Breaking News

Maruarar Sirait Gebrak Meja di Rapat Kementerian PKP: Bongkar Buruknya Birokrasi yang Meresahkan

Menteri PKP Maruarar Sirait, dikenal sebagai Ara, beberapa kali menghentak meja dalam rapat internal pada Senin, 28 Oktober 2024, karena frustrasi dengan birokrasi yang buruk di kementeriannya.


D'On, Jakarta –
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait—atau yang lebih dikenal dengan sapaan akrabnya, Ara—tak bisa lagi menahan kegeramannya. Di hadapan jajaran kementerian, Ara mengguncang suasana dengan gebrakan meja keras, mengungkapkan kemarahannya atas lambannya birokrasi yang terus menjadi hambatan dalam menjalankan tugas kementerian. Kekesalan tersebut memuncak setelah surat penting yang ia kirimkan ke Jaksa Agung ST Burhanuddin mengalami keterlambatan yang tak dapat diterima.

Surat yang sudah ditandatangani sejak 22 Oktober 2024 itu, seharusnya tiba dalam hitungan hari. Namun kenyataannya, surat tersebut baru sampai ke tangan Jaksa Agung enam hari kemudian, pada 28 Oktober 2024. "Saya itu menteri. Tanggal 22 kirim surat, tanggal 28 baru sampai," ujar Maruarar dengan nada suara yang jelas menunjukkan kekecewaannya. Ia berbicara dalam rapat internal kementerian yang disiarkan langsung melalui kanal YouTube Kementerian PKP pada Rabu, 30 Oktober 2024.

Rasa Malu dan Krisis Kepercayaan

Perasaan malu melingkupi dirinya ketika Jaksa Agung ST Burhanuddin, yang dijumpainya dalam acara retret Kabinet Merah Putih di Magelang, menyampaikan bahwa surat dari Ara belum juga diterima. Saat pertemuan itu, Burhanuddin bahkan sudah memeriksa apakah surat sudah tiba, dan hasilnya nihil. Maruarar pun semakin marah saat menyadari bahwa proses administrasi di kementeriannya tidak berjalan sebagaimana mestinya.

"Pak Jaksa Agung bilang sama saya, dia belum terima surat itu. Di Magelang, saat acara kabinet, dia mengecek dan ternyata surat belum sampai. Saya minta sekarang, semua surat yang saya kirim harus ada tanda terima, harus jelas siapa yang menerimanya dan kapan," ungkap Maruarar dengan nada tegas.

Kemarahan Ara tak hanya terkait satu insiden. Baginya, ini adalah gambaran nyata dari masalah yang lebih besar, yaitu birokrasi yang lamban dan tidak efisien, yang menghambat pelayanan publik. "Ngeri, ya. Pantas saja surat ke Jaksa Agung belum sampai. Mengerikan birokrasi kita. Menteri sudah tanda tangan surat tanggal 22, baru sampai di sana tanggal 28. Surat menteri saja seperti ini, bagaimana dengan surat-surat lain?" tanyanya sambil kembali menggebrak meja, mempertegas kekesalannya.

Bukan Hanya Kesal, Tapi Tanggung Jawab Pribadi

Tak berhenti di situ, Maruarar juga menyinggung soal tanggung jawab pegawai di kementeriannya yang dianggap tidak sigap dalam menjalankan tugas. Ia merasa sudah melakukan bagiannya sebagai menteri, namun kecewa karena kinerja para bawahannya belum sesuai dengan standar yang diharapkan. Kritik keras tersebut disampaikan bukan hanya sebagai bentuk kekecewaan, tetapi juga sebagai teguran untuk meningkatkan kinerja birokrasi di kementerian yang dipimpinnya.

"Saya malu sama Jaksa Agung. ‘Pak Ara, suratnya belum sampai mana?’ Bagaimana kita mau melayani publik kalau cara kerja kita seperti ini?" lanjutnya, semakin memperkuat kesan frustasi yang dirasakannya.

Ara bahkan menawarkan solusi ekstrem yang menunjukkan dedikasinya. Ia bersedia menggunakan dana pribadinya jika memang hal tersebut diperlukan untuk memperbaiki kinerja kementerian. "Kalau bapak tidak bisa siapkan sekretaris yang dari sini, saya biayai sendiri. Kalau bapak kekurangan peralatan, biar saya beli sendiri. Kalau kita ada kendala fasilitas atau tidak ada anggaran, saya pakai uang sendiri," ujarnya dengan penuh semangat.

Tantangan Reformasi Birokrasi yang Tidak Kunjung Selesai

Apa yang dilakukan Maruarar Sirait ini bukanlah insiden biasa, melainkan cermin dari permasalahan mendalam dalam sistem birokrasi di Indonesia, khususnya di kementerian yang ia pimpin. Birokrasi yang lamban, kurangnya tanggung jawab pegawai, hingga proses yang berbelit-belit, menjadi hambatan yang terus menggerogoti pelayanan publik dan efektifitas pemerintahan.

Gebrakan meja Ara tidak hanya menjadi ekspresi kemarahan pribadi, tetapi juga sebuah seruan untuk perubahan nyata. Sebagai pemimpin yang dikenal dengan sikap tegas dan pragmatis, Ara menuntut akselerasi dalam reformasi birokrasi, agar kementerian bisa memberikan pelayanan publik yang lebih baik dan cepat.

Kini, pertanyaan besarnya adalah: apakah teguran keras ini akan membawa perubahan signifikan, ataukah ini hanya akan menjadi bagian dari drama birokrasi yang selalu terjadi di balik layar pemerintahan?

(Mond)

#MaruararSirait #Nasional #MenteriPKP