Breaking News

Benarkah Faktor Genetik Berpengaruh pada Kepribadian Anak?

Ilustrasi Parenting 

Dirgantaraonline -
Perdebatan seputar pengaruh genetik terhadap kepribadian anak telah lama menjadi topik yang menarik perhatian para ilmuwan, psikolog, dan orang tua di seluruh dunia. Sebagian besar masyarakat percaya bahwa sifat dan kepribadian seorang anak sangat dipengaruhi oleh genetik yang diturunkan dari orang tua mereka. Namun, seberapa besar pengaruh faktor genetik tersebut? Apakah benar bahwa genetika memainkan peran dominan dalam membentuk kepribadian anak, atau adakah faktor lain yang lebih signifikan?

Pengaruh Genetika dalam Pembentukan Kepribadian Anak

Psikolog Klinis Anak dari Rumah Dandelion, Rizqina Ardiwijaya, memberikan pandangan yang menarik tentang hal ini. Menurut Rizqina, genetika memang memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membentuk kepribadian seorang anak. Ia menyatakan bahwa sekitar 30-60 persen kepribadian anak dipengaruhi oleh faktor genetik yang diwariskan dari orang tua. Ini artinya, ada hubungan kuat antara karakteristik genetik orang tua dan perilaku atau sifat yang mungkin muncul pada anak. Namun, ia juga menekankan bahwa genetika bukan satu-satunya faktor penentu.

"Ada banyak faktor lain yang berperan dalam pembentukan kepribadian seorang anak. Selain genetika (nature), lingkungan di mana anak tumbuh dan dibesarkan (nurture) juga memiliki pengaruh besar. Cara orang tua mendidik anak, interaksi sosial dengan orang lain, serta pengalaman hidup anak semuanya berkontribusi dalam membentuk siapa mereka kelak," jelas Rizqina.

Nature vs. Nurture: Kombinasi yang Rumit

Perdebatan mengenai "nature vs. nurture" atau pengaruh genetika versus lingkungan, telah menjadi topik sentral dalam psikologi selama beberapa dekade. Meski riset telah menunjukkan bahwa genetika memainkan peran penting, pengaruh lingkungan tidak dapat diabaikan begitu saja. Nature mengacu pada karakteristik yang sudah ada sejak lahir dan diwariskan dari orang tua, sementara nurture meliputi segala aspek eksternal yang mempengaruhi perkembangan kepribadian anak, seperti cara pengasuhan, pendidikan, dan hubungan sosial.

Rizqina menyebutkan bahwa salah satu aspek kepribadian yang sering diwariskan secara genetik adalah temperamen. Temperamen ini cenderung stabil dan bisa diamati sejak bayi. Menurutnya, ada tiga kategori temperamen pada anak: easy, slow to warm up, dan difficult.

1. Temperamen Easy

Anak-anak dengan temperamen easy biasanya memiliki sifat yang lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan baru. Mereka cenderung menunjukkan suasana hati yang positif dan dapat mengelola emosi negatif dengan lebih baik. Anak-anak ini seringkali tidak kesulitan menyesuaikan diri dalam berbagai situasi, membuat mereka tampak lebih fleksibel dan mudah diatur.

2. Temperamen Slow to Warm Up

Di sisi lain, anak dengan temperamen slow to warm up memerlukan waktu lebih lama untuk menyesuaikan diri. Mereka seperti "mesin diesel" yang membutuhkan pemanasan sebelum bisa bergerak maju. Anak-anak ini biasanya lebih suka mengamati terlebih dahulu sebelum berinteraksi atau menunjukkan dirinya. Tipe ini sering diidentikkan dengan sifat pemalu, di mana anak akan lebih cenderung menarik diri saat pertama kali berhadapan dengan situasi baru, namun perlahan akan mulai merasa nyaman seiring berjalannya waktu.

3. Temperamen Difficult

Sementara itu, anak-anak dengan temperamen difficult biasanya lebih sulit untuk beradaptasi dengan lingkungan baru. Mereka sering merasa tidak nyaman di sekitar orang yang belum dikenal dan cenderung bersembunyi di balik orang tua. Ketika menghadapi emosi negatif, anak-anak ini mungkin lebih sulit ditenangkan, membuat tantangan dalam pengasuhan menjadi lebih besar.

Bagaimana Orang Tua Dapat Membantu Anak Beradaptasi?

Meskipun temperamen memiliki dasar genetik yang kuat dan cenderung menetap sepanjang hidup, orang tua tetap memiliki peran penting dalam membantu anak-anak mereka beradaptasi dengan lingkungan. Salah satu cara yang efektif, menurut Rizqina, adalah dengan melatih anak untuk terbiasa bertemu dengan orang baru dan menghadapi situasi baru. Dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk berinteraksi dalam berbagai konteks sosial, mereka dapat belajar untuk merasa lebih nyaman dan percaya diri, terutama bagi anak-anak dengan temperamen slow to warm up dan difficult.

Latihan ini sebaiknya dilakukan secara bertahap dan dengan pendampingan yang tepat. Misalnya, orang tua bisa mulai dengan mengajak anak menghadiri acara kecil yang melibatkan interaksi dengan sedikit orang, sebelum kemudian memperkenalkan mereka ke lingkungan yang lebih besar. Dengan pendekatan yang sabar dan penuh kasih, anak-anak dapat belajar mengatasi rasa takut atau kecemasan mereka, sehingga mampu beradaptasi lebih baik di lingkungan sosial yang berbeda.

Genetika Bukan Satu-satunya Faktor

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa genetika memang memainkan peran dalam membentuk kepribadian anak, terutama dalam hal temperamen. Namun, faktor lingkungan dan cara anak dibesarkan memiliki peran yang sama pentingnya dalam mengarahkan perkembangan kepribadian mereka. Orang tua harus memahami bahwa meskipun ada faktor genetik yang tidak bisa diubah, mereka masih dapat mendukung anak untuk berkembang dan beradaptasi melalui pengalaman sosial dan pendidikan yang tepat.

Dengan demikian, kepribadian anak adalah hasil dari kombinasi yang rumit antara apa yang diwariskan dari genetik dan apa yang dipengaruhi oleh pengalaman hidup mereka. Tantangannya adalah bagaimana orang tua dapat memberikan lingkungan yang mendukung perkembangan kepribadian anak, apapun temperamen bawaan mereka.

(Rini)

#Parenting #Kepribadian