Breaking News

Kisah Tragis Tahanan Rutan KPK: Menolak Pungli, Dihukum dengan Perlakuan Tidak Manusiawi

Para terdakwa kasus dugaan pungutan liar di Rutan KPK menjalani sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/9/2024). Sidang yang terkait praktik pungli senilai Rp6,3 miliar dan melibatkan 15 mantan pegawai KPK ini beragendakan pemeriksaan saksi dari Jaksa Penuntut Umum. ANTARA FOTO.


D'On, Jakarta –
Perlakuan tidak manusiawi terhadap tahanan yang menolak membayar pungutan liar di rumah tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (Rutan KPK) kembali mencuat. Mantan Direktur Utama PT Ayodya Multi Sarana, Kiagus Emil, yang merupakan terpidana kasus korupsi di Jasindo, mengungkapkan kenyataan suram di balik jeruji Rutan KPK. Kiagus Emil mengisahkan pengalaman pahitnya dan sesama tahanan yang dipaksa membayar "iuran bulanan", istilah halus yang digunakan oleh petugas rutan untuk pungutan liar sebesar Rp20 juta selama empat bulan pertama.

Dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (9/9/2024), Kiagus mengaku sempat menolak membayar iuran tersebut dan bertanya kepada petugas rutan, Juli Amar Maruf, terkait sanksi yang akan diterimanya jika tidak membayar. Juli Amar, terpidana kasus korupsi Bakamla RI yang juga berperan sebagai koordinator pungutan di rutan, dengan tegas menjawab, "Kalau gak bayar, nanti diisolasi lagi dan digembok, diselot."

Hukuman Berat Bagi yang Menolak Bayar

Kiagus menjelaskan bahwa sanksi bagi tahanan yang tidak membayar iuran bukan hanya sekadar diisolasi. Mereka juga dilarang melakukan berbagai aktivitas yang menjadi hak dasar sebagai tahanan. "Tahanan yang tidak membayar iuran bulanan tidak diperbolehkan salat di masjid, tidak bisa berolahraga, bahkan untuk makan pun seringkali terlambat. Intinya, kita tidak dipedulikan," ujar Kiagus dengan nada kesal.

Lebih jauh, Kiagus mengungkapkan betapa tidak manusiawinya perlakuan terhadap para tahanan yang tidak sanggup membayar iuran. Ia menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana satu ruangan kecil diisi oleh tujuh hingga delapan tahanan. "Saya melihat sendiri, ada satu ruangan, klinik, diisi 7 atau 8 orang, kebanyakan dari Palembang. Gak manusiawi sekali," katanya.

Kondisi di dalam ruangan itu sangat memprihatinkan. Para tahanan harus berebut fasilitas dasar seperti kamar mandi dan air minum. "Bayangkan, satu kamar diisi delapan orang, untuk mandi saja berebutan, dan kadang-kadang mereka minta tolong ke saya, 'Pak, tolong ambilin air minum,'" kenang Kiagus dengan nada prihatin.

Kisah Lain: Dipaksa Kerja Berat karena Menolak Pungli

Cerita tragis lain datang dari Husni Fahmi, mantan terpidana kasus pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP). Husni mengaku dipaksa melakukan pekerjaan berat karena ia juga menolak membayar pungli. Setelah melewati masa isolasi selama 14 hari, Husni dipindahkan ke kamar tahanan, namun petugas rutan memberinya pilihan: membayar pungli atau menjalankan piket kebersihan setiap hari.

"Jadi saya tiap Subuh itu harus nyapu, ngepel, bersihin dapur, kamar mandi, buang sampah setiap hari," cerita Husni. Ia bahkan harus membersihkan kamar mandi umum, mencuci piring, dan mengangkut air dari masjid untuk diisi ke bak kamar mandi saat air tidak tersedia di rutan.

Tidak hanya itu, Husni juga mengungkapkan bahwa ia sering dikunci di dalam kamar tahanan, bahkan saat tiba waktu ibadah salat Jumat. "Saya lebih banyak berdiam diri di kamar, dikunci oleh petugas rutan, padahal sudah waktunya salat Jumat," tambahnya.

Pengakuan Kiagus Emil dan Husni Fahmi membuka mata publik tentang kondisi sebenarnya di dalam Rutan KPK. Pungli dan perlakuan tidak manusiawi terhadap tahanan mencerminkan masalah serius dalam sistem penegakan hukum di Indonesia, khususnya dalam lembaga yang seharusnya menjadi simbol pemberantasan korupsi.

Kasus ini tidak hanya menjadi cerminan buruk bagi institusi KPK, tetapi juga menjadi pengingat bahwa reformasi di lembaga penegak hukum masih panjang. Keadilan tidak hanya soal menangkap dan menghukum para pelaku korupsi, tetapi juga memastikan bahwa setiap tahanan, termasuk mereka yang sudah dinyatakan bersalah, tetap diperlakukan secara manusiawi sesuai dengan hak asasi manusia. Ke depan, diharapkan ada tindakan tegas terhadap praktik pungli dan perlakuan tidak manusiawi yang terjadi di dalam Rutan KPK agar tidak ada lagi tahanan yang harus menjalani hukuman di luar vonis pengadilan.

(Mond/Tirto)

#RutanKPK #TahananKPK #Pungli