Breaking News

Komisi X Kecam Aturan Kontrasepsi untuk Pelajar

Petugas BKKBN memberikan edukasi kesehatan reproduksi dan kontrasepsi kepada pelajar di Indramayu, Jawa Barat, pada Senin (10/10), untuk mencegah pernikahan usia dini dan seks bebas. ANTARA FOTO/Dedhez Anggara

D'On, Jakarta -
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, dengan tegas mengecam peraturan terkait penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa sekolah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024. PP ini merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan), dan telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 26 Juli 2024 lalu.

Dalam Pasal 103 Ayat 1 PP tersebut, disebutkan bahwa upaya kesehatan sistem reproduksi bagi usia sekolah dan remaja minimal harus mencakup pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi. Ayat 4 dari pasal yang sama menambahkan bahwa pelayanan kesehatan reproduksi bagi siswa dan remaja minimal harus mencakup deteksi dini penyakit atau skrining, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi.

Abdul Fikri Faqih, dalam keterangan pers yang dikutip dari laman resmi DPR RI pada Minggu (4/8/2024), menyatakan bahwa aturan ini tidak sejalan dengan amanat pendidikan nasional yang berasaskan budi pekerti luhur dan menjunjung tinggi norma agama. Ia menilai penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa sekolah setara dengan membolehkan budaya seks bebas di kalangan pelajar.

“Alih-alih menyosialisasikan risiko perilaku seks bebas kepada usia remaja, malah menyediakan alatnya. Ini nalarnya ke mana?” ujarnya dengan nada tegas.

Abdul melanjutkan bahwa semangat dan amanat pendidikan nasional adalah untuk menjunjung budi pekerti yang luhur dan dilandasi norma-norma agama. Menurutnya, langkah pemerintah ini berpotensi mengkhianati tujuan besar pendidikan nasional yang sudah dicita-citakan bersama.

Politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga menekankan pentingnya pendampingan atau konseling bagi siswa dan remaja, khususnya dalam edukasi mengenai kesehatan reproduksi. Abdul menegaskan bahwa pendekatan yang seharusnya digunakan adalah melalui norma agama dan nilai pekerti luhur yang dianut oleh budaya ketimuran di Indonesia.

“Tradisi yang telah diajarkan secara turun-temurun oleh para orang tua kita adalah bagaimana mematuhi perintah agama dalam hal menjaga hubungan dengan lawan jenis dan risiko penyakit menular yang menyertainya,” tutup Abdul.

Kontroversi ini memicu perdebatan di kalangan masyarakat, khususnya para pendidik, orang tua, dan organisasi keagamaan. Banyak pihak yang mendukung pandangan Abdul, menganggap bahwa edukasi dan sosialisasi yang berlandaskan norma agama dan nilai-nilai budaya ketimuran lebih efektif dalam mencegah perilaku seks bebas di kalangan remaja.

Namun, ada pula pihak yang berpendapat bahwa penyediaan alat kontrasepsi adalah langkah praktis dalam menangani masalah kesehatan reproduksi di kalangan remaja. Mereka berargumen bahwa langkah ini dapat mengurangi risiko kehamilan tidak diinginkan dan penyebaran penyakit menular seksual.

Meskipun demikian, Abdul Fikri Faqih tetap pada pendiriannya bahwa pendidikan moral dan agama harus menjadi fondasi utama dalam mendidik generasi muda. Ia berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kembali kebijakan ini dan lebih fokus pada pendekatan yang sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.

(Mond)

#AlatKontrasepsi #Pendidikan #Parlemen #DPR