Breaking News

Aksi Warga di Papua Hadang Rombongan Brimob, Minta Uang Rp 1 Miliar sebagai "Izin Lewat"

Ilustrasi 

D'On, Papua –
Sebuah video yang ramai beredar di media sosial pada Jumat, 5 Oktober 2024, memperlihatkan sekelompok warga Papua mengadang rombongan Brimob bersenjata lengkap di tengah jalan. Tidak sekadar menghadang, mereka meminta uang sebesar Rp 1 miliar sebagai "uang permisi lewat" agar rombongan Brimob dan iring-iringan pejabat tersebut bisa melanjutkan perjalanan. Kejadian ini terjadi di Kabupaten Dogiyai, tepatnya di Distrik Mapia, yang menghubungkan Kabupaten Nabire dan Kabupaten Paniai.

Warga yang terlihat dalam video tersebut tampak berjumlah sekitar 50 orang. Mereka menutup akses jalan utama, dengan tuntutan uang yang mereka sebut sebagai syarat agar jalan dapat kembali dibuka. Aksi tersebut seketika memicu kehebohan, mengingat rombongan Brimob yang diadang adalah bagian dari tim pengamanan salah satu pasangan calon (paslon) Gubernur yang sedang dalam perjalanan untuk berkampanye di Kabupaten Paniai.

Kejadian yang Berlangsung Tegang, Namun Berakhir Damai

Situasi yang terjadi awalnya terlihat menegangkan. Anggota Brimob yang bersenjata lengkap menghadapi sekelompok massa yang marah dan bersikukuh tidak akan membiarkan rombongan melintas tanpa memenuhi tuntutan. Namun, ketegangan tersebut berhasil diredam melalui tindakan negosiasi cepat dari aparat.

AKBP Achmad Fauzan, Kasatgas Humas Operasi Mantap Praja Cartenz II-2024 wilayah Papua Tengah, menjelaskan bahwa pihak kepolisian bergerak dengan pendekatan persuasif. "Kami mengambil langkah negosiasi untuk menghindari adanya konfrontasi yang tidak diinginkan," ungkapnya.

Fauzan memastikan bahwa dialog yang dilakukan berjalan lancar tanpa adanya bentrokan atau kekerasan. “Kami berhasil menenangkan situasi, dan dengan pendekatan yang bijaksana, massa akhirnya bersedia membuka blokade tanpa insiden lebih lanjut,” lanjutnya.

Menurut penuturan Fauzan, aparat yang bertugas menjaga rombongan kampanye tetap berada dalam posisi siap siaga, namun memilih untuk mengutamakan penyelesaian damai. "Tidak ada aksi represif dari Brimob, semuanya diselesaikan melalui komunikasi dan dialog," tambahnya.

Latar Belakang "Uang Permisi Lewat"

Fenomena tuntutan "uang permisi lewat" yang diminta oleh sekelompok warga bukan kali pertama terjadi di wilayah Papua, terutama di daerah pedalaman atau lokasi yang jauh dari pusat perkotaan. Praktik semacam ini sering kali dipandang sebagai bagian dari budaya lokal yang telah berlangsung lama, di mana masyarakat menganggap jalan atau wilayah tertentu sebagai bagian dari hak mereka yang sah.

Namun, permintaan dalam jumlah besar seperti Rp 1 miliar ini menjadi sesuatu yang jarang terjadi dan mengundang perhatian publik secara nasional. Sebagian pihak menilai fenomena ini sebagai cerminan dari rasa ketidakadilan ekonomi dan sosial yang dirasakan oleh sebagian warga Papua, terutama yang tinggal di daerah terpencil.

Kampanye Berjalan Lancar Setelah Negosiasi

Setelah palang dibuka, rombongan yang terdiri dari anggota Brimob dan paslon Gubernur tersebut melanjutkan perjalanan menuju Kabupaten Paniai. Kampanye yang direncanakan pun berjalan lancar, tanpa gangguan lebih lanjut. "Setelah aksi tersebut, tidak ada lagi hambatan selama kampanye berlangsung. Rombongan kembali ke Nabire dengan aman," ungkap Fauzan.

Kejadian ini menjadi sorotan publik dan membuka kembali diskusi mengenai perlunya pendekatan yang lebih intensif dari pemerintah dalam memahami dinamika sosial dan kultural di Papua. Dengan mengutamakan dialog, aparat keamanan diharapkan mampu menjaga ketertiban dan keamanan tanpa memicu konflik yang lebih besar.

Meskipun aksi hadang semacam ini berakhir damai, banyak yang mempertanyakan akar masalah dari tuntutan warga, serta sejauh mana perhatian pemerintah terhadap kondisi masyarakat setempat. Apa yang terjadi di Distrik Mapia ini mungkin hanya salah satu dari banyak tantangan yang dihadapi di Papua, terutama dalam proses pembangunan yang sering kali tidak berjalan merata.

(Mond)

#Brimob #Peristiwa #Papua