dalam melindungi hak-hak anak. Langkah ini, menurut FSGI, harus dilaksanakan seiring dengan upaya penegakan hukum yang maksimal.
"Kami mendorong Kementerian Agama untuk segera mengambil langkah tegas terhadap lembaga pendidikan yang berada di bawah naungannya dan mengevaluasi kinerja mereka secara menyeluruh," ujar Heru Purnomo dalam pernyataannya.
FSGI juga mengingatkan bahwa perlindungan anak di lembaga pendidikan harus menjadi prioritas utama, dengan memastikan bahwa setiap lembaga pendidikan mematuhi peraturan yang ada dan menegakkan nilai-nilai yang melindungi hak-hak anak.
Masa Depan Perlindungan Anak di Lembaga Pendidikan
Laporan ini sekali lagi menegaskan bahwa kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan bukan hanya sekadar insiden yang terisolasi, melainkan masalah sistemik yang membutuhkan perhatian dan tindakan serius dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat luas.
Perlindungan anak harus lebih diperketat, dengan memastikan bahwa setiap lembaga pendidikan, baik yang berada di bawah naungan Kementerian Agama maupun tidak, dapat menjadi tempat yang aman bagi perkembangan dan pendidikan anak-anak Indonesia.
(B1)
#FSGI #KekerasanSeksual #LembagaPendidikan