Islam Tegaskan Pentingnya Hubungan Intim dalam Pernikahan: Tanpa Jima', Pernikahan Bisa Batal
Ilustrasi
Dirgantaraonline - Dalam Islam, pernikahan adalah ikatan yang suci antara seorang laki-laki dan perempuan yang bertujuan untuk membentuk keluarga yang harmonis, menjaga kehormatan diri, serta melahirkan keturunan. Namun, muncul pertanyaan mengenai kedudukan sebuah pernikahan apabila suami isteri memilih untuk tidak melakukan hubungan intim, atau jima', meskipun mereka hidup bersama dalam satu rumah.
1. Prinsip Umum Pernikahan dalam Islam
Islam sangat menekankan pentingnya pernikahan sebagai sarana untuk menjaga kesucian diri dan keturunan. Salah satu tujuan utama dari pernikahan adalah untuk memenuhi kebutuhan biologis dan psikologis pasangan secara halal dan terhormat. Rasulullah SAW sendiri sangat menganjurkan pernikahan, khususnya dengan wanita yang subur dan penuh kasih sayang, seperti yang disebutkan dalam hadits:
“Nikahilah wanita yang subur dan penuh kasih sayang, karena sesungguhnya aku akan bangga dengan banyaknya jumlah kalian di hari kiamat.” (HR. Nasa'i dan Abu Daud, disahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Targhib).
Dalam hadits ini, terlihat bahwa salah satu tujuan penting dari pernikahan adalah melahirkan keturunan, yang jelas membutuhkan adanya hubungan intim atau jima' antara suami dan isteri.
2. Hukum Hidup Bersama Tanpa Hubungan Jima'
Secara umum, suami isteri yang tinggal bersama tanpa adanya jima' adalah hal yang tidak lazim dan bertentangan dengan fitrah manusia. Hal ini dikarenakan jima' adalah salah satu hak yang harus dipenuhi oleh suami maupun isteri. Syariat menempatkan hubungan jima' sebagai kewajiban yang tidak boleh diabaikan, kecuali ada kondisi tertentu yang membuatnya terhalang, seperti usia lanjut atau adanya masalah kesehatan.
Namun demikian, syariat membedakan kondisi tersebut berdasarkan beberapa situasi:
Pasangan yang sudah tua atau tidak memiliki hasrat seksual: Dalam kasus ini, jika baik suami maupun isteri sudah tidak memiliki syahwat lagi, maka boleh saja mereka hidup bersama tanpa adanya jima'. Kondisi ini bisa dimaklumi karena hubungan mereka lebih didasarkan pada kasih sayang dan kebersamaan di usia senja.
Salah satu pasangan mengalami disfungsi seksual: Misalnya, jika suami mengalami impotensi atau isteri memiliki kelainan yang menghalanginya untuk berjima', maka boleh saja jika salah satu pihak memilih untuk bersabar dan tetap bersama pasangannya tanpa melakukan hubungan intim, asalkan mereka ikhlas dan ridha dengan keadaan tersebut. Namun, dalam kondisi seperti ini, jika sang suami tidak dapat memenuhi hak jima' dari isterinya, maka dia diperbolehkan untuk menikah lagi agar tetap bisa menyalurkan syahwatnya dengan cara yang halal.
3. Pernikahan Tanpa Jima' dalam Perspektif Fiqih
Para ulama fiqih membedakan antara syarat pernikahan yang melarang jima' dan pernikahan yang dilakukan dengan kesepakatan untuk tidak melakukan jima'. Ada dua kondisi yang penting untuk dipahami:
Menetapkan syarat bahwa jima' tidak halal dalam pernikahan: Menurut mayoritas ulama, syarat ini tidak sah dan pernikahan menjadi batal. Ini karena pernikahan tanpa jima' bertentangan dengan tujuan pernikahan itu sendiri.
Kesepakatan untuk tidak melakukan jima': Dalam hal ini, para ulama berbeda pendapat. Mayoritas ulama dari mazhab Hanafi dan Hambali berpendapat bahwa pernikahannya tetap sah, tetapi syarat untuk tidak melakukan jima' dianggap batal. Sedangkan dalam mazhab Maliki dan Syafi'i, syarat tersebut dapat membatalkan pernikahan karena dianggap bertentangan dengan tujuan pernikahan yang hakiki.
4. Nasihat kepada Pasangan yang Tidak Berjima'
Islam menganjurkan agar suami isteri menjalankan pernikahan sesuai dengan fitrah yang telah Allah ciptakan. Pernikahan adalah sarana untuk menyalurkan cinta, kasih sayang, dan syahwat dengan cara yang halal. Menolak jima' dalam pernikahan tanpa alasan yang sah bisa berpotensi merusak hubungan dan menimbulkan masalah di kemudian hari.
Firman Allah dalam Al-Quran menyebutkan bahwa salah satu tujuan pernikahan adalah untuk menciptakan ketenteraman dan kasih sayang di antara suami dan isteri:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kamu rasa kasih sayang.” (QS. Ar-Rum: 21)
Dengan demikian, pasangan suami isteri yang memutuskan untuk hidup bersama tanpa jima' sebaiknya memahami bahwa pernikahan memiliki tujuan yang lebih luas, termasuk menjaga kesucian diri dan melahirkan keturunan. Memenuhi hak pasangan dalam hal ini adalah bagian dari keharmonisan rumah tangga.
Dalam Islam, pernikahan tanpa jima' bisa saja terjadi, tetapi harus dipahami dalam konteks yang tepat. Jika kondisi tersebut disebabkan oleh usia tua atau disfungsi seksual, maka hal itu dapat diterima selama kedua belah pihak ridha. Namun, jika pasangan masih memiliki syahwat dan menolak untuk saling memenuhi kebutuhan tersebut, maka pernikahan semacam ini bertentangan dengan tujuan utama pernikahan dalam Islam. Wallahu a'lam.
(Rini)
#Jima #Islami #Religi