Duduk Perkara Korupsi Besar Jalur Kereta Medan: Mantan Dirjen Perkeretaapian Terjerat Kasus Korupsi
D'On, Jakarta – Penangkapan mantan Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Prasetyo Boeditjahjono, menyorot perhatian publik. Kasus dugaan korupsi yang melilit Prasetyo ini tidak hanya melibatkan nilai uang yang fantastis, tetapi juga berdampak pada gagalnya pembangunan infrastruktur penting. Ia diduga terlibat dalam kasus korupsi pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa, proyek ambisius yang seharusnya memperkuat konektivitas Provinsi Sumatera Utara dan Aceh.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, memaparkan kasus yang menyeret Prasetyo dalam sebuah konferensi pers yang berlangsung di Gedung Kejaksaan Agung pada Minggu (3/11/2024). Dalam keterangannya, Qohar menyebut bahwa investigasi intensif telah dilakukan selama lebih dari setahun untuk mengurai konstruksi kasus ini.
Penangkapan di Sumedang: Prasetyo Digiring oleh Tim Intelijen Kejaksaan
Tim intelijen Kejaksaan Agung berhasil menangkap Prasetyo di Hotel Asri, Sumedang. Operasi penangkapan ini melibatkan satuan tugas khusus yang dibentuk Jampidsus. Prasetyo, yang pernah menjabat sebagai direktur jenderal perkeretaapian pada Kementerian Perhubungan periode 2016-2017, terakhir kali bertugas sebagai ahli menteri dalam bidang teknologi lingkungan dan energi.
Surat Perintah Penyidikan yang dikeluarkan pada 4 Oktober 2023 menjadi landasan hukum bagi penyelidikan yang berlangsung sejak saat itu. Kasus ini pun mencuat, mencengangkan banyak pihak atas skala penyimpangan yang ditemukan.
Proyek Jalur Kereta Medan: Ambisi Besar, Hasil yang Mengkhawatirkan
Proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa merupakan bagian dari jaringan Trans Sumatera, sebuah proyek raksasa yang dimulai pada 2017 dengan nilai anggaran sebesar Rp 1,3 triliun. Proyek ini dibiayai oleh Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan diharapkan mampu mempercepat mobilitas serta meningkatkan perekonomian kawasan. Namun, fakta yang terungkap menunjukkan kegagalan dalam proses perencanaan dan pelaksanaan proyek tersebut.
Dalam penyelidikan, ditemukan bahwa selama periode pembangunan, Prasetyo diduga telah menginstruksikan NS S, kuasa pengguna anggaran (KPA) dalam proyek ini, untuk melakukan praktik yang melanggar prosedur. Pekerjaan konstruksi proyek dibagi menjadi 11 paket berbeda. Dalam proses tender, sebanyak delapan perusahaan diduga dimenangkan tanpa melalui proses dokumentasi teknis yang memadai dan tanpa persetujuan dari pejabat teknis terkait.
Yang mengejutkan, Prasetyo juga menerapkan metode penilaian kualifikasi pengadaan yang bertentangan dengan regulasi, membuka celah besar bagi praktik-praktik kecurangan.
Tidak Ada Studi Kelayakan, Trase Gagal dan Jalur Kereta yang Amblas
Qohar menjelaskan bahwa proyek ini berjalan tanpa studi kelayakan (feasibility study) yang biasanya menjadi landasan utama bagi proyek besar semacam ini. Lebih parahnya lagi, tidak ada dokumen penetapan trase yang disusun atau disahkan oleh Menteri Perhubungan, sehingga jalur yang dibangun secara teknis tidak memenuhi standar keselamatan yang memadai.
Akibatnya, jalur kereta api Besitang-Langsa mengalami kerusakan serius berupa amblasnya jalur di beberapa titik, menyebabkan proyek ini tidak dapat difungsikan sesuai rencana. Kondisi ini berujung pada kerugian negara yang diperkirakan mencapai Rp 1,15 triliun. Rakyat yang seharusnya mendapat manfaat dari jalur ini kini hanya bisa menyaksikan kegagalan proyek dari balik berita yang terus mencuat.
Tersangka dan Penahanan: Babak Baru Penuntutan Hukum
Dengan bukti-bukti yang telah dikumpulkan, Prasetyo Boeditjahjono ditetapkan sebagai tersangka melalui Surat Penetapan Tersangka nomor 62/2024. Saat ini, ia menjalani masa penahanan selama 20 hari di Rumah Tahanan Salemba berdasarkan Surat Perintah Penahanan nomor 52/2024. Ia disangka melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021. Pasal ini mengatur tentang penyalahgunaan wewenang dan kerugian negara dalam tindakan korupsi.
Sebuah Tragedi bagi Proyek Infrastruktur Nasional
Kasus ini menyajikan gambaran tragis mengenai lemahnya pengawasan dan penyalahgunaan kekuasaan dalam proyek-proyek pemerintah berskala besar. Ketidakmampuan untuk melaksanakan studi kelayakan, kurangnya dokumen trase yang sah, hingga pengaturan tender yang penuh manipulasi merupakan cerminan nyata betapa mahalnya harga korupsi bagi negara.
Rakyat yang menanti peningkatan layanan transportasi kini hanya bisa berharap bahwa langkah hukum ini akan membawa keadilan dan menjadi pembelajaran bagi penanganan proyek publik di masa depan. Jalur kereta api yang amblas itu mungkin menjadi simbol dari infrastruktur yang ambruk oleh kepentingan pribadi, namun di sisi lain, langkah tegas penegak hukum diharapkan dapat memberikan titik terang bagi pembangunan yang lebih bersih dan transparan.
(Mond)
#Kejagung #Hukum #Korupsi