Breaking News

Petugas Imigrasi Kini Dibekali Senjata Api: Langkah Strategis Menghadapi Risiko Tinggi Penegakan Hukum

Direktur Jenderal Imigrasi Kemenkumham, Silmy Karim. (Dok. Istimewa)


D'On, Jakarta –
Dalam langkah besar yang dianggap sebagai terobosan penting di sektor keimigrasian, pemerintah kini membekali petugas imigrasi dengan senjata api (senpi) saat bertugas. Keputusan ini menjadi sorotan publik setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan revisi Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian pada Kamis (19/9/2024).

Pentingnya penggunaan senjata api bagi petugas imigrasi didorong oleh semakin tingginya risiko yang dihadapi mereka dalam menjalankan tugas, terutama di bidang pengawasan dan penindakan hukum. Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Silmy Karim, memaparkan latar belakang keputusan ini sebagai langkah perlindungan terhadap para petugas yang berada di garis depan pengamanan negara.

“Kami telah menghadapi peristiwa tragis yang menimpa petugas imigrasi. Pada April 2023, seorang petugas Kantor Imigrasi Jakarta Utara gugur akibat ditikam oleh seorang warga negara asing (WNA) yang berusaha melarikan diri dari ruang detensi. WNA tersebut terlibat dalam kasus terorisme dan sedang dalam penanganan Densus 88 Antiteror bersama dengan Imigrasi,” ungkap Silmy dalam keterangannya pada Jumat (27/9/2024). Insiden ini menjadi salah satu pendorong utama disahkannya peraturan baru tersebut.

Risiko Tinggi di Garis Depan Pengamanan Negara

Tugas petugas imigrasi tidak sekadar memastikan kelancaran arus masuk dan keluar orang di perbatasan negara, tetapi juga melakukan pengawasan terhadap pelaku kejahatan transnasional yang sering kali sangat berbahaya. Di area-area rawan konflik, terutama di perbatasan negara, petugas dihadapkan pada risiko yang tinggi saat menangani ancaman seperti perdagangan manusia, penyelundupan narkoba, hingga terorisme.

“Petugas imigrasi kita yang bertugas di perbatasan menghadapi ancaman nyata dari pelaku kejahatan transnasional. Tanpa perlindungan memadai, mereka rentan menjadi sasaran kekerasan,” jelas Silmy. Penggunaan senjata api diharapkan dapat memberikan lapisan perlindungan yang lebih kuat, tidak hanya sebagai alat pertahanan diri, tetapi juga sebagai alat untuk menimbulkan efek gentar bagi pelaku kejahatan yang hendak melawan.

Selain ancaman dari kejahatan terorganisir, petugas imigrasi juga berhadapan dengan situasi kekerasan dalam penegakan hukum di wilayah urban, seperti saat pengawasan di ruang detensi atau saat menangkap WNA yang melanggar hukum keimigrasian. Dalam kasus-kasus tertentu, perlawanan fisik oleh pelanggar sering kali memunculkan potensi bahaya yang sangat nyata bagi petugas di lapangan.

Efektivitas Penegakan Hukum Meningkat Tajam

Seiring dengan meningkatnya ancaman, kinerja Imigrasi dalam penegakan hukum sepanjang tahun 2024 menunjukkan lonjakan yang signifikan. Menurut Silmy, selama Januari hingga September 2024, penindakan keimigrasian mencapai 3.393 kasus, meningkat 124% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Volume operasi pengawasan yang lebih tinggi ini tentu saja meningkatkan risiko yang dihadapi para petugas di lapangan.

“Angka penindakan yang lebih tinggi berarti petugas kami semakin sering berhadapan dengan pelaku kejahatan yang mungkin melakukan perlawanan. Maka, penting bagi kami untuk memastikan mereka dilengkapi dengan perlindungan yang layak,” tambah Silmy.

Dia juga mengakui, langkah memberikan senjata api kepada petugas imigrasi bukanlah tanpa tantangan. Pemerintah berkomitmen untuk memastikan penggunaan senjata api ini diatur dengan ketat, sesuai standar keamanan internasional. “Kita melihat referensi dari negara-negara seperti Singapura, Amerika Serikat, Jerman, Australia, dan Malaysia. Di negara-negara ini, petugas imigrasi sudah diizinkan menggunakan senjata api dalam tugasnya, tentu dengan aturan yang sangat ketat,” kata Silmy.

Peraturan Pelengkap dalam Proses Finalisasi

Namun, penggunaan senjata api oleh petugas imigrasi tidak serta-merta dapat langsung diterapkan. Silmy menegaskan, pemerintah masih menyusun mekanisme rinci terkait penggunaan senjata api ini melalui peraturan menteri. Peraturan ini akan mencakup kriteria khusus mengenai siapa saja petugas yang berhak membawa senjata api, serta aturan ketat mengenai kapan dan bagaimana senjata tersebut boleh digunakan.

“Kami tengah merumuskan standar operasional yang jelas. Ini akan melalui kajian komprehensif dan uji publik, sehingga kami bisa memastikan senjata api digunakan secara bijaksana dan tidak disalahgunakan,” ujar Silmy. Proses finalisasi ini diharapkan dapat menghasilkan aturan yang seimbang antara perlindungan petugas dan pencegahan potensi penyalahgunaan.

Penggunaan senjata api oleh petugas imigrasi adalah langkah progresif yang diambil dengan penuh kehati-hatian, mengingat tantangan besar yang mereka hadapi dalam menjaga keamanan perbatasan negara dan menegakkan hukum keimigrasian. Dengan kriteria yang ketat dan mekanisme yang jelas, pemerintah berharap kebijakan ini dapat meningkatkan efektivitas penegakan hukum, sekaligus memberikan perlindungan optimal bagi para petugas di lapangan.

Menyongsong Era Baru Penegakan Hukum Imigrasi

Dengan tantangan penegakan hukum yang semakin kompleks, kebijakan pembekalan senjata api bagi petugas imigrasi menandai babak baru dalam sejarah keimigrasian Indonesia. Harapannya, selain dapat menjaga keamanan petugas, langkah ini juga memperkuat posisi Indonesia dalam menghadapi ancaman kejahatan lintas negara yang semakin berkembang.

“Ini bukan hanya soal perlindungan diri, tapi juga upaya kami menjaga kedaulatan negara dan memastikan bahwa penegakan hukum di bidang keimigrasian dilakukan dengan profesional dan tangguh,” pungkas Silmy.

(Mond)

#SenjataApi #Imigrasi