5 Bahaya Menunda Bayar Utang: Ancaman Dunia Akhirat yang Tidak Bisa Diremehkan
Ilustrasi
Dirgantaraonline - Hutang sering kali dianggap sebagai jalan pintas untuk memenuhi kebutuhan hidup, mulai dari yang mendesak hingga yang sifatnya tersier. Namun, bagi sebagian orang, memiliki kemampuan finansial untuk melunasi utang tidak selalu disertai dengan niat baik untuk segera membayarnya. Ada yang lebih memilih memenuhi gaya hidup atau pamer kemewahan daripada menunaikan kewajibannya. Dalam pandangan Islam, perilaku seperti ini tidak hanya keliru, tetapi juga tergolong sebagai kedzaliman.
Rasulullah SAW bersabda:
"Penundaan (pembayaran utang dari) seorang yang kaya adalah sebuah kelaliman." (HR Bukhari).
Islam memandang utang sebagai sesuatu yang hanya diperbolehkan dalam kondisi darurat. Rasulullah SAW dan para ulama memberikan peringatan keras kepada siapa saja yang menunda pembayaran utang padahal mampu. Berikut adalah lima dampak buruk dari sikap malas membayar utang, baik di dunia maupun akhirat:
1. Terhalang Masuk Surga Meskipun Mati Syahid
Bagi seorang muslim, mati syahid adalah pencapaian tertinggi yang menjanjikan pintu surga. Namun, Rasulullah SAW memperingatkan bahwa utang yang belum dilunasi bisa menjadi penghalang utama, bahkan bagi seorang syahid.
Beliau bersabda:
"Seandainya seorang laki-laki terbunuh di jalan Allah, kemudian dihidupkan kembali, lalu dia terbunuh lagi dua kali, dan dia masih memiliki utang, maka dia tidak akan masuk surga sampai utangnya dilunasi." (HR Ahmad, An-Nasa’i, dan At-Thabarani).
Bayangkan betapa berat konsekuensi ini. Amal ibadah sebesar apapun tidak akan menjadi perantara masuk surga jika seseorang masih memiliki tanggungan utang yang tidak dibayar.
2. Keadaan yang Menggantung di Akhirat
Utang yang belum dilunasi akan membuat jiwa seseorang tergantung antara keselamatan dan kebinasaan. Tidak ada kepastian mengenai nasibnya, apakah ia akan masuk surga atau justru sebaliknya.
Rasulullah SAW bersabda:
"Jiwa seorang mukmin tergantung karena utangnya, sampai utang itu dilunasi." (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Syaikh Abul ‘Ala Al-Mubarakfuri menjelaskan:
"Orang yang meninggal dengan membawa utang akan tertahan untuk mencapai tempatnya yang mulia, dan nasibnya tidak akan diputuskan sebelum urusan utangnya selesai." (Tuhfah Al-Ahwadzi, 4/164).
Dalam konteks ini, ketidakpastian nasib di akhirat jauh lebih menakutkan daripada ketidakpastian di dunia.
3. Tidak Dishalati oleh Rasulullah SAW
Rasulullah SAW dikenal sebagai pribadi yang penuh kasih dan rahmat. Namun, beliau memberikan sikap tegas kepada siapa saja yang meninggal dalam keadaan berutang. Rasulullah SAW bahkan enggan menshalati jenazah seorang muslim yang meninggalkan utang, meskipun itu hanya dua dinar.
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:
"Rasulullah SAW tidak menshalati jenazah laki-laki yang memiliki utang. Lalu didatangkan mayit ke hadapannya, beliau bertanya, ‘Apakah dia punya utang?’ Mereka menjawab, ‘Ya, dua dinar.’ Maka beliau bersabda, ‘Shalatkanlah sahabat kalian.’" (HR Abu Dawud).
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah menambahkan:
"Shalat Rasulullah adalah bentuk syafaat. Ketika beliau menolak menshalati jenazah yang masih berutang, ini menunjukkan bahwa utang adalah dosa besar yang sangat serius." (Zaadul Ma’ad, 1/486).
4. Dihadapkan kepada Allah dengan Status Pencuri
Menunda pembayaran utang dengan sengaja, apalagi berniat untuk tidak melunasinya, adalah pengkhianatan yang besar. Rasulullah SAW memperingatkan bahwa pelaku akan bertemu Allah dengan status hina seperti pencuri.
Beliau bersabda:
"Siapa saja yang berutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah dengan status sebagai pencuri." (HR Ibnu Majah).
Hutang yang tidak dilunasi bukan sekadar persoalan finansial, tetapi juga masalah moral dan integritas.
5. Kehinaan di Siang Hari, Kegelisahan di Malam Hari
Hutang bukan hanya menyulitkan di akhirat, tetapi juga membawa kesulitan di dunia. Umar bin Abdul Aziz pernah berkata:
"Hutang adalah kehinaan di siang hari dan kesengsaraan di malam hari. Tinggalkanlah utang, maka martabat dan harga dirimu akan selamat."
Orang yang berhutang tanpa rencana untuk melunasi akan kehilangan kehormatan di mata manusia dan ketenangan di hatinya sendiri.
Utang Adalah Amanah yang Harus Dipenuhi
Islam memberikan kelonggaran bagi mereka yang terpaksa berutang dalam kondisi darurat. Bahkan, Allah akan membantu orang yang benar-benar berniat melunasi utangnya. Namun, ancaman keras berlaku bagi mereka yang memiliki kemampuan tetapi sengaja menunda atau berniat tidak membayar.
Seperti yang dijelaskan oleh Al-Munawi:
"Ancaman ini berlaku bagi siapa saja yang berutang tetapi mengingkarinya. Adapun orang yang berutang dengan cara yang diperbolehkan dan berniat melunasinya, maka ia tidak termasuk dalam ancaman ini."
Maka, penting bagi setiap muslim untuk memahami bahwa utang adalah tanggung jawab yang harus ditunaikan. Jangan sampai perkara dunia ini menjadi penghalang menuju kebahagiaan abadi di akhirat.
(Rini)
#Hutang #Islami #Religi