Padang Bangun 11 Rumah Restorative Justice: Solusi Hukum Humanis dan Berbasis Kearifan Lokal
D'On, Padang - Dalam upaya mewujudkan penyelesaian perkara hukum ringan di luar jalur pengadilan, Kota Padang kini secara resmi memiliki 11 Rumah Restorative Justice yang tersebar di setiap kecamatan. Peresmian yang digelar pada Senin, 7 Oktober 2024, di Ruang Bagindo Aziz Chan tersebut menjadi langkah penting dalam menghadirkan pendekatan hukum yang lebih humanis dan berkeadilan di tengah masyarakat.
Penjabat (Pj) Wali Kota Padang, Andree Algamar, menekankan pentingnya kolaborasi multi-pihak dalam mewujudkan keberhasilan program ini. Kerja sama yang melibatkan Kejaksaan Negeri Padang, Pemerintah Kota Padang, Balai Pelatihan Vokasi Produktivitas Padang, Baznas Kota Padang, serta Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) menjadi pondasi bagi terciptanya solusi hukum yang tidak hanya adil bagi korban, tetapi juga memberikan ruang rehabilitasi sosial bagi pelaku.
“Pemerintah Kota Padang mendukung penuh pelaksanaan penyelesaian perkara melalui Restorative Justice Plus Rajo Labiah serta pembentukan Rumah Restorative Justice ini. Tujuannya adalah menciptakan kesepakatan bersama yang adil dan seimbang bagi semua pihak yang terlibat dalam perkara hukum,” ujar Andree.
Andree menambahkan bahwa konsep ini tidak hanya berhenti pada penyelesaian perkara. Lebih dari itu, ia berharap program ini dapat mengembalikan harmoni dalam masyarakat, terutama dalam penerimaan kembali pelaku ke lingkungan sosial mereka. Di sini, LKAAM berperan penting dalam proses ini, sementara Balai Pelatihan Vokasi diharapkan dapat memberikan pelatihan keahlian bersertifikasi kepada pelaku agar mereka memiliki kesempatan untuk kembali mandiri secara ekonomi.
“Pihak Baznas juga akan terlibat dengan memberikan bantuan permodalan atau peralatan, sehingga pelaku yang telah menyelesaikan perkaranya bisa melanjutkan hidup dengan keterampilan yang bermanfaat,” tambahnya.
Restorative Justice: Solusi Lokal Berwawasan Nasional
Konsep Restorative Justice sendiri telah menjadi salah satu program nasional yang diharapkan mampu mereduksi jumlah perkara hukum ringan yang menumpuk di pengadilan. Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat, Yuni Daru Winarsih, menjelaskan bahwa program ini menawarkan pendekatan penyelesaian perkara melalui dialog dan mediasi antara pelaku dan korban. Pendekatan ini memungkinkan kedua belah pihak untuk mencapai perdamaian tanpa harus melibatkan proses hukum formal yang panjang dan sering kali memberatkan.
"Restorative justice memberi manfaat langsung kepada masyarakat, karena tidak hanya menyelesaikan konflik hukum, tetapi juga memberikan peluang bagi pelaku untuk mendapatkan pelatihan yang relevan," jelas Yuni. Menurutnya, program ini juga memacu peningkatan pelayanan publik di bidang hukum, di mana masyarakat bisa langsung merasakan dampak positif dari proses perdamaian.
Yuni menambahkan bahwa pendekatan ini sejalan dengan upaya untuk membangun sistem hukum yang lebih responsif dan solutif terhadap masalah-masalah yang muncul di masyarakat. Dengan demikian, konflik-konflik kecil bisa diselesaikan di tingkat lokal, tanpa harus membebani sistem peradilan yang sudah penuh dengan perkara.
Rumah Restorative Justice: Memulihkan Kehidupan Sosial
Di tempat yang sama, Kepala Kejaksaan Negeri Padang, Aliansyah, menyebutkan bahwa Rumah Restorative Justice ini tidak hanya sekadar tempat penyelesaian perkara hukum. Lebih dari itu, ia berharap rumah ini dapat menjadi pusat pembentukan kembali nilai-nilai kearifan lokal dan budaya musyawarah yang selama ini menjadi identitas masyarakat Minangkabau.
“Dengan hadirnya Rumah Restorative Justice, kami ingin membangkitkan kembali semangat musyawarah dan mufakat di tengah masyarakat. Kasus-kasus tindak pidana ringan seperti pencurian kecil, penganiayaan ringan, atau perselisihan antarindividu bisa diselesaikan melalui dialog yang melibatkan keluarga pelaku, keluarga korban, serta tokoh masyarakat setempat,” papar Aliansyah.
Program ini diharapkan mampu menjadi wadah penyerapan nilai-nilai adat dan agama, sekaligus memberikan kesempatan bagi pelaku untuk mendapatkan pemulihan sosial. Dalam prosesnya, dialog antara korban dan pelaku akan difasilitasi oleh jaksa dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat. Jaksa bertindak sebagai mediator yang akan membantu kedua pihak mencapai kesepakatan yang adil dan menguntungkan kedua belah pihak.
Di akhir acara, juga dilakukan penandatanganan nota kerja sama antara Kejaksaan Negeri Padang, Pemerintah Kota Padang, Balai Pelatihan Vokasi Produktivitas Padang, Baznas Kota Padang, serta LKAAM. Kerja sama ini diharapkan mampu memperkuat pelaksanaan Restorative Justice di tingkat kecamatan.
Harapan dan Masa Depan Restorative Justice di Padang
Dengan dibentuknya 11 Rumah Restorative Justice, Kota Padang berharap dapat menciptakan model penyelesaian perkara hukum ringan yang lebih inklusif dan berbasis musyawarah. Proses mediasi yang melibatkan pelaku, korban, serta tokoh-tokoh masyarakat ini diharapkan tidak hanya menyelesaikan masalah hukum, tetapi juga memperbaiki hubungan sosial di tengah masyarakat.
Pendekatan ini diyakini akan memberikan dampak positif jangka panjang, baik dalam hal pengurangan tindak kriminal ringan maupun dalam hal penguatan nilai-nilai kearifan lokal yang selama ini menjadi ciri khas masyarakat Minangkabau.
“Ini adalah awal dari perjalanan panjang kita dalam menciptakan sistem hukum yang lebih humanis, adil, dan berbudaya,” pungkas Andree.
(Mond)
#RestorativeJustice #Padang