Qolbun Mayyit: Hati yang Mati dan Kehidupan yang Terasing dari Allah
Ilustrasi
Dirgantaraonline - Hati yang mati ibarat tubuh yang telah kehilangan nyawa. Seperti jasad yang tak lagi merasakan apa pun, hati yang mati juga tidak lagi peka terhadap kebenaran, nilai-nilai moral, atau rasa spiritualitas. Meski diperingatkan, dinasihati, atau dihadapkan pada tanda-tanda kebesaran Allah, hati ini tidak merespons. Ia telah terputus dari sumber kehidupan rohaninya.
Bagi pemilik hati yang mati, baik atau buruknya suatu perbuatan tidak lagi bermakna. Tindakan yang benar dan salah hanyalah rutinitas yang tak memberi dampak batiniah. Orang dengan hati seperti ini bisa menjalani hidup dengan penuh dosa—berzina, mencuri, menipu—tanpa rasa bersalah. Bahkan, tak jarang mereka merasa bangga akan masa lalu mereka yang kelam, seakan-akan itu adalah prestasi. Ketika mereka berbuat kebaikan, tujuannya pun sering kali hanya untuk membangkitkan rasa bangga diri atau mendapatkan pujian dari orang lain, bukan untuk meraih ridha Allah.
Ciri Utama Hati yang Mati: Menolak Kebenaran dan Gemar Berbuat Zalim
Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan tanda-tanda yang jelas tentang hati yang mati. Dalam firman-Nya, Allah menjelaskan bahwa hati ini menolak kebenaran, berpaling dari ayat-ayat-Nya, dan lupa akan segala perbuatan buruk yang telah mereka lakukan. Dalam Al-Qur’an, Allah menyebutkan:
"Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari Tuhannya lalu ia berpaling daripadanya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sesungguhnya kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka. Dan kendatipun kami menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya." (QS. Al-Kahfi [18]: 57)
Ayat ini menunjukkan betapa berbahayanya hati yang sudah tertutup dari hidayah. Meski kebenaran disampaikan secara terang, hati yang mati tidak lagi mampu merespons. Seakan-akan ada penghalang yang menghalangi mereka dari memahami dan merasakan kebenaran.
Dalam ayat lain, Allah menegaskan kembali kondisi ini:
"Allah telah menutup hati dan pendengaran mereka, dan pada penglihatan mereka ada penutup; dan bagi mereka azab yang berat." (QS. Al-Baqarah [2]: 7)
Ayat-ayat ini menggambarkan betapa mengerikannya keadaan orang yang hatinya mati. Bukan hanya mata hati mereka yang tertutup, tetapi juga telinga dan penglihatan mereka. Bahkan ketika mereka diseru kepada kebenaran, mereka tidak akan pernah bisa merasakan petunjuk tersebut. Mereka seolah hidup dalam kegelapan, terasing dari cahaya ilahi yang seharusnya menjadi penuntun dalam hidup mereka.
Kehidupan yang Terperangkap dalam Hawa Nafsu
Menurut Dr. Ahmad Farid dalam bukunya Tazkiyah An-Nufus, hati yang mati adalah hati yang terperangkap dalam belenggu hawa nafsu. Hati ini berjalan seiring dengan kehendak nafsu, tanpa memperdulikan apakah tindakannya diridhai oleh Allah atau tidak. Baginya, kesenangan duniawi dan hawa nafsu menjadi tujuan utama hidup, sementara ridha Allah tidak lagi menjadi prioritas.
Ketika seseorang mencintai sesuatu, cintanya didorong oleh hawa nafsu, bukan karena Allah. Sebaliknya, ketika ia membenci sesuatu, kebenciannya juga bersumber dari hawa nafsu. Begitu pula ketika ia menerima atau menolak sesuatu, pertimbangannya selalu berdasarkan pada apa yang menguntungkan hawa nafsunya, bukan pada apa yang benar di mata Allah. Ia seakan telah menukar Tuhan yang seharusnya ia sembah dengan nafsunya sendiri.
Inilah bentuk paling berbahaya dari kehidupan yang terasing dari Allah. Hati yang mati tidak hanya menjauh dari Tuhannya, tetapi juga hidup dalam ilusi, seolah-olah hawa nafsu adalah penuntun hidup yang benar. Padahal, hati yang mati sedang berjalan menuju kehancuran spiritual yang tak terhindarkan, jika tidak segera kembali kepada Allah.
Bagaimana Hati Bisa Menjadi Mati?
Hati yang mati tidak terjadi begitu saja. Ada proses panjang yang dilalui hingga hati seseorang benar-benar tertutup dari cahaya kebenaran. Proses ini bisa dimulai dari dosa-dosa kecil yang dibiarkan terus-menerus dilakukan tanpa penyesalan atau pertobatan. Dosa-dosa ini menumpuk dan semakin mengotori hati. Sedikit demi sedikit, hati menjadi gelap dan tertutup dari kebenaran.
Setiap kali seseorang mengabaikan peringatan dari Allah, hatinya menjadi semakin keras. Pada akhirnya, hati itu tidak lagi bisa merasakan cahaya iman. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits Rasulullah ï·º:
"Apabila seorang hamba melakukan satu dosa, maka akan ada titik hitam di hatinya. Jika ia bertaubat, meninggalkan dosa itu, dan memohon ampunan, maka hatinya akan kembali bersih. Namun, jika ia kembali berbuat dosa, maka titik hitam itu akan bertambah hingga menutupi hatinya." (HR. Tirmidzi)
Dari sini kita dapat memahami bahwa hati yang mati adalah akibat dari dosa-dosa yang terus-menerus dilakukan tanpa disertai dengan penyesalan atau perbaikan diri.
Harapan Bagi Hati yang Mati
Meskipun hati yang mati tampak seperti akhir dari segalanya, Islam mengajarkan bahwa tidak ada hati yang benar-benar terputus dari rahmat Allah. Selama seseorang masih hidup, masih ada peluang bagi hati yang mati untuk dihidupkan kembali. Caranya adalah dengan taubat yang sungguh-sungguh dan kembali kepada Allah.
Taubat adalah pintu yang selalu terbuka bagi siapa pun yang ingin memperbaiki diri. Dengan taubat, seseorang bisa membersihkan hatinya dari kotoran dosa, dan dengan dzikir serta amal kebaikan, hati yang tadinya mati bisa kembali hidup dan bersinar dengan cahaya iman.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
"Katakanlah: 'Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.'" (QS. Az-Zumar [39]: 53)
Ayat ini memberi harapan bagi siapa saja yang merasa hatinya telah mati. Dengan kembali kepada Allah, selalu ada jalan untuk meraih ampunan-Nya dan membangkitkan kembali hati yang telah tertutup oleh dosa. Hati yang mati masih bisa diselamatkan jika pemiliknya mau bersungguh-sungguh dalam memperbaiki dirinya dan menghidupkan kembali kecintaan serta ketundukan kepada Allah.
(Mond)
#QolbunMayyit #Islami #Religi