Breaking News

Memahami Keimanan kepada Takdir: Fondasi Iman yang Sering Disalahpahami


Dirgantaraonline -
Takdir merupakan bagian yang sangat mendasar dalam ajaran Islam. Kepercayaan kepada takdir menjadi salah satu dari enam rukun iman yang wajib diimani oleh setiap Muslim. Tanpa keimanan kepada takdir, seseorang belum bisa dikatakan beriman dengan sempurna. Hal ini dikarenakan takdir adalah bagian dari kekuasaan dan kehendak Allah SWT. Setiap detail kehidupan, sekecil apapun, termasuk pergerakan daun yang jatuh, telah diatur oleh takdir Allah.

Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Quran:

إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ

“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut takdir.”

(QS. Al-Qamar: 49)

Ayat ini menunjukkan bahwa segala yang ada di alam semesta ini, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, telah ditetapkan oleh Allah. Dengan memahami hal ini, seorang Muslim dituntut untuk meyakini bahwa segala peristiwa yang terjadi dalam hidupnya, baik yang menyenangkan maupun yang menyedihkan, semuanya adalah bagian dari ketentuan Allah.

Takdir dan Kedudukan Iman

Rasulullah SAW menjelaskan tentang takdir dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Malaikat Jibril. Ketika Jibril datang dalam bentuk manusia dan bertanya kepada Nabi SAW tentang apa itu iman, beliau menjawab:

أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ

“Engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, kepada hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.”

(HR Muslim no. 8)

Keimanan kepada takdir bukan hanya percaya bahwa segala sesuatu telah ditetapkan, tetapi juga menerima dengan lapang hati apapun yang terjadi. Sayangnya, banyak Muslim yang belum memahami hal ini dengan baik, terutama ketika mereka menghadapi ujian atau musibah. Mereka cenderung menyalahkan takdir, bahkan mempertanyakan ketetapan Allah ketika hal-hal buruk menimpa mereka.

Sebagaimana yang dikatakan Umar bin Khattab ra, “Takdir itu adalah kekuasaan Allah, barangsiapa ingkar kepada takdir maka dia mendustakan kekuasaan Allah.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam Al–Ibanah Al–Kubra).

Empat Komponen Penting Keimanan kepada Takdir

Agar pemahaman tentang takdir menjadi lebih jelas, ada empat komponen penting yang harus dipahami. Keempat komponen ini saling berkaitan dan menjadi dasar dalam keimanan kepada takdir:

1. Al-Ilmu (Pengetahuan)

Allah SWT memiliki pengetahuan yang sempurna. Ilmu Allah mencakup segala sesuatu tanpa batas, tidak ada yang tersembunyi dari-Nya. Allah mengetahui apa yang telah terjadi, sedang terjadi, dan apa yang akan terjadi. Bahkan, Allah mengetahui hal-hal yang mungkin tidak terjadi, tetapi jika terjadi, Allah pun mengetahui bagaimana hasilnya. Hal ini ditegaskan dalam firman-Nya:

وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا

“Dan tidak ada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya.”

(QS. Al-An’am: 59)

Pengetahuan ini menegaskan bahwa apapun yang terjadi dalam kehidupan kita, baik besar maupun kecil, berada dalam lingkup pengetahuan Allah. Manusia sering kali merasa terbatas dalam memahami hikmah dari suatu kejadian karena ilmu kita sangat terbatas. Namun, sebagai hamba, kita harus percaya bahwa ilmu Allah mencakup segalanya.

2. Al-Kitabah (Penulisan)

Semua yang akan terjadi di alam semesta ini telah ditulis oleh Allah di Lauh Mahfuzh. Tidak ada satu kejadian pun yang luput dari catatan-Nya, dari hal yang kecil hingga yang besar. Allah Ta’ala berfirman:

وَكُلُّ صَغِيرٍ وَكَبِيرٍ مُّسْتَطَرٌ

“Dan segala (urusan) yang kecil maupun yang besar adalah tertulis.”

(QS. Al-Qamar: 53)

Dalam hadits, Rasulullah SAW juga bersabda:

إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمُ، فَقَالَ لَهُ : اكْتُبْ

“Sesungguhnya yang pertama kali diciptakan Allah adalah Al–Qalam (pena). Allah berkata kepadanya, ‘Tulislah!’”

(HR Tirmidzi 3319)

Dengan penulisan ini, kita memahami bahwa takdir sudah ditentukan sejak awal penciptaan. Apa yang terjadi hari ini sudah ditulis ribuan tahun yang lalu. Tugas kita sebagai manusia adalah berusaha dan menerima ketetapan-Nya dengan hati yang ikhlas.

3. Al-Masyi’ah (Kehendak Allah)

Takdir yang telah ditulis oleh Allah tidak akan terjadi kecuali dengan kehendak-Nya. Tidak ada satu makhluk pun yang mampu mengubah atau menghalangi kehendak Allah. Segala sesuatu terjadi hanya jika Allah menghendaki, dan apa yang tidak Dia kehendaki tidak akan pernah terjadi. Firman Allah:

وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَن يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” 

(QS. At-Takwir: 29)

Imam Syafi’i pernah berkata, “Apa yang Engkau kehendaki pasti terjadi walau aku tak menghendakinya. Dan apa yang kukehendaki, tak kan terjadi jika Engkau tak menghendakinya.” Ucapan ini menggambarkan betapa manusia sepenuhnya bergantung pada kehendak Allah.

4. Al-Khalq (Penciptaan)

Allah tidak hanya menetapkan dan menghendaki, tetapi Dia juga menciptakan segala sesuatu. Allah menciptakan alam semesta, termasuk manusia dan segala perbuatannya. Firman Allah:

اللَّـهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ

“Allah adalah pencipta segala sesuatu.”

(QS. Az-Zumar: 62)

Allah menciptakan manusia dan segala amal perbuatannya. Ini menunjukkan bahwa tidak ada yang terjadi di dunia ini tanpa campur tangan Allah.

Keimanan kepada takdir adalah pilar utama dalam Islam yang mengajarkan kita untuk tunduk dan menerima segala ketetapan Allah. Dengan memahami empat komponen takdir ini — ilmu, penulisan, kehendak, dan penciptaan — seorang Muslim akan lebih mudah meresapi makna takdir. Sehingga, dalam menghadapi ujian dan cobaan, seorang Muslim mampu menerima dengan sabar dan lapang dada, seraya meyakini bahwa apa pun yang terjadi adalah bagian dari rencana terbaik Allah.

Wallahu a’lam.

(Rini)

#Takdir #Islami #Religi