Breaking News

Putusan MK Terkait Syarat Pencalonan Pilkada: DPR RI Akhirnya Mengakui Kekalahan, Demonstrasi Massal Berperan?

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad 

D'On, Jakarta -
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, akhirnya memberikan pernyataan resmi terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah syarat pencalonan kepala daerah pada Pilkada Serentak 2024. Setelah gelombang demonstrasi di berbagai daerah menolak revisi Undang-Undang Pilkada, Dasco mengakui bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat. Pengakuan ini datang di tengah panasnya situasi politik dan semakin mendekatnya masa pendaftaran calon kepala daerah yang dijadwalkan pada 27 Agustus 2024.

"Putusan MK itu berlaku dan bersifat final and binding," tegas Dasco saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/8/2024). Pernyataan ini seolah mengakhiri spekulasi tentang kemungkinan DPR RI untuk tetap melanjutkan revisi UU Pilkada, yang sebelumnya mendapat penolakan keras dari berbagai elemen masyarakat.

Dasco menegaskan bahwa DPR RI tidak akan melanjutkan rapat paripurna untuk membahas revisi UU Pilkada. Alasannya, waktu yang semakin sempit hingga masa pendaftaran calon kepala daerah, serta ketiadaan quorum dalam rapat tersebut. Menurutnya, dari 176 anggota yang seharusnya hadir, hanya 89 orang yang hadir, sedangkan 87 anggota lainnya berhalangan hadir. Situasi ini, menurut Dasco, menghalangi DPR untuk melanjutkan rapat paripurna sesuai tata tertib.

"Jam 10.00 pagi itu belum ada massa, masih sepi dan tidak ada komunikasi apapun," ujar Dasco, menanggapi spekulasi bahwa aksi demonstrasi mempengaruhi keputusan penundaan rapat paripurna. Namun, ia berdalih bahwa penundaan tersebut murni karena ketiadaan quorum, bukan karena tekanan dari massa aksi.

Meski demikian, Dasco tidak menampik bahwa revisi UU Pilkada sempat menjadi agenda serius DPR sejak awal tahun 2024. "Rencana revisi ini tidak tiba-tiba, sudah sejak Januari 2024," jelasnya. Sayangnya, rencana tersebut baru terbuka ke publik sehari setelah putusan MK yang kontroversial itu.

Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 mengatur bahwa syarat pencalonan kepala daerah harus berbasis jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT), menggantikan syarat sebelumnya yang menggunakan ambang batas 20 persen kursi parlemen. Putusan ini diajukan melalui judicial review oleh Partai Buruh dan Partai Gelora yang merasa bahwa syarat lama membatasi partisipasi politik mereka.

Sementara itu, perbedaan pendapat mengenai batas usia calon kepala daerah juga menjadi sorotan. MK memutuskan bahwa usia minimal calon kepala daerah harus 30 tahun pada saat penetapan sebagai calon, namun DPR dalam rapat Baleg pada 20 Agustus 2024 justru mengacu pada putusan Mahkamah Agung, yang menetapkan usia minimal 30 tahun saat pelantikan. 

Dasco menjelaskan bahwa persoalan batas usia ini akan diakomodasi melalui Peraturan KPU (PKPU) yang akan dikonsultasikan dengan DPR. Rencananya, konsultasi ini akan dilakukan pada rapat antara KPU dan Komisi II DPR pada Senin mendatang. 

Sejumlah pengamat politik melihat keputusan DPR untuk tidak melanjutkan revisi UU Pilkada sebagai kemenangan bagi gerakan massa yang menolak revisi tersebut. Namun, Dasco menegaskan bahwa pembatalan ini bukan karena tekanan massa, melainkan murni karena mekanisme internal DPR yang tidak memungkinkan.

"Lebih baik tidak dilaksanakan karena masa pendaftaran sudah dekat," tutup Dasco, mengisyaratkan bahwa fokus DPR kini adalah memastikan pilkada berjalan sesuai jadwal dan aturan yang telah ditetapkan oleh MK. 

Dengan begitu, keputusan MK tetap menjadi landasan hukum utama dalam proses pencalonan kepala daerah pada Pilkada Serentak 2024, sekaligus mengakhiri perdebatan panjang mengenai syarat pencalonan yang sempat mengemuka di publik.

(Mond/Tirto)

#UUPilkada #Politik #DPR #Nasional