PBB Prediksi Pemanasan Global Akan Jauh Lebih Parah dari Perkiraan
Foto udara menunjukkan bukit pasir yang sebagian tertutup oleh banjir di Merzouga, Maroko, pada 24 Oktober 2024. Foto: Stelios Misinas/REUTERS
D'On, Paris - Laporan terbaru dari United Nations Environment Programme (UNEP) kembali memperingatkan bahwa krisis iklim sedang menuju ke arah yang jauh lebih buruk daripada perkiraan sebelumnya. Dalam laporan 2024 yang baru dirilis, PBB memprediksi suhu global rata-rata dapat meningkat antara 2,6 hingga 3,1 derajat Celsius pada akhir abad ini—dua kali lebih tinggi dari target batas yang diusung oleh Kesepakatan Paris. Ini adalah skenario yang mengkhawatirkan, yang memperlihatkan dunia bergerak menuju bencana perubahan iklim yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Kesepakatan Paris, yang disepakati pada tahun 2015, adalah upaya global yang bertujuan membatasi kenaikan suhu hingga jauh di bawah 2 derajat Celsius, dengan cita-cita menekan kenaikan hingga 1,5 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri. Namun, menurut PBB, harapan ini kian memudar seiring laju emisi gas rumah kaca yang terus meningkat. Jika upaya global tidak segera diperkuat, planet ini akan menghadapi kenaikan suhu yang jauh di luar kemampuan mitigasi manusia.
Realitas Pemanasan Global
Laporan UNEP tersebut memperlihatkan data yang tidak terbantahkan: konsentrasi gas rumah kaca global meningkat sebesar 1,3 persen pada 2023 dibandingkan tahun sebelumnya, sebuah kenaikan yang jauh lebih cepat daripada rata-rata peningkatan selama dekade terakhir. Pemanasan global kini bukan lagi sekadar ancaman jauh di masa depan, melainkan kenyataan yang sudah mempengaruhi kehidupan di seluruh dunia. Dari badai yang lebih intens dan banjir bandang yang tak terprediksi hingga gelombang panas yang memecahkan rekor, dunia mulai melihat dampak nyata dari perubahan iklim.
Sekjen PBB, Antonio Guterres, mengungkapkan keprihatinannya yang mendalam dalam pernyataannya. "Pemanasan global menyebabkan penderitaan. Bencana iklim yang terjadi di berbagai belahan dunia berdampak paling parah bagi masyarakat termiskin dan paling rentan," kata Guterres. Ia menegaskan bahwa jika para pemimpin dunia tidak segera bertindak, kita akan menyaksikan bencana iklim yang merenggut banyak nyawa dan mengganggu kehidupan jutaan orang di seluruh dunia.
Tantangan Global yang Belum Tertangani
Laporan UNEP juga menyoroti kesenjangan yang besar antara janji global dan aksi nyata di lapangan. Negara-negara yang tergabung dalam Kesepakatan Paris telah berkomitmen untuk menurunkan emisi, tetapi realisasinya sangat lambat. PBB meminta negara-negara berkembang dan berkembang pesat, khususnya yang tergabung dalam G20, untuk meningkatkan aksi iklim mereka. Negara-negara ini, yang berkontribusi besar terhadap emisi global, diharapkan menjadi pemimpin dalam transisi menuju energi bersih.
UNEP mendesak agar negara-negara berkomitmen memotong emisi gas rumah kaca tahunan sebesar 42 persen pada tahun 2030 dan mencapai pengurangan 57 persen pada tahun 2035. Target ini hanya mungkin dicapai jika ada langkah konkret untuk menggandakan kapasitas energi terbarukan, mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, serta melindungi dan memulihkan ekosistem alami seperti hutan hujan dan mangrove.
"Ini bukan lagi soal pilihan, melainkan keharusan," tambah Guterres. "Kita harus mempercepat transisi global ke energi terbarukan dan menghentikan deforestasi dalam waktu dekat."
Menuju Masa Depan yang Lebih Cerah?
Meski laporan ini mencerminkan realitas yang suram, ada secercah harapan jika dunia mampu bersatu dan berkomitmen pada aksi nyata. Langkah-langkah seperti percepatan transisi ke energi terbarukan, peningkatan efisiensi energi, serta perlindungan terhadap habitat alami menjadi elemen kunci untuk menyelamatkan planet ini dari kehancuran iklim.
Namun, UNEP menegaskan bahwa semua tindakan tersebut harus dilakukan sekarang, bukan nanti. Setiap keterlambatan akan memperburuk krisis, dan semakin mendekatkan kita pada titik kritis yang tidak dapat dibalikkan. Waktu semakin menipis, tetapi dengan tindakan yang tepat, ada peluang bagi dunia untuk menghindari bencana yang lebih besar.
Pada akhirnya, dunia harus berhadapan dengan kenyataan bahwa solusi terhadap krisis iklim ini bukan hanya tentang teknologi atau kebijakan, tetapi juga soal kemauan politik, tanggung jawab moral, dan kesadaran akan keadilan sosial. Masyarakat yang paling rentan—termasuk mereka yang hidup di negara-negara berkembang—akan merasakan dampak paling parah dari pemanasan global. Karena itu, aksi kolektif yang berani dari semua negara, terutama negara-negara maju, sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa masa depan kita tetap dapat dihuni dan layak untuk diwariskan kepada generasi mendatang.
(Mond)
#PBB #PemanasanGlobal