Breaking News

Kekerasan di Balik Dinding Pesantren: Santri Disiram Air Cabai, Istri Pimpinan Ponpes Aceh Ditangkap

Seorang santri di Aceh diduga disiram air cabai oleh istri pimpinan pondok pesantren.


D'On, Aceh Barat –
Sebuah kasus kekerasan yang mengejutkan publik kembali terjadi, kali ini menimpa seorang santri berusia 15 tahun di sebuah pondok pesantren (dayah) di Desa Pante Ceureumen, Kabupaten Aceh Barat. Pelakunya diduga NN, seorang perempuan berusia 40 tahun yang tak lain adalah istri dari pimpinan pesantren tersebut. Ia ditangkap oleh tim Satuan Reserse Kriminal Polres Aceh Barat pada Rabu (2/10), setelah dituduh menyiram air cabai ke tubuh korban.

Kasus ini mencuat setelah korban, dengan luka fisik dan trauma psikologis, berani melapor ke pihak kepolisian pada Selasa malam (1/10). Sang santri yang masih di bawah umur tersebut mengaku disiram air cabai oleh NN karena kesalahan yang dilakukannya di pesantren. Namun, tindakan keras yang diterimanya jauh melampaui batas, mengakibatkan luka bakar di bagian tubuh korban yang menimbulkan rasa sakit dan panas luar biasa.

"Kami menangkap NN karena adanya dugaan tindak kekerasan terhadap seorang santri," ujar Iptu Fachmi Suciandy, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Aceh Barat. Ia menjelaskan bahwa kejadian penyiraman tersebut berlangsung pada Senin (30/9) di dalam lingkungan pesantren yang terletak di Kecamatan Pante Ceureumen. Korban yang menderita akibat tindakan tersebut akhirnya dijemput oleh keluarganya dan kini tengah dirawat oleh sang nenek untuk memulihkan kondisi fisiknya.

Polisi bergerak cepat begitu laporan diterima. Menurut keterangan dari aparat, NN langsung diamankan dari kediamannya untuk menjalani pemeriksaan intensif di Mapolres Aceh Barat. Saat ini, pihak kepolisian tengah menggali informasi lebih lanjut dengan memeriksa saksi-saksi, baik dari pihak pesantren maupun masyarakat sekitar.

Pesantren yang Ternoda Kekerasan

Pondok pesantren, institusi yang seharusnya menjadi tempat belajar dan pembentukan karakter bagi santri, justru menjadi saksi bisu dari kekerasan yang tak manusiawi. Kasus ini menimbulkan pertanyaan serius tentang sistem pengawasan dan perlindungan terhadap anak di bawah umur yang tinggal dan belajar di lingkungan tersebut.

Beberapa sumber menyebutkan, korban diduga melakukan kesalahan yang tidak terlalu berat, namun mendapatkan hukuman yang terlampau keras dari NN. Tindakan ini menimbulkan kecaman keras dari berbagai kalangan, terutama terkait perlindungan hak anak di pesantren.

Korban yang masih di usia remaja harus menjalani hari-hari penuh tekanan dan ketakutan di pesantren tersebut, sebelum akhirnya kasus ini terungkap ke publik. Keluarga korban kini berharap agar pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal dan anak mereka dapat pulih secara fisik maupun mental.

Kekerasan di Pesantren, Bukan Kasus Pertama

Kekerasan di lingkungan pesantren bukan kali pertama menjadi sorotan publik. Sebelumnya, beberapa kasus serupa mencuat di berbagai daerah, meski sebagian besar tidak terungkap atau diselesaikan di luar jalur hukum. Kejadian ini menimbulkan keprihatinan mendalam tentang kesejahteraan dan keamanan para santri, khususnya yang masih di bawah umur.

Pengawasan terhadap operasional pesantren dan perlindungan terhadap santri sering kali lemah, sehingga memungkinkan terjadinya kekerasan. Banyak santri yang memilih bungkam, karena takut akan dampak lebih buruk jika melawan atau melapor. Kasus di Aceh Barat ini diharapkan bisa menjadi pembuka mata bagi masyarakat dan pihak berwenang untuk lebih memperketat pengawasan, serta memberikan perlindungan yang lebih baik bagi para santri.

Proses Hukum Berjalan

Hingga saat ini, NN masih dalam proses pemeriksaan intensif oleh penyidik. Polisi menyatakan akan terus mendalami kasus ini dengan memanggil saksi-saksi yang ada, baik dari pihak korban maupun pesantren. "Kami masih mengumpulkan keterangan saksi untuk melengkapi bukti-bukti," ujar Iptu Fachmi Suciandy.

Kasus ini akan menjadi ujian bagi penegakan hukum di Aceh Barat, khususnya terkait kekerasan terhadap anak di bawah umur yang terjadi di lingkungan pendidikan agama. Masyarakat berharap agar kasus ini ditangani dengan adil dan transparan, serta memberi efek jera bagi para pelaku kekerasan.

Di tengah hiruk-pikuk pemberitaan, korban kini tengah berjuang untuk pulih, tidak hanya dari rasa sakit fisik, tetapi juga luka batin yang ia rasakan. Keluarganya berharap, keadilan dapat ditegakkan dan tragedi ini tidak terulang kembali di pesantren-pesantren lain di Aceh maupun seluruh Indonesia.

(Mond)

#Kekerasan #PondokPesantren