Autopsi Ulang Jenazah Afif Maulana: Bukti Jatuh dari Ketinggian, Misteri Perlahan Terungkap
Ketua Tim Dokter Ade Firmansyah Sugiharto. Foto: kumparan
D'On, Padang - Setelah berbulan-bulan terjebak dalam misteri, autopsi ulang jenazah Afif Maulana akhirnya menyingkap fakta-fakta baru yang mengarahkan kepada jawaban pasti. Tim forensik dari Persatuan Dokter Forensik dan Medikolegal Indonesia (PDFMI) mengumumkan hasil pemeriksaan mendetail atas 19 sampel jaringan keras dan lunak dari tubuh remaja berusia 13 tahun tersebut. Analisis ini menjadi kunci dalam mengungkap penyebab kematian Afif yang mengguncang publik.
Pada 9 Juni 2024, jenazah Afif ditemukan di bawah Jembatan Kuranji, Padang, dengan tulang rusuk patah dan paru-paru robek sepanjang 11 sentimeter. Pada awalnya, kecurigaan kuat datang dari keluarga Afif yang meyakini bahwa ia meninggal akibat penganiayaan oleh aparat kepolisian. Namun, Polda Sumbar bersikeras bahwa Afif melompat dari jembatan saat polisi berusaha membubarkan remaja-remaja yang akan tawuran. Kasus ini terus berlanjut hingga akhirnya dilakukan autopsi ulang, yang melibatkan berbagai ahli forensik, untuk membedah setiap kemungkinan yang ada.
Luka-Luka yang Mengindikasikan Afif Masih Hidup Sebelum Jatuh
Ketua Tim Forensik, Ade Firmansyah Sugiharto, dengan hati-hati menjelaskan hasil yang sangat signifikan dari pemeriksaan ini. "Dari seluruh sampel yang kami periksa, kami menemukan tanda-tanda luka intravital—luka yang terjadi ketika Afif masih hidup. Luka ini ditemukan di dada, punggung, lengan kiri, paha kiri, dan belakang kepala. Pada sampel tulang, ada juga luka intravital di kepala, otak, tulang iga, dan tulang kemaluan," ujar Ade dalam konferensi pers, Rabu (25/9).
Keberadaan luka intravital ini mematahkan dugaan bahwa luka-luka tersebut terjadi setelah Afif meninggal. Setiap detail luka diperiksa, seolah merajut ulang kejadian yang dialami Afif saat masih bernapas.
Dari pengakuan saksi, diketahui bahwa Afif menaiki sepeda motor yang dikendarai Aditya dengan kecepatan sekitar 60-80 km/jam. Ada juga kesaksian bahwa motor tersebut ditendang oleh personel polisi saat upaya pembubaran tawuran, menyebabkan Aditya dan Afif terjatuh. Aditya sendiri mengalami luka lecet di bahu kiri dan mata kaki kiri. Namun, di sinilah salah satu ketidakcocokan penting muncul.
Ketidakcocokan Luka dan Hipotesis Kecelakaan
Ade menguraikan dengan rinci bagaimana temuan pada jenazah Afif tidak sesuai dengan pola luka akibat kecelakaan motor pada umumnya. "Dengan kecepatan sekitar 60 km/jam, cedera yang seharusnya dialami pengendara biasanya terjadi di bagian depan tubuh, seperti patah tulang iga di bagian depan atau samping," jelasnya. Namun, pada jenazah Afif, tulang iga yang patah justru di bagian belakang, sebuah ketidaksesuaian yang mencolok.
Bukti ini semakin menguatkan dugaan bahwa kematian Afif tidak hanya disebabkan oleh kecelakaan motor. Selain itu, foto-foto dari lokasi kejadian menunjukkan bahwa wajah Afif tidak mengalami luka signifikan, padahal dalam kecelakaan motor, luka di bagian wajah umumnya sulit dihindari, terutama bila tidak menggunakan helm.
Jatuh dari Ketinggian: Mekanisme Kematian Afif
Analisis paling kritis dari autopsi ulang ini adalah investigasi terkait kemungkinan Afif jatuh dari ketinggian 14,7 meter, setinggi Jembatan Kuranji. Berdasarkan tinggi dan berat badan Afif, tim forensik menghitung indeks massa tubuhnya serta dampak yang mungkin terjadi jika seseorang dengan ukuran tubuh seperti Afif jatuh dari ketinggian tersebut.
"Kami menghitung bahwa energi yang diterima oleh tubuh saat jatuh dari ketinggian 14,7 meter mencapai 7.200 joule, jauh melampaui batas toleransi tubuh manusia," ungkap Ade. Dalam ilmu forensik, energi sebesar ini disebut sebagai very high folds, yang mengakibatkan cedera fatal pada daerah punggung, pinggang, dan kepala—persis di area yang mengalami kerusakan pada tubuh Afif.
Ade menjelaskan, "Kerusakan di daerah kepala, punggung, dan pinggang sangat sesuai dengan pola cedera yang dihasilkan oleh jatuh dari ketinggian. Energi sebesar 7.200 joule itu bahkan lebih tinggi daripada batas toleransi cedera kepala sebesar 1.800 joule dan leher sebesar 2.300 joule."
Meskipun luka yang ditemukan menunjukkan dampak energi yang sangat besar, ada beberapa hal yang menjadi tanda tanya, seperti tidak ditemukannya patah tulang di tungkai dan paha. Namun, hal ini tidak cukup untuk meragukan mekanisme jatuh dari ketinggian yang telah dianalisis dengan seksama oleh tim dokter.
Kematian Akibat Kekerasan Tumpul saat Jatuh
Berdasarkan semua bukti yang dianalisis, Ade dan tim menyimpulkan bahwa kematian Afif Maulana disebabkan oleh kekerasan tumpul di bagian punggung, pinggang, dan kepala, yang konsisten dengan mekanisme jatuh dari ketinggian. Patah tulang di kepala bagian belakang dan luka pada otak memperkuat kesimpulan ini.
"Jadi, kami bisa simpulkan bahwa Afif Maulana tewas karena jatuh dari ketinggian 14,7 meter. Cedera yang dialaminya sesuai dengan apa yang ditemukan pada tubuhnya, di mana punggung, pinggang, dan kepala mengalami kerusakan akibat benturan dengan dasar yang keras," pungkas Ade.
Dengan kesimpulan ini, teka-teki kematian Afif Maulana mulai menemukan titik terang, meskipun perdebatan tentang apa yang terjadi di balik peristiwa tragis ini masih akan terus berlanjut. Keluarga Afif yang awalnya meyakini adanya tindak kekerasan kini harus menghadapi kenyataan yang mungkin berbeda, namun tetap menyisakan pertanyaan besar tentang apa yang sebenarnya terjadi di detik-detik terakhir hidup anak mereka.
(Mond)
#AfifMaulana #Autopsi #Viral