Jokowi Dilarang Serahkan Nama Capim KPK ke DPR: Istana Anggap Tak Ada Masalah
D'On, Jakarta - Istana Kepresidenan menegaskan bahwa tidak ada masalah siapa yang akan mengirimkan daftar calon pimpinan (capim) dan calon dewan pengawas (cadewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menjalani fit and proper test. Pernyataan ini muncul sebagai respons atas somasi dari Boyamin Saiman, Ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), yang meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk tidak menyerahkan nama-nama tersebut.
Boyamin menyampaikan bahwa kewenangan tersebut seharusnya menjadi hak presiden terpilih, Prabowo Subianto, yang akan dilantik pada 20 Oktober 2024. Menurutnya, penyerahan ini sudah tidak relevan dilakukan oleh Jokowi karena masa jabatannya akan segera berakhir.
Respons Istana: Penyerahan Hanya Urusan Administratif
Dalam menanggapi somasi tersebut, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono, menjelaskan bahwa secara substansi tidak ada perbedaan siapapun yang menyerahkan nama-nama itu ke DPR, apakah Presiden Jokowi atau Prabowo setelah pengangkatan. "Secara substansi, tidak ada masalah siapa yang akan menyerahkan nama-nama Calon Pimpinan KPK dan Dewas ke DPR, apakah Presiden Jokowi atau Presiden Terpilih Prabowo sesudah pengangkatan tanggal 20 Oktober mendatang," ujar Dini.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa proses penyerahan nama ini hanyalah bagian dari pelaksanaan amanah Undang-Undang. Sesuai dengan UU KPK, batas waktu penyerahan nama capim dan cadewas kepada DPR adalah 14 hari setelah panitia seleksi menyerahkan daftar tersebut kepada presiden.
"Penyerahan nama-nama oleh presiden ke DPR semata-mata merupakan pelaksanaan amanah UU agar tidak melewati batas waktu maksimal yang sudah ditentukan," jelas Dini.
Persoalan Hukum dan Gugatan MAKI
Boyamin Saiman berpegang pada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah masa jabatan pimpinan KPK dari semula empat tahun menjadi lima tahun. Putusan ini muncul sebagai hasil uji materi yang diajukan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, pada November 2022. Berdasarkan putusan tersebut, Boyamin berpendapat bahwa Jokowi tidak lagi memiliki hak untuk menyerahkan daftar calon pimpinan KPK kepada DPR.
Menurut Boyamin, penyerahan ini seharusnya dilakukan oleh Prabowo setelah pelantikannya sebagai presiden. Jika somasinya diabaikan, Boyamin bahkan mengancam akan membawa persoalan ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk membatalkan surat presiden kepada DPR terkait penyerahan nama capim dan cadewas.
"Dasar pelarangan ini adalah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 122/PUU-XX/2022, di mana masa jabatan pimpinan KPK diubah dari empat menjadi lima tahun. Oleh karena itu, seharusnya kewenangan ini menjadi hak presiden yang baru setelah dilantik," tegas Boyamin dalam pernyataannya.
Proses Seleksi dan Waktu Penyerahan
Panitia Seleksi (Pansel) yang dipimpin oleh Muhammad Yusuf Ateh telah menyelesaikan seleksi terhadap calon pimpinan dan dewan pengawas KPK. Sebanyak 10 calon pimpinan dan 10 calon dewan pengawas yang telah lolos uji wawancara kini menunggu tahapan berikutnya, yaitu fit and proper test oleh DPR.
Dalam proses ini, 10 calon pimpinan KPK akan dipilih oleh DPR melalui voting, sementara 10 calon dewan pengawas akan dikembalikan kepada presiden untuk dipilih langsung. Mengingat batas waktu penyerahan yang ditentukan UU adalah 14 hari sejak Pansel menyerahkan daftar tersebut, maka Presiden Jokowi memiliki waktu hingga 14 Oktober 2024 untuk menyampaikan nama-nama tersebut kepada DPR.
Namun, Dini Purwono menegaskan bahwa penyerahan ini hanya bersifat administratif. Proses seleksi telah selesai dan siapapun yang menyerahkan daftar tersebut, hasilnya tidak akan berubah. "Karena siapa pun yang menyerahkan, hasil yang disampaikan akan tetap sama sesuai proses seleksi Pansel," tambah Dini.
Dampak Bagi KPK
Isu ini memunculkan pertanyaan tentang kesinambungan kepemimpinan di KPK, mengingat pergantian pimpinan selalu menjadi perhatian publik. KPK sebagai lembaga yang berperan besar dalam pemberantasan korupsi di Indonesia menghadapi tantangan besar dengan pergantian ini. Bagaimana DPR dan presiden baru akan memilih pemimpin KPK menjadi sorotan, terutama di tengah semakin kompleksnya persoalan korupsi di Indonesia.
Boyamin dan pihak MAKI memandang keputusan ini bukan sekadar urusan administratif, melainkan terkait dengan otoritas dan kewenangan pemimpin baru yang dianggap lebih tepat untuk menentukan calon-calon pimpinan KPK.
Dengan semua perkembangan ini, publik kini menunggu langkah berikut dari Istana dan DPR, serta bagaimana nasib KPK di tengah polemik pergantian kepemimpinan ini.
(Mond)
#Jokowi #CapimKPK #Nasional