Breaking News

Menjaga Lisan dalam Islam: Cermin Keislaman Seseorang

Ilustrasi 

Dirgantaraonline -
Keberislaman seseorang bisa dinilai dari ucapannya. Rasulullah SAW pernah ditanya: “Keislaman bagaimana yang utama?” Beliau menjawab: “Siapa yang perkataan dan perbuatannya menjadikan orang Islam selamat (tidak terganggu)” (HR. Bukhari dan Muslim).

Pentingnya Menjaga Lisan

Menjaga lisan adalah hal yang sangat penting dalam Islam. Rasulullah SAW bersabda: “Setiap kali manusia memasuki pagi hari, seluruh anggota tubuh merendahkan lisan dan berkata kepadanya: ‘Takutlah kepada Allah dalam bersama kami, karena kami tergantung kepadamu. Jika kamu baik, kami ikut baik, dan jika kamu menyimpang, kami jadi menyimpang juga’” (HR. At-Tirmidzi).

Dalam hadits lain, Rasulullah menegaskan bahwa kesempurnaan iman dan Islam seseorang adalah menjaga lisan dari perkataan keji dan mungkar. Beliau bersabda: “Di antara sifat orang mukmin adalah ia menjaga lisannya dari membahas aib seseorang dan perkataan kotor” (HR. At-Tirmidzi). Rasulullah juga bersabda: “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya ia berkata baik atau berdiam” (HR. Bukhari dan Muslim).

Efek Perkataan Buruk

Perkataan buruk memiliki efek negatif dalam Islam. Perkataan yang mencela dan mencaci tidak hanya dibenci oleh manusia secara fitrah, tetapi juga disalahkan oleh Malaikat. Menjaga lisan dari ucapan buruk sangat dianjurkan karena setiap manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap perkataannya. Allah SWT berfirman: “Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir” (QS. Qaaf: 18).

Kisah Abu Bakar dan Pelajaran Menjaga Lisan

Suatu hari, Rasulullah SAW sedang berkumpul bersama para sahabat. Tiba-tiba datang seseorang mencaci Abu Bakar. Abu Bakar diam dan tidak merespons. Ketika ia mencaci untuk ketiga kalinya, Abu Bakar meresponsnya. Rasulullah segera meninggalkan majelis. Abu Bakar mengikuti Rasulullah dan bertanya: “Apakah engkau marah kepadaku, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Malaikat telah turun dari langit, menyalahkan perkataan orang tadi, namun saat engkau mengomentarinya datanglah setan, dan aku tidak mendatangi tempat jika di sana setan hadir” (HR. Abu Dawud).

Menjaga Lisan, Jalan Menuju Surga

Menjaga lisan adalah perbuatan yang amat mulia dalam Islam. Siapa yang mampu menjaga lisannya, ia berpeluang besar mendapat jaminan rumah di Surga. Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang menjamin untukku (menjaga) antara dua jenggotnya dan antara dua kakinya, niscaya aku jamin untuknya surga” (HR. Bukhari).

Antara Hati dan Lisan

Lisan dan hati saling berkaitan dan mempengaruhi amal perbuatan. Rasulullah SAW bersabda: “Tidak lurus iman seseorang hingga lurus hatinya, dan tidak lurus hati seseorang hingga lurus lisannya” (HR. Ahmad).

Adab Berbicara dalam Islam

Adab-adab berbicara dalam Islam di antaranya:

1. Tidak berbicara kecuali dengan perkataan yang bisa mendatangkan kebaikan dan manfaat atau mencegah keburukan.

2. Mencari waktu yang tepat untuk berbicara.

3. Memilih bahasa yang baik dan sopan.

4. Tidak berlebihan dalam memuji dan mencela.

5. Tidak menyenangkan manusia dengan cara yang membuat Allah SWT murka.

6. Tidak mengobral janji yang sulit ditepati.

7. Tidak berbicara keji dan kotor, dan tidak menyimak orang yang berbicara keji dan kotor.

8. Menyibukkan lisan untuk berzikir.

Bahaya Ghibah (Gosip)

Ghibah adalah penyakit lisan yang sangat berbahaya. Allah SWT mengumpamakan orang yang menjelekkan dan membicarakan aib seseorang dengan memakan bangkai saudaranya sendiri. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang. Jangan pula menggunjing satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” (QS. Al Hujurat: 12).

Rasulullah SAW menerangkan maksud dari ghibah: “Apakah kalian mengetahui apa itu ghibah? Sahabat menjawab: Allah dan Rasul-Nya yang mengetahui. Rasul bersabda: engkau menyebut tentang saudaramu dengan apa yang ia benci. Sahabat bertanya: Jika pada dirinya benar apa yang aku katakan? Rasul menjawab: jika yang engkau sebutkan benar-benar ada pada dirinya, itulah ghibah, dan jika apa yang engkau sebutkan tidak ada pada dirinya, itu adalah kedustaanmu atasnya” (HR. Muslim).

Ghibah menghantarkan kepada permusuhan, terputusnya hubungan silaturahim, menanam benih kebencian, dan iri hati. Ghibah juga bisa merusak ibadah seorang Muslim. Muslim yang berpuasa namun melakukan ghibah, pahala puasanya akan lenyap. Rasulullah SAW bersabda tentang dua orang perempuan yang berpuasa namun membicarakan aib seseorang: “Mereka berpuasa dari apa yang dihalalkan, tetapi berbuka dengan apa yang diharamkan” (HR. Ahmad).

Kondisi Diizinkannya Ghibah

Ada beberapa kondisi di mana ghibah diperbolehkan:

1. Menyampaikan dakwaan perlakuan zalim kepada hakim.

2. Mengubah kemungkaran dan mengarahkan seseorang yang berbuat mungkar kepada kebaikan.

3. Melaporkan orang yang melakukan kemungkaran secara terang-terangan.

4. Menjelaskan seseorang yang tidak bisa dikenal kecuali dengan menyebut julukan.

Menjaga lisan adalah salah satu aspek penting dalam menunjukkan keislaman seseorang. Dengan menjaga lisan, kita tidak hanya menjaga hubungan baik dengan sesama manusia, tetapi juga mendekatkan diri kepada Allah SWT dan menjamin keselamatan di akhirat. Semoga kita senantiasa diberi kekuatan untuk menjaga lisan dan menjalankan perintah-Nya.

(Rini)

#Religi #Islami