Tragedi Longsor Tambang Emas Ilegal di Kabupaten Solok: Struktur Tanah Labil dan Hujan Lebat Picu Bencana, Belasan Korban Tertimbun
D'On, Kabupaten Solok - Peristiwa tragis yang terjadi di Kabupaten Solok, Sumatera Barat, menggemparkan banyak pihak. Sebuah tambang emas ilegal di Nagari Sungai Abu, Kecamatan Hiliran Gumanti, menjadi saksi bisu ketika tanah longsor menghantam, merenggut nyawa dan harapan belasan penambang yang sedang mencari nafkah. Hingga Jumat malam (27/9/2024), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengonfirmasi sedikitnya 15 korban meninggal dunia, dengan beberapa korban masih terkubur di bawah reruntuhan tanah yang tak berdaya.
Tanah longsor tersebut terjadi setelah hujan deras mengguyur area tambang pada Kamis sore (26/9/2024) sekitar pukul 17.00 WIB. Menurut Abdul Muhari, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, kombinasi antara intensitas hujan yang tinggi dan kondisi tanah yang labil di kawasan tambang ilegal tersebut menjadi penyebab utama musibah ini. Lokasi tambang yang tak memenuhi standar keamanan serta berada di zona rawan bencana semakin memperburuk situasi.
“Struktur tanah di lokasi tersebut memang labil, ditambah dengan hujan deras yang mengguyur kawasan ini selama beberapa hari terakhir, sehingga memicu pergerakan tanah yang kemudian menyebabkan longsor. Ini adalah area yang secara geologis memang rentan mengalami bencana,” ungkap Abdul dalam pernyataan resminya di Jakarta.
Operasi Penyelamatan Terhambat Medan dan Cuaca Ekstrem
Meskipun empat jenazah berhasil dievakuasi, perjuangan tim penyelamat jauh dari kata selesai. Tujuh korban lainnya masih dinyatakan hilang, terkubur di bawah timbunan tanah, sementara tiga orang lainnya menderita luka berat dan tengah menjalani perawatan intensif. Abdul menjelaskan bahwa medan yang berat dan cuaca yang terus memburuk menjadi tantangan besar bagi tim evakuasi yang tergabung dari berbagai lembaga, seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), TNI, Polri, Basarnas, PMI, serta warga setempat.
“Akses menuju lokasi tambang ini sangat sulit. Dari desa terdekat, Nagari Sungai Abu, butuh waktu sekitar lima jam berjalan kaki hanya untuk sampai ke sana. Cuaca buruk, jarak yang jauh, dan risiko longsor susulan membuat upaya pencarian korban menjadi sangat berbahaya,” papar Abdul.
Ditambah lagi, hujan masih terus mengguyur wilayah tersebut. Cuaca yang tidak bersahabat semakin menghambat jalannya proses penyelamatan. Bahkan, potensi longsor susulan masih mengintai, memaksa seluruh personel di lapangan untuk selalu waspada.
Tim gabungan yang terlibat dalam upaya penyelamatan telah bekerja tanpa lelah sejak insiden terjadi. Meski menghadapi segala tantangan, mereka memastikan operasi pencarian dan evakuasi akan terus dilanjutkan setidaknya selama tujuh hari ke depan. “Kami akan berupaya semaksimal mungkin untuk menemukan semua korban, meskipun kondisinya sangat berat,” ujar Abdul.
Risiko Tambang Ilegal dan Kerusakan Lingkungan
Tragedi di Solok ini menyoroti ancaman yang dihadapi oleh banyak masyarakat yang terlibat dalam penambangan emas ilegal di Indonesia, terutama di wilayah yang memiliki struktur tanah labil seperti di Nagari Sungai Abu. Aktivitas tambang ilegal ini tidak hanya berisiko terhadap keselamatan pekerja, tetapi juga menimbulkan dampak serius terhadap lingkungan sekitar.
“Tambang ilegal seperti ini sering kali tidak mematuhi aturan keselamatan kerja dan standar perlindungan lingkungan. Tidak ada studi geoteknis yang memadai atau sistem drainase yang baik untuk mencegah longsor, apalagi di daerah yang rawan bencana seperti ini,” ungkap seorang ahli geologi yang enggan disebutkan namanya.
Eksploitasi sumber daya alam secara liar dan tidak terkendali di kawasan ini menambah beban terhadap alam yang sudah rapuh. Struktur tanah yang sudah labil semakin terkikis oleh aktivitas tambang tanpa perencanaan yang baik, membuat area ini semakin rentan terhadap bencana.
Evakuasi yang Berjalan Lambat
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Solok, Irwan Effendi, menyebutkan bahwa jarak dari desa terdekat menuju lokasi tambang ilegal memang sangat jauh, dan medan yang sulit dilalui menjadi salah satu alasan mengapa proses evakuasi berlangsung lambat. "Tim evakuasi membutuhkan waktu hingga delapan jam untuk mencapai lokasi dari Nagari Sungai Abu. Kondisi di lapangan memang sangat sulit,” ungkapnya.
Meski menghadapi tantangan berat, tim penyelamat tetap gigih dalam upaya mereka. Warga setempat yang turut membantu pencarian juga menunjukkan solidaritas dan kekuatan mental yang luar biasa. Namun, mereka harus menghadapi kenyataan pahit bahwa peluang menemukan korban dalam kondisi selamat semakin kecil seiring berjalannya waktu.
Potensi Hujan Lebat dan Ancaman Longsor Susulan
Prakiraan cuaca di wilayah tersebut juga tidak memberikan kabar baik. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat masih berpotensi terjadi hingga Sabtu (28/9/2024), bahkan disertai petir dan angin kencang di beberapa daerah. Abdul Muhari mengimbau agar seluruh pihak yang terlibat dalam operasi penyelamatan tetap waspada.
“Kami meminta semua tim di lapangan untuk selalu berhati-hati dan memprioritaskan keselamatan diri mereka. Cuaca buruk masih menjadi ancaman, dan potensi longsor susulan sangat mungkin terjadi,” pungkasnya.
Insiden ini menjadi pengingat kelam tentang bahaya yang mengintai di balik eksploitasi tambang ilegal yang tidak memperhatikan aspek keselamatan dan kelestarian lingkungan. Sementara keluarga korban terus menanti kabar baik dari tim penyelamat, Indonesia kembali diingatkan akan pentingnya regulasi dan penegakan hukum terhadap aktivitas tambang yang berisiko tinggi.
(Mond)
#TanahLongsor #TambangEmasIlegal #Peristiwa #SumateraBarat