Breaking News

Rekayasa Kematian Pemuda Jambi: Dua Oknum Polisi Ditangkap, Keluarga Korban Minta Keadilan

Ilustrasi 

D'On, Jambi –
Sebuah insiden mengejutkan dan tragis mengguncang Provinsi Jambi, setelah dua anggota kepolisian dari Polda Jambi diduga terlibat dalam penganiayaan yang menyebabkan kematian seorang pemuda bernama Ragil Alfarizi (20). Kedua oknum polisi, Bripka YS dan Brigadir FW, kini ditetapkan sebagai tersangka atas tindakan brutal tersebut. Insiden yang terjadi pada Rabu (4/9) itu tak hanya menyisakan duka mendalam bagi keluarga korban, tetapi juga menimbulkan pertanyaan serius tentang integritas aparat penegak hukum.

Penangkapan Tanpa Bukti, Penganiayaan Hingga Kematian

Kronologi kejadian ini dimulai ketika kedua tersangka menangkap Ragil atas tuduhan pencurian laptop milik Kepala SD 35 Desa Tanjung. Namun, tuduhan tersebut tidak pernah dilaporkan secara resmi, apalagi disertai bukti yang kuat. Penangkapan itu dilakukan secara tidak sah ketika Ragil tengah bermain catur bersama temannya, pada hari kejadian. Kombes Andri Ananta Yudhistira, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jambi, dengan tegas menyebut penangkapan tersebut cacat prosedural.

"Penangkapan yang dilakukan oleh anggota kami tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Mereka hanya bertindak berdasarkan informasi tanpa pengaduan resmi atau laporan," ujar Andri dalam pernyataannya, Minggu (29/9).

Setelah penangkapan, Ragil dibawa ke Polsek Kumpeh Ilir sekitar pukul 21.00 WIB. Namun, di sinilah tragedi sesungguhnya dimulai. Ragil diduga mengalami penganiayaan di dalam tahanan, yang menyebabkan kematiannya. Kedua polisi tersebut, yang seharusnya menjaga hukum, justru dituduh melanggar hukum dengan kekerasan berujung kematian.

Upaya Rekayasa Kematian

Ketika kematian Ragil terungkap, situasi berubah semakin mengkhawatirkan. Dari informasi yang beredar, Bripka YS dan Brigadir FW diduga panik setelah menyadari bahwa tindakan mereka telah merenggut nyawa pemuda tak berdosa itu. Dalam kepanikan, mereka diduga mencoba merekayasa fakta kematian dengan menyebarkan narasi bahwa Ragil dianiaya oleh sesama tahanan atau bahkan melakukan bunuh diri. Kombes Andri Ananta memastikan bahwa dugaan rekayasa ini sedang dalam proses investigasi mendalam.

"Kami akan melakukan penyelidikan lebih lanjut, termasuk merekonstruksi ulang kejadian ini untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai kronologi dan tindakan para tersangka," ujar Andri, berjanji bahwa kebenaran akan diungkap melalui proses hukum yang transparan.

Atas tindakan brutal tersebut, Bripka YS dan Brigadir FW dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, serta pasal-pasal tambahan terkait penganiayaan dan penyalahgunaan wewenang yang menyebabkan kematian. Saat ini, kedua tersangka telah diamankan di Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) Polda Jambi untuk menjalani proses hukum lebih lanjut.

Keluarga Ragil: Jeratan di Leher, Lebam di Dada, Kematian yang Penuh Tanda Tanya

Di sisi lain, keluarga Ragil masih terpukul dan bingung menghadapi kematian anak bungsu mereka yang terjadi secara tiba-tiba. Winda, kakak almarhum, dengan lirih mengenang bagaimana keluarga mereka mengetahui kabar penangkapan adiknya dari mulut ke mulut, setelah Ragil diamankan oleh polisi. Mereka segera mendatangi Polsek Kumpeh Ilir sekitar pukul 21.00 WIB, hanya untuk mendengar kabar yang lebih buruk—Ragil telah dilarikan ke puskesmas. Namun, sesampainya di puskesmas, kenyataan pahit itu tak terhindarkan. Petugas puskesmas dengan tenang mengatakan bahwa Ragil sudah meninggal dunia.

"Ketika kami tiba di puskesmas, ayah bertanya kepada petugas, dan mereka mengatakan bahwa Ragil sudah meninggal," tutur Winda, mengenang saat-saat memilukan itu. Keluarga merasa curiga dengan penjelasan tersebut, terutama mengingat rentang waktu yang begitu singkat antara penangkapan dan kematian Ragil—hanya sekitar 30 hingga 40 menit.

Kecurigaan keluarga semakin menguat saat mereka melihat kondisi jasad Ragil. Bekas jeratan di leher serta lebam-lebam di bagian dada menjadi bukti fisik yang jelas bahwa Ragil tidak meninggal dengan cara wajar. "Ada bekas jeratan di lehernya, dan dada adik kami penuh dengan luka lebam," ujar Winda, masih dengan nada penuh duka.

Sang ayah bahkan sempat mencoba mencari jawaban dari pihak kepolisian, namun ia tidak menemukan seorang petugas pun yang bisa memberikan penjelasan pasti tentang penyebab kematian Ragil. Setelah melalui proses autopsi, jenazah Ragil akhirnya dibawa pulang ke rumah duka pada Kamis (5/9) sore, sekitar pukul 18.00 WIB.

Harapan Keluarga: Keadilan untuk Ragil

Bagi keluarga Ragil, kematian putra mereka yang mendadak dan penuh tanda tanya ini harus diusut tuntas. Mereka berharap proses hukum berjalan dengan adil, transparan, dan tidak ada satu pun pelaku yang dilindungi dari jeratan hukum.

"Kami hanya ingin keadilan bagi adik kami. Jangan ada yang ditutup-tutupi. Kami harap pelakunya dihukum setimpal dengan perbuatan mereka," tegas Winda, mewakili suara keluarga yang masih terpukul atas kejadian ini.

Kasus ini tidak hanya menjadi sorotan publik di Jambi, tetapi juga memunculkan kembali perdebatan tentang tindakan brutal aparat dalam menangani masyarakat. Integritas dan profesionalisme kepolisian dipertanyakan, dan masyarakat menuntut transparansi serta akuntabilitas yang lebih tinggi dalam setiap penanganan kasus hukum.

Seiring dengan berjalannya proses hukum, publik akan terus memantau perkembangan kasus ini dengan harapan bahwa keadilan benar-benar ditegakkan. Kematian Ragil, seorang pemuda yang seharusnya masih memiliki masa depan panjang, kini menjadi simbol perjuangan untuk menuntut kebenaran dalam sistem hukum di Indonesia.

(Mond)

#Peristiwa #Polri #Kekerasan #Kriminal