Breaking News

Warganet Ramai-ramai Sebarkan Simbol Garuda Biru dengan Peringatan Darurat, Ada Apa?

Simbol Garuda Biru Ramai Di Media Sosial  

D'On, Jakarta -
Baru-baru ini, media sosial dihebohkan dengan sebuah fenomena yang tak biasa. Ribuan warganet serentak membagikan gambar Garuda berwarna biru yang disertai dengan tulisan "Peringatan Darurat." Fenomena ini muncul di tengah sorotan publik terhadap upaya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dinilai kontroversial, yakni mengupayakan pembatalan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas pencalonan dan syarat usia calon kepala daerah.

Kehebohan di Media Sosial X

Berdasarkan pantauan yang dilakukan oleh DirgantaraOnline pada Rabu, 21 Agustus 2024, platform media sosial X (Twitter) menjadi panggung utama gerakan ini. Hingga pukul 20.53 WIB, lebih dari 210 ribu warganet telah mengunggah gambar Garuda Biru tersebut, baik dalam bentuk gambar maupun tulisan yang berisi "Peringatan Darurat." Fenomena ini tak pelak mengundang perhatian luas, memicu diskusi hangat di berbagai lapisan masyarakat.

Simbol Kekecewaan Publik

Menurut Kunto Adi Wibowo, seorang analis komunikasi politik dari Universitas Padjajaran, simbol Garuda Biru ini merupakan ekspresi kekecewaan publik terhadap langkah DPR yang dinilai terburu-buru dalam merevisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada). "Ini adalah simbolisasi dari peringatan dini. Seperti siaran darurat di televisi yang muncul saat terjadi bencana. Garuda Biru ini merupakan peringatan dini terhadap kondisi politik dan demokrasi kita yang sedang berada dalam bahaya," ujar Kunto saat dihubungi, Rabu (21/8/2024).

Partisipasi Luas Masyarakat

Yang membuat fenomena ini semakin menarik adalah partisipasi luas dari berbagai kalangan masyarakat. Tidak hanya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), aktivis, atau social justice warrior (SJW) yang biasanya vokal dalam isu-isu politik, tetapi juga figur publik, komunitas olahraga, dan musik turut serta mengunggah gambar ini. "Ini menjadikan isu ini bukan lagi eksklusif bagi mereka yang memperhatikan politik. Ini sudah menjadi suara publik secara keseluruhan," tambah Kunto.

Berbeda dari Konflik Politik 2019

Kunto juga mencatat bahwa respons masyarakat kali ini berbeda dari yang terjadi pada konflik politik selama Pemilu 2019. Kala itu, masyarakat terpecah dalam polarisasi yang tajam. Namun, saat ini, tampaknya masyarakat bersatu dalam menyuarakan keprihatinan yang sama. "Menurut saya, ini adalah pergerakan yang nyata dan kuat. Kita akan lihat dampaknya esok hari di Senayan," lanjutnya, merujuk pada kemungkinan reaksi dari DPR dan pihak-pihak terkait.

Kontroversi Revisi UU Pilkada

Kontroversi ini berakar dari revisi UU Pilkada yang disetujui oleh mayoritas fraksi di DPR, kecuali PDIP. Inti dari revisi tersebut adalah pengaturan batas usia calon kepala daerah yang merujuk pada aturan Mahkamah Agung (MA) alih-alih pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Selain itu, revisi ini juga memungkinkan partai politik non-parlemen untuk mencalonkan kepala daerah, sementara partai politik yang sudah memiliki kursi di DPRD tetap harus memenuhi syarat minimal 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.

Masa Depan Demokrasi di Indonesia

Perdebatan mengenai revisi UU Pilkada ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga keseimbangan kekuasaan dan memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil oleh para pembuat undang-undang didasarkan pada kepentingan rakyat banyak. Fenomena Garuda Biru ini, dengan partisipasi luas masyarakat, mungkin akan menjadi salah satu momen penting dalam sejarah politik Indonesia, menandai kebangkitan kesadaran politik di kalangan masyarakat umum.

(Mond)

#GarudaBiru #Viral #Medsos #PutusanMK #nasional