Breaking News

Israel dan Hizbullah Siap Tingkatkan Eskalasi Serangan di Tengah Desakan Internasional

Israel dan Hizbullah saling mengancam akan meningkatkan serangan lintas perbatasan meski mendapat tekanan dari dunia internasional (Foto: AP).


D'On, Lebanon –
Konflik antara Israel dan Hizbullah, yang selama bertahun-tahun berada di ambang perang habis-habisan, kini memasuki babak baru. Pada Minggu (22/9/2024), kedua belah pihak mengancam akan meningkatkan serangan lintas batas meski terus mendapat tekanan dari komunitas internasional untuk menghentikan aksi militer dan kembali ke meja diplomasi. Situasi di perbatasan Israel-Lebanon semakin panas, mengancam kestabilan kawasan yang sudah lama bergolak.

Dalam eskalasi terbaru, militer Israel melaporkan bahwa sekitar 150 roket, rudal, dan proyektil lainnya ditembakkan dari wilayah Lebanon ke Israel sejak Sabtu malam (21/9/2024) hingga Minggu pagi. Serangan ini jauh lebih intens dibandingkan insiden sebelumnya, dengan beberapa roket berhasil mencapai wilayah yang lebih dalam, mengancam pusat-pusat kota seperti Haifa dan memaksa ribuan warga sipil mengungsi ke tempat perlindungan bom. Beberapa rumah di dekat kota itu mengalami kerusakan serius, memperkuat ketegangan di tengah seruan perdamaian yang tak dihiraukan.

Sebagai respons atas serangan ini, angkatan bersenjata Israel meluncurkan gelombang serangan udara yang menargetkan sejumlah posisi strategis di Lebanon selatan, daerah yang dikenal sebagai basis kuat Hizbullah. Israel mengklaim telah berhasil menghancurkan ribuan peluncur roket milik kelompok militan tersebut, meski dampak dari serangan ini masih sulit untuk diverifikasi secara independen. Keberlanjutan operasi militer Israel ini menandai penolakan keras mereka terhadap tekanan internasional yang menginginkan jeda kemanusiaan.

Klaim dan Retorika yang Memanaskan Situasi

Di pihak Israel, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mempertegas komitmen negaranya untuk "mengembalikan keamanan" bagi warganya yang tinggal di perbatasan utara. Dalam pidato yang disiarkan secara nasional, Netanyahu menegaskan bahwa Israel tidak akan ragu untuk mengambil langkah-langkah apapun yang diperlukan demi melindungi rakyatnya dan memastikan kehidupan kembali normal di daerah yang dilanda konflik. Ia menyebut bahwa operasi militer saat ini telah memberikan "serangkaian pukulan" kepada Hizbullah yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya.

Namun, retorika ini ditanggapi dengan pernyataan yang tak kalah keras dari Hizbullah. Wakil pemimpin kelompok tersebut, Sheikh Naim Qassem, menyatakan bahwa ancaman Israel tidak akan mengubah sikap mereka. "Kami siap untuk menghadapi segala kemungkinan militer," katanya dengan tegas. Ia melanjutkan bahwa Hizbullah telah memasuki fase "perhitungan terbuka" dengan Israel, sebuah ungkapan yang menunjukkan bahwa konflik ini akan terus meningkat tanpa batas waktu yang jelas.

Pernyataan Qassem disampaikan dalam sebuah pemakaman komandan senior Hizbullah, Ibrahim Aqil, yang tewas dalam serangan udara Israel pada Jumat (20/9/2024) di Beirut. Pemakaman tersebut menjadi ajang unjuk kekuatan kelompok militan itu, dengan ribuan pendukung yang berkumpul di Dahieh, kawasan selatan Beirut yang menjadi basis Hizbullah. Di tengah kerumunan massa, para pelayat meneriakkan slogan-slogan anti-Amerika dan Israel, menambah intensitas suasana emosional dan penuh kemarahan.

Perlawanan Hizbullah dan Keterkaitan dengan Gaza

Sheikh Nadeem Qassem, salah satu pemimpin spiritual Hizbullah, berbicara kepada ribuan pelayat dengan nada penuh keyakinan bahwa Israel telah gagal mencapai tujuan militernya. Dalam pidatonya, ia menyatakan bahwa Hizbullah tidak hanya mampu bertahan selama tiga hari serangan berturut-turut, tetapi juga terus melancarkan serangan balasan. "Lebih banyak warga Israel akan terusir dari rumah mereka di wilayah utara," katanya, menyiratkan bahwa dampak psikologis dari perang ini akan menjadi senjata tambahan dalam perjuangan kelompok itu.

Selain itu, ia menegaskan bahwa Hizbullah memiliki hubungan erat dengan Hamas di Gaza, menyebut keduanya sebagai bagian dari "Poros Perlawanan" yang dipimpin Iran. Hubungan antara kedua kelompok ini menambah dimensi kompleks dari konflik di Timur Tengah, karena setiap eskalasi di satu wilayah dapat memicu reaksi di wilayah lainnya.

Tanggapan Dunia Internasional

Meskipun dunia internasional terus mendesak kedua belah pihak untuk menarik diri dari ambang perang habis-habisan, respons yang terlihat di lapangan menunjukkan bahwa diplomasi saat ini sedang kalah dari aksi militer. PBB dan beberapa negara Eropa, seperti Prancis dan Jerman, telah mengeluarkan pernyataan mengecam eskalasi kekerasan dan menyerukan gencatan senjata segera. Namun, tanpa adanya inisiatif konkret yang dapat menjembatani konflik ini, situasi di perbatasan Israel-Lebanon terus berada di titik kritis.

Ke depan, masih belum jelas apakah ada jalur diplomatik yang mampu menghentikan arus kekerasan ini. Namun, yang pasti, setiap hari yang berlalu hanya akan memperdalam krisis kemanusiaan di kedua belah pihak, sementara dunia menyaksikan dengan kecemasan bahwa perang skala penuh bisa pecah kapan saja.

(*)

#Hizbullah #Internasional #Perang