Breaking News

Profil Sahbirin Noor: Dari Karier Birokrat hingga Tersandung Kasus Suap Proyek Infrastruktur di Kalsel

Sahbirin Noor

D'On, Jakarta –
Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor, resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap terkait pengaturan proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kalimantan Selatan. Sahbirin, yang dikenal dengan panggilan akrab "Paman Birin," menjadi salah satu dari tujuh orang yang diduga terlibat dalam kasus ini. OTT yang dilakukan KPK pada Minggu (6/10) ini, menyeret nama-nama penting dalam jajaran pemerintahan daerah, termasuk pejabat tinggi di Dinas PUPR.

Kasus ini diduga berkaitan erat dengan proyek-proyek infrastruktur yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2024. Dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Merah Putih KPK pada Selasa (8/10), lima orang tersangka lain telah ditahan, tetapi tidak termasuk Sahbirin yang kabarnya belum ditahan. KPK menyebut proses hukum terhadap Sahbirin akan terus berjalan.

Kasus ini memicu sorotan luas mengingat posisi Sahbirin sebagai kepala daerah yang sudah dua periode memimpin Kalimantan Selatan. Peran pentingnya dalam pemerintahan serta hubungan dekatnya dengan berbagai tokoh politik daerah menjadikan keterlibatannya dalam kasus ini semakin mendapat perhatian publik. Lantas, siapa sebenarnya Sahbirin Noor?

Perjalanan Hidup dan Karier Sahbirin Noor

Sahbirin Noor lahir di Banjarmasin pada 12 November 1967. Ia adalah sosok yang meniti karier dari bawah hingga meraih posisi puncak sebagai gubernur. Pendidikan dasarnya dimulai di Madrasah Ibtidaiyah (MI) TPI Budi Mulia Banjarmasin dan ia lulus pada 1982. Ia kemudian melanjutkan pendidikan menengah di SMPN 10 Banjarmasin dan SMAN 5 Banjarmasin. Pada 1995, Sahbirin berhasil menyelesaikan pendidikan S1 di Universitas Islam Kalimantan (UNISKA) Banjarmasin.

Namun, ambisi akademisnya tidak berhenti di sana. Pada 2005, ia meraih gelar magister dari Universitas Putra Bangsa Surabaya. Bahkan, pada 2021, ia kembali ke dunia akademik untuk mengejar gelar doktoral di Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin.

Sejak muda, Sahbirin memiliki rekam jejak yang luas dalam dunia birokrasi. Ia memulai kariernya di pemerintahan sebagai seorang lurah, lalu camat di lingkungan Pemprov Kalimantan Selatan. Setelah beberapa waktu berkecimpung di birokrasi, Sahbirin memutuskan untuk beralih ke dunia bisnis. Sebelum masuk ke dunia politik, ia menjabat sebagai Direktur Utama PT Jhonlin Sasangga Banua, sebuah perusahaan besar di Kalimantan Selatan.

Kiprah di Dunia Politik

Tahun 2016 menjadi titik balik dalam karier Sahbirin. Ia berhasil memenangkan Pilkada Kalimantan Selatan dan dilantik sebagai gubernur, berpasangan dengan Rudy Resnawan. Sahbirin dikenal sebagai gubernur yang cukup dekat dengan masyarakat dan sering turun langsung ke lapangan. Gaya kepemimpinannya yang merakyat membuatnya disukai oleh banyak kalangan.

Dalam Pilkada 2020, Sahbirin kembali memenangkan kursi gubernur untuk periode kedua, kali ini berpasangan dengan Muhidin. Mereka mengalahkan pasangan Denny Indrayana-Difriadi Darjat (H2D), yang saat itu juga menjadi kontestan kuat. Kemenangan ini mempertegas dominasi Sahbirin di peta politik Kalimantan Selatan. Selain menjadi gubernur, Sahbirin juga memegang posisi strategis sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Kalimantan Selatan periode 2017–2022, memperkuat pengaruhnya dalam partai berlambang pohon beringin tersebut.

Kasus Suap dan Dugaan Keterlibatan dalam Pengaturan Proyek

Namun, di balik popularitasnya sebagai pemimpin daerah, Sahbirin kini harus menghadapi badai hukum. OTT yang dilakukan oleh KPK di Kalimantan Selatan menyeret namanya dalam dugaan suap terkait pengaturan proyek di Dinas PUPR. Proyek-proyek ini terkait dengan pembangunan infrastruktur yang dibiayai oleh APBD Kalimantan Selatan Tahun Anggaran 2024.

Menurut KPK, ada lima pejabat yang terlibat dalam penerimaan suap bersama dengan Sahbirin, termasuk Kepala Dinas PUPR, Ahmad Solhan, dan Kabid Cipta Karya, Yulianti Erlynah. Mereka diduga menerima suap dari dua pengusaha, Sugeng Wahyudi dan Andi Susanto, yang telah ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

KPK menjerat Sahbirin dengan pasal-pasal berat dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, termasuk Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, dan Pasal 12B, yang dapat dikenai hukuman pidana penjara hingga puluhan tahun jika terbukti bersalah. Sedangkan dua tersangka pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b dan Pasal 13 UU Tipikor.

Hingga saat ini, Sahbirin belum memberikan komentar resmi terkait status tersangkanya. Namun, kasus ini diprediksi akan mempengaruhi citra politiknya, yang sebelumnya cukup kokoh di Kalimantan Selatan.

Dampak Politik dan Masa Depan

Kasus ini menambah daftar panjang kepala daerah yang terjerat kasus korupsi di Indonesia. Dengan Sahbirin Noor sebagai tersangka, masa depan politik Kalimantan Selatan berada dalam sorotan. Posisi strategis Kalimantan Selatan sebagai salah satu provinsi kaya sumber daya alam di Indonesia menambah kerumitan dalam kasus ini. Banyak pihak yang bertanya-tanya apakah kasus ini hanyalah puncak gunung es dari praktik-praktik korupsi yang melibatkan proyek infrastruktur di daerah tersebut.

Apa pun hasilnya, kasus ini menjadi ujian besar bagi Sahbirin Noor. Sebagai gubernur dua periode yang telah lama mengendalikan roda pemerintahan di Kalimantan Selatan, Sahbirin harus membuktikan bahwa ia tidak terlibat lebih jauh dalam kasus ini. Di sisi lain, KPK diharapkan dapat mengusut tuntas kasus ini demi terciptanya pemerintahan yang bersih di daerah.

Akankah karier politik Sahbirin berakhir dengan kasus ini, ataukah ia mampu bangkit kembali? Waktu yang akan menjawab, sementara proses hukum terus berjalan.

(Mond)

#OTT #KPK #SahbirinNoor