Breaking News

Kejagung Tetapkan Mantan Mendag Tom Lembong sebagai Tersangka Kasus Impor Gula, Negara Rugi Rp 400 Miliar

Mantan Menteri Perdagangan 2015-2016, Thomas Lembong, mengenakan rompi tahanan setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula oleh Kejaksaan Agung di Jakarta, Selasa (29/10/2024). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO.


D'On, Jakarta –
Dalam perkembangan terbaru penyidikan dugaan korupsi terkait kebijakan importasi gula, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Mantan Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Thomas Trikasih Lembong, sebagai tersangka. Dugaan tindak pidana ini diperkirakan menimbulkan kerugian negara hingga mencapai Rp 400 miliar.

Penyidikan yang dipimpin oleh Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, mengungkap bahwa Thomas Lembong, yang menjabat sebagai Menteri Perdagangan pada periode 2015-2016, diduga melakukan pelanggaran terkait persetujuan impor gula kristal mentah. "TTL selaku Menteri Perdagangan periode 2015 sampai 2016," jelas Qohar dalam konferensi pers yang diadakan di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, pada Selasa (29/10).

Tidak hanya Thomas Lembong, Kejagung juga menetapkan CS, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) pada periode yang sama, sebagai tersangka. Keduanya terjerat dalam kasus yang mencuat pada 2015, di mana pemerintah melalui rapat koordinasi antar kementerian menyimpulkan bahwa Indonesia saat itu mengalami surplus gula. Dalam kondisi demikian, secara kebijakan, negara tidak seharusnya melakukan impor gula.

Namun, meski Indonesia dinyatakan memiliki cadangan gula yang mencukupi, Lembong justru diduga mengeluarkan izin impor gula kristal mentah kepada PT AP sebanyak 105 ribu ton. Izin ini diduga diberikan tanpa melalui rapat koordinasi dengan kementerian terkait, yang merupakan prosedur standar. Gula kristal mentah yang diimpor oleh PT AP tersebut kemudian diolah menjadi gula kristal putih—yang berdasarkan ketentuan, hanya boleh diimpor oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), bukan oleh pihak swasta.

Langkah yang Menuai Kontroversi

Langkah Lembong saat itu kian dipertanyakan karena pada 28 Desember 2015, sebuah rapat koordinasi kembali digelar di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Dalam rapat tersebut, diungkapkan bahwa Indonesia akan menghadapi kekurangan gula kristal pada tahun 2016 sebanyak 200 ribu ton. Kekurangan ini diperkirakan akan mempengaruhi stabilitas harga gula di pasar domestik dan berpotensi mengganggu pemenuhan stok nasional.

Meski demikian, pada November hingga Desember 2015, CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI memerintahkan staf senior manager bahan pokok PT PPI yang bernama P untuk mengadakan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta yang bergerak di sektor gula. Tujuan dari pertemuan ini adalah untuk mengoordinasikan importasi gula kristal mentah oleh perusahaan-perusahaan tersebut, meski secara ketentuan, hanya BUMN yang memiliki kewenangan untuk melakukan impor gula kristal putih.

Kejanggalan ini semakin terlihat ketika delapan perusahaan swasta tersebut, yang sejatinya hanya memiliki izin untuk memproduksi gula kristal rafinasi untuk kebutuhan industri makanan, minuman, dan farmasi, malah mengimpor gula kristal mentah yang kemudian diolah menjadi gula kristal putih. Lebih lanjut, gula kristal putih yang diproduksi dari bahan mentah ini dijual ke pasar umum dengan harga yang jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah pada saat itu, yakni Rp 13 ribu per kilogram. Perusahaan swasta tersebut menjualnya dengan harga Rp 16 ribu per kilogram.

Modus Operasi dan Kerugian Negara

Menurut Qohar, PT PPI seolah-olah berperan sebagai pembeli gula tersebut dari perusahaan swasta, padahal pada kenyataannya gula itu dijual langsung ke pasar oleh perusahaan-perusahaan tersebut. Dalam proses ini, PT PPI hanya menerima fee sebesar Rp 105 per kilogram dari delapan perusahaan yang terlibat dalam pengolahan dan penjualan gula kristal putih.

Kegiatan importasi yang tidak sesuai dengan aturan hukum ini, lanjut Qohar, mengakibatkan kerugian negara yang cukup besar. "Bahwa kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan UU berlaku, negara dirugikan sebesar kurang lebih Rp 400 miliar," ungkapnya.

Penetapan Thomas Lembong dan CS sebagai tersangka dalam kasus korupsi ini menandai babak baru dalam penyelidikan skandal importasi gula yang telah berlangsung sejak beberapa tahun terakhir. Kasus ini menyoroti lemahnya pengawasan dan pelanggaran serius terhadap regulasi importasi, terutama dalam sektor pangan strategis seperti gula, yang berpengaruh langsung terhadap stabilitas harga dan ketersediaan bahan pokok di pasar domestik.

Kejagung berjanji akan terus mendalami kasus ini, termasuk mengusut keterlibatan pihak-pihak lain yang diduga turut berperan dalam meloloskan kebijakan impor yang berpotensi merugikan negara. Proses hukum yang sedang berlangsung diharapkan dapat memberikan keadilan dan menegakkan integritas kebijakan perdagangan di Indonesia.

(Mond)

#TomLembong #Korupsi #KorupsiImporGula #Kejagung