Breaking News

3 Tokoh Ini Menolak Jadi Menteri Prabowo: Apa yang Ada di Balik Keputusan Mereka?

Prabowo Subianto 

D'On, Jakarta –
Di tengah hiruk-pikuk menjelang pelantikan Prabowo Subianto sebagai Presiden Republik Indonesia pada 20 Oktober mendatang, isu perebutan kursi menteri di kabinet barunya kian memanas. Namun, di balik ambisi para tokoh politik untuk masuk dalam lingkaran kekuasaan, terdapat kisah unik dari tiga tokoh berpengaruh yang justru menolak tawaran menjadi menteri di pemerintahan Prabowo.

Seperti diketahui, Prabowo yang akan menggantikan Joko Widodo setelah 10 tahun masa pemerintahannya, tengah menyusun kabinet baru. Nama-nama calon menteri beredar di berbagai media, dan spekulasi pun bertebaran. Namun, tidak semua tokoh politik berebut posisi. Di antara mereka, ada yang memilih untuk tidak turut serta dalam pemerintahan, meskipun memiliki kedekatan dengan sang presiden terpilih.

Lalu, siapa saja mereka dan apa alasan di balik penolakan tersebut?

1. Hashim Djojohadikusumo: Menolak Demi Profesionalisme

Hashim Djojohadikusumo, adik kandung Prabowo Subianto, membuat keputusan yang mengejutkan. Meskipun memiliki hubungan darah dan posisi penting di Partai Gerindra sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina, Hashim menolak tawaran untuk menjadi menteri di kabinet sang kakak. Hal ini memicu banyak pertanyaan, mengingat kedekatan personal dan profesional antara keduanya.

"Saya ditawarkan, tapi saya menolak. Saya kira lebih baik saya berada di luar pemerintahan," ujar Hashim saat menghadiri acara di Hutan Kota by Plataran, Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, pada 31 Agustus 2024, dikutip dari CNN Indonesia.

Keputusan ini memperlihatkan sikap tegas Hashim dalam menjaga batas antara hubungan keluarga dan politik. Meski dapat dengan mudah menerima jabatan penting, Hashim memilih untuk tetap di luar kabinet, menunjukkan bahwa profesionalisme dan etika politik masih menjadi prinsip yang ia junjung tinggi. Penolakan ini juga mengindikasikan Hashim lebih memilih peran yang tidak terikat oleh posisi resmi, mungkin sebagai aktor di balik layar yang tetap bisa berkontribusi tanpa embel-embel jabatan formal.

2. Luhut Binsar Pandjaitan: Penasihat, Bukan Menteri

Nama Luhut Binsar Pandjaitan sudah lama identik dengan pemerintahan Jokowi. Sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut merupakan salah satu tokoh senior yang memiliki pengaruh besar dalam berbagai kebijakan strategis, terutama terkait infrastruktur dan investasi.

Namun, Luhut juga menolak tawaran Prabowo untuk tetap menjadi menteri di kabinet baru. "Saya sudah sampaikan, beliau sudah minta. Saya sampaikan kalau untuk jadi menteri, saya tidak, tapi saya siap membantu sesuai permintaan beliau sebagai penasihat kalau itu masih diminta," kata Luhut.

Penolakan ini tampaknya didasari oleh keinginannya untuk pensiun dari posisi eksekutif. Luhut, yang sudah berusia lanjut, tampaknya ingin menikmati masa pensiunnya setelah bertahun-tahun berkarier di ranah politik dan pemerintahan. Meski demikian, Luhut tetap membuka diri untuk berkontribusi sebagai penasihat, memberikan arahan dan masukan tanpa terlibat secara langsung dalam hiruk-pikuk birokrasi.

Keputusan Luhut mencerminkan kematangan dan kesadaran akan keterbatasan usia serta energi dalam menjalani tugas negara yang berat. Namun, kesediaannya untuk tetap mendampingi Prabowo sebagai penasihat menunjukkan komitmen jangka panjangnya terhadap pembangunan nasional.

3. Khofifah Indar Parawansa: Fokus di Pilgub Jatim

Di tengah dinamika politik nasional, Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jawa Timur, juga termasuk dalam daftar nama yang ditawari kursi menteri oleh Prabowo. Namun, Khofifah, yang saat ini sedang bersiap untuk maju kembali dalam Pilkada Serentak 2024 sebagai calon gubernur Jawa Timur, menolak tawaran tersebut.

Keputusan ini cukup logis mengingat Khofifah telah memutuskan untuk fokus pada pencalonannya sebagai gubernur, berpasangan dengan Emil Dardak. Pasangan Khofifah-Emil akan bersaing dengan dua pasangan kandidat lain, yakni Tri Rismaharini-Zahrul Azhar Asumta (Gus Hans) dan Luluk Nur Hamidah-Lukmanul Khakim.

Bagi Khofifah, fokus pada Pilkada lebih penting daripada masuk ke kabinet, terutama di tengah persaingan yang ketat untuk memperebutkan kursi nomor satu di Jawa Timur. Menjadi gubernur untuk periode kedua dianggap sebagai pilihan strategis untuk melanjutkan program-program yang telah dirintis selama masa jabatannya.

Lebih Dari Sekadar Jabatan

Penolakan ketiga tokoh ini menunjukkan bahwa posisi menteri, meskipun sangat prestisius, bukanlah tujuan akhir bagi semua orang. Ada yang memilih untuk berperan di balik layar, menjaga prinsip-prinsip profesionalisme, atau bahkan fokus pada tantangan politik di daerah. Keputusan mereka memberikan pelajaran penting bahwa jabatan tidak selalu menjadi tolok ukur utama dalam kontribusi bagi negara.

Bagi Prabowo, penolakan ini mungkin merupakan tantangan tersendiri dalam merumuskan kabinet yang kuat dan berpengalaman. Namun, dengan semangat kerja sama dan dukungan dari para tokoh senior seperti Luhut sebagai penasihat, Prabowo diyakini masih dapat menyusun pemerintahan yang solid untuk masa depan Indonesia.

(Mond)

#LuhutBinsarPandjaitan #KhofifahIndarParawansa #HashimDjojohadikusumo #KabinetPrabowo #Nasional