Breaking News

Massa AMAN Ricuh di DPRD Sinjai: Tolak Penetapan Kawasan Hutan di Tanah Adat

Aksi unjuk rasa Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di kantor DPRD Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, pada Jumat (11/10/2024) berujung ricuh.


D'On, Sinjai -
Ratusan anggota Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, pada Jumat, 11 Oktober 2024, yang berakhir dengan kericuhan. Aksi ini menjadi puncak kekesalan masyarakat adat Desa Bontokatute dan Desa Barambang, Kecamatan Sinjai Borong, atas penetapan kawasan hutan negara yang mencakup wilayah adat mereka—tanah yang telah mereka huni dan rawat selama berabad-abad.

Dari pagi, pengunjuk rasa mulai berkumpul di halaman gedung DPRD Sinjai. Suasana awalnya damai, namun ketegangan mulai terasa saat mereka mengibarkan spanduk besar dengan pesan yang tak terbantahkan: "Tolak Penetapan Kawasan Hutan Negara di Tanah Adat Kami." Spanduk ini menjadi simbol perlawanan masyarakat adat yang merasa keberadaannya terancam oleh kebijakan yang dinilai merampas tanah leluhur mereka.

Setelah beberapa waktu, massa bergerak masuk ke ruang paripurna DPRD. Di sini, emosi semakin tak terbendung. Para pengunjuk rasa memenuhi ruangan, meletakkan spanduk di meja pimpinan DPRD sebagai simbol penuntutan. Mereka berharap, di tempat inilah, suara mereka akan didengar. Namun, harapan itu berubah menjadi kemarahan ketika tidak satu pun anggota DPRD dari Komisi 3, yang bertanggung jawab atas persoalan ini, hadir untuk menemui mereka.

Sebelumnya, pihak pengunjuk rasa telah dijanjikan bahwa perwakilan Komisi 3 akan menemui mereka usai salat Jumat. Waktu terus berlalu, hingga sore hari, namun tak ada tanda-tanda kehadiran para anggota dewan yang dinanti. Kekecewaan dan frustrasi meluap. Dalam suasana yang semakin memanas, beberapa demonstran akhirnya mengekspresikan kemarahan mereka dengan merusak fasilitas ruang paripurna. Meja dan kursi di ruangan itu dihancurkan dengan keras, seolah menjadi simbol perlawanan terhadap kebijakan yang mereka anggap tidak adil.

Salah satu demonstran, yang berasal dari Desa Barambang, berbicara dengan nada getir. "Kami sudah menunggu terlalu lama. Tanah adat ini adalah identitas kami, tempat kami hidup dan mati. Kami tidak bisa hanya diam sementara mereka terus berusaha merebutnya dengan dalih kawasan hutan negara."

Pihak keamanan yang berjaga segera berusaha meredakan situasi. Meskipun ketegangan mencapai puncaknya, aparat keamanan akhirnya berhasil menenangkan massa yang mulai kehilangan kesabaran.

Di antara 30 anggota DPRD Sinjai, hanya satu yang hadir untuk menerima aspirasi para pengunjuk rasa: Muzawwir, anggota dewan dari Partai Hanura. Ia tampak berusaha meredam ketidakpuasan masyarakat dengan berjanji akan segera menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang melibatkan semua pihak terkait.

"Kami akan mengadakan RDP pada Kamis mendatang. Kami akan memanggil stakeholder serta instansi terkait untuk membahas persoalan penetapan kawasan masyarakat adat ini," ungkap Muzawwir. Namun, janji ini seolah belum cukup bagi para pengunjuk rasa yang telah terlalu lama menanti keadilan.

Penetapan kawasan hutan negara di wilayah adat telah menjadi sumber konflik yang terus membara di banyak daerah di Indonesia. Bagi masyarakat adat, tanah adalah lebih dari sekadar ruang fisik—ia adalah warisan budaya, sumber kehidupan, dan identitas mereka yang paling mendalam. Pemerintah daerah dan pusat pun sering kali dihadapkan pada dilema antara melindungi hutan sebagai aset negara dan mengakui hak-hak tradisional masyarakat adat.

Aksi ini bukanlah yang pertama kali dilakukan oleh AMAN. Mereka telah berjuang selama bertahun-tahun untuk mendapatkan pengakuan atas tanah adat mereka yang sering kali berbenturan dengan berbagai kebijakan pemerintah. Salah satu tuntutan utama dalam aksi ini adalah agar DPRD Sinjai segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat, yang diharapkan bisa memberikan perlindungan hukum bagi hak-hak masyarakat adat.

Namun, jalan menuju keadilan tampaknya masih panjang. Bagi masyarakat adat di Sinjai Borong, aksi ini adalah salah satu bentuk perlawanan yang harus mereka tempuh demi menjaga warisan leluhur mereka. Bagaimana hasilnya kelak, masih menjadi pertanyaan yang menggantung di benak banyak orang.

Aksi ini mengingatkan kita bahwa perjuangan hak-hak masyarakat adat tidak hanya soal tanah, melainkan soal identitas dan kelangsungan hidup yang berakar pada sejarah panjang hubungan manusia dengan alamnya. Ketidakadilan yang mereka rasakan, jika terus diabaikan, hanya akan memperbesar jurang antara masyarakat adat dan kebijakan negara yang seharusnya melindungi mereka.

(Mond)

#Peristiwa #Rusuh #DPRDSinjai