Guru SMK di Kalsel Dirumahkan Setelah Menegur Kadisdikbud yang Merokok: Polemik yang Berujung Demonstrasi
Ilustrasi
D'On,Banjarbaru Kalimantan Selatan - Kasus seorang guru SMK di Kalimantan Selatan yang bernama Amalia Wahyuni tengah menjadi sorotan publik setelah dirinya dilaporkan dirumahkan secara sepihak. Peristiwa ini bermula ketika Amalia menegur Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud) Kalimantan Selatan, Muhammadun, yang merokok di ruang rapat tertutup dan ber-AC. Insiden ini terjadi pada 2 September 2024 lalu.
Dalam keterangannya, Amalia mengungkapkan bahwa dirinya merasa tidak nyaman dengan asap rokok di ruangan tersebut. Ia pun memberanikan diri untuk menegur Kadisdikbud dengan tutur kata yang sopan. Namun, alih-alih mendapatkan pengertian, ia justru diusir keluar dari ruangan.
"Saya hanya bilang, ‘Pak, mohon maaf, saya tidak tahan mencium asap rokok,’ namun beliau justru menyuruh saya keluar dari rapat," ujar Amalia seperti dilansir dari Antara, Minggu (15/9).
Lebih lanjut, Amalia menjelaskan bahwa sebelum menegur Muhammadun, ia sempat menyampaikan keluhan tersebut kepada panitia rapat. Namun, petugas panitia justru mengabaikan permintaan tersebut, seolah-olah perilaku merokok di ruangan tertutup dianggap wajar meskipun jelas melanggar peraturan daerah terkait larangan merokok di ruang tertutup ber-AC.
"Sebelum saya menegur langsung, saya sudah menyampaikan kepada panitia. Tapi mereka hanya tertawa, seolah-olah membiarkan hal itu terjadi, padahal peraturannya jelas ada," keluh Amalia.
Tiba-tiba Dirumahkan: Awal Mula Konflik
Seminggu setelah kejadian tersebut, pada 9 September 2024, Amalia tiba-tiba mendapat kabar dari kepala sekolah tempat ia mengajar bahwa dirinya dirumahkan. Ia tidak mendapat penjelasan rinci mengenai alasan pastinya.
"Senin dini hari, saya dihubungi kepala sekolah yang mengatakan status saya dirumahkan. Kalau tujuannya untuk menenangkan diri, saya bisa terima. Tapi kalau ini bentuk skorsing, saya sangat kecewa karena merasa saya hanya berbuat hal yang benar," tegas Amalia.
Amalia merasa keputusan ini sangat tidak adil dan mencerminkan ketidakberpihakan terhadap aturan yang seharusnya ditegakkan. Merasa diperlakukan tidak semestinya, Amalia pun memutuskan untuk membawa masalah ini ke media sosial dengan harapan mendapatkan perhatian publik.
"Sekarang ini, kalau tidak viral, tidak akan ada keadilan. Karena itu saya memilih untuk menyuarakan ini di media sosial," ujarnya.
Keputusan Amalia untuk bersuara melalui platform media sosial ternyata tidak berjalan mulus. Ia mengaku mengalami tekanan dari berbagai pihak, termasuk keluarganya yang turut menjadi sasaran fitnah. Meskipun demikian, Amalia tetap berusaha tegar dan bersyukur bahwa masalah ini telah membantu membuka jalan menuju keadilan.
"Orang tua saya juga difitnah, dan fitnahnya sangat luar biasa. Tapi saya bersyukur, Alhamdulillah, ini telah membantu kami untuk memperjuangkan keadilan lebih luas," jelasnya.
Aksi Demonstrasi dan Laporan Kepolisian
Kasus ini menarik perhatian berbagai pihak, termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Mereka turut bergerak dengan menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Gubernur Kalimantan Selatan, menuntut agar Muhammadun dicopot dari jabatannya. Demonstrasi ini dipelopori oleh Aliansyah, seorang aktivis yang menjadi inisiator aksi "Copot Madun".
Namun, aksi tersebut tidak berjalan tanpa hambatan. Aliansyah mengaku menerima ancaman dari ajudan Kadisdikbud, Sirajudin, melalui sambungan telepon. Ancaman ini mendorong Aliansyah untuk melaporkan kejadian tersebut ke pihak kepolisian, dengan harapan ancaman terhadap keselamatannya dapat diproses secara hukum.
"Kami menerima ancaman dari ajudan Kadisdikbud. Laporan sudah kami ajukan ke polisi, dan kami berharap polisi segera memproses karena ancaman ini sangat serius," tegas Aliansyah.
Menanggapi laporan tersebut, Kombes Pol Erick Frendriz, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kalimantan Selatan, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah menerima laporan tersebut dan saat ini tengah melakukan penyelidikan lebih lanjut.
"Betul, kami baru saja menerima laporan terkait ancaman ini, dan sedang dalam proses pendalaman," jelas Kombes Erick.
Potret Perjuangan Melawan Ketidakadilan
Kasus Amalia Wahyuni menjadi simbol bagaimana suara guru yang seharusnya dihargai, justru dibungkam karena berani menegakkan peraturan yang jelas ada dalam undang-undang. Peristiwa ini memantik diskusi tentang perlindungan hak-hak tenaga pendidik serta pentingnya menegakkan peraturan tanpa pandang bulu, bahkan terhadap pejabat tinggi sekalipun.
Publik kini menunggu bagaimana kasus ini akan berkembang. Mampukah keadilan ditegakkan, atau justru ini akan menjadi salah satu dari sekian banyak kasus yang berakhir tanpa penyelesaian? Yang pasti, Amalia telah menunjukkan bahwa satu suara, meski kecil, bisa menjadi awal dari perubahan besar.
(Mond)
#Peristiwa