Breaking News

Menggugat Mitos Penjajahan 350 Tahun oleh Belanda: Pandangan Gertrudes Johannes Resink yang Mengubah Sejarah

Ilustrasi Penjajah

Dirgantaraonline -
Selama bertahun-tahun, masyarakat Indonesia dibesarkan dengan narasi bahwa negeri ini dijajah oleh Belanda selama 3,5 abad, atau 350 tahun. Angka yang sangat panjang ini tertanam dalam benak kita sebagai bagian dari identitas sejarah bangsa. Namun, benarkah demikian? Apakah kita benar-benar dijajah selama itu? Seorang ahli hukum Belanda-Indonesia, Gertrudes Johannes Resink, berhasil mengungkap fakta yang mematahkan mitos tersebut melalui karya ilmiahnya yang revolusioner, *Indonesia's History Between the Myths: Essays in Legal History and Historical Theory* yang diterbitkan pada 1968.

Awal Mula Narasi Penjajahan 350 Tahun

Narasi tentang 350 tahun penjajahan Belanda terhadap Indonesia berakar dari perhitungan yang dimulai sejak kedatangan pertama orang Belanda di Nusantara pada 1596 hingga kemerdekaan Indonesia pada 1945. Perhitungan ini, meski diterima secara luas, sebenarnya didasarkan pada asumsi yang perlu ditinjau kembali. 

Pertama, tujuan awal kedatangan orang Belanda ke Indonesia bukanlah untuk menjajah, melainkan untuk berdagang. Pada masa itu, Belanda melalui perusahaan dagang VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) berfokus pada aktivitas perdagangan rempah-rempah yang sangat menguntungkan. Dari perdagangan inilah kemudian muncul kolonialisme, namun bukan berarti sejak awal Belanda menguasai seluruh wilayah Nusantara.

Kedua, pemerintahan kolonial Belanda baru benar-benar terbentuk setelah tahun 1800, ketika VOC dinyatakan bangkrut dan kendali atas wilayah-wilayah di Nusantara secara resmi diambil alih oleh pemerintah Belanda. Ini menunjukkan bahwa selama dua abad sebelumnya, Belanda tidak memiliki kekuasaan politik atau militer yang menyeluruh atas seluruh wilayah Indonesia.

Penelitian Resink yang Mengguncang Sejarah

Pertanyaan-pertanyaan mendasar inilah yang mendorong Resink melakukan penelitian mendalam. Ia membedah berbagai dokumen hukum, surat perjanjian, dan arsip sejarah yang dimiliki oleh kerajaan-kerajaan di Nusantara. Melalui penelitian tersebut, Resink menemukan bahwa banyak wilayah dan kerajaan di Indonesia yang tidak pernah dikuasai Belanda hingga akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.

Sebagai contoh, pada abad ke-17, kerajaan-kerajaan lokal seperti Aceh, Bone, dan Bali masih memiliki otonomi penuh dan dapat menjalin hubungan diplomatik dengan bangsa-bangsa lain tanpa campur tangan Belanda. Bahkan, hingga awal abad ke-20, banyak kerajaan di Nusantara yang masih berdaulat dan baru mulai takluk pada Belanda menjelang atau sesudah tahun 1900. Aceh, misalnya, baru ditaklukkan pada 1903, Bone pada 1905, dan Klungkung di Bali pada 1908. 

Kesimpulan Revolusioner: 350 Tahun Itu Mitos

Berdasarkan penelitian ini, Resink menyimpulkan bahwa tidak ada satupun wilayah di Indonesia yang dijajah selama 350 tahun secara penuh oleh Belanda. Jika kita menarik garis dari pendudukan terakhir di Klungkung pada tahun 1908 hingga kemerdekaan pada 1945, maka sesungguhnya Belanda baru menjajah Indonesia secara efektif selama 37 tahun. Angka ini jauh lebih pendek dari narasi 350 tahun yang selama ini kita percayai.

Mengapa Narasi 350 Tahun Tetap Bertahan?

Meskipun bukti-bukti sejarah menunjukkan sebaliknya, narasi 350 tahun penjajahan tetap dipertahankan, terutama oleh pihak Belanda. Pada tahun 1936, Gubernur Jenderal de Jonge bahkan dengan bangga menyatakan bahwa Belanda telah menjajah Indonesia selama 300 tahun. Pernyataan ini lebih ditujukan untuk menunjukkan superioritas dan kekuatan Belanda di mata dunia, meskipun kenyataannya Belanda baru mulai benar-benar menguasai sebagian besar wilayah Nusantara pada awal abad ke-20.

Penghargaan Terhadap Resink dan Kebenaran Sejarah

Atas kontribusinya yang luar biasa dalam mengungkap kebenaran sejarah Indonesia, Gertrudes Johannes Resink dihormati di Indonesia dan diberikan kewarganegaraan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1950. Sayangnya, meski bukti-bukti telah disajikan, mitos tentang penjajahan 350 tahun masih banyak dipercaya oleh masyarakat Indonesia hingga hari ini.

Resink tidak hanya menunjukkan bahwa sejarah harus dipahami dengan hati-hati dan kritis, tetapi juga mengingatkan kita bahwa narasi sejarah dapat dibentuk oleh kekuatan politik dan kepentingan tertentu. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk terus menggali, memeriksa ulang, dan meluruskan kembali sejarah agar generasi mendatang tidak terjebak dalam mitos yang keliru.

(Mond)

#Sejarah #Kolonialisme #Penjajahan