Breaking News

Hukum Suami Menggantungkan Nafkah pada Istri: Perspektif Islam dan Realita Sosial


Dirgantaraonline -
Dalam kehidupan rumah tangga, Islam memberikan kedudukan istimewa bagi seorang suami sebagai pemimpin atau qawwam. Hal ini berarti bahwa suami memiliki tanggung jawab yang besar dalam mengatur, membimbing, dan menafkahi keluarganya. Namun, fenomena yang terjadi di masyarakat saat ini sering kali menunjukkan realita yang berbeda. Tidak jarang kita menemukan kasus di mana justru istri yang menjadi penopang utama ekonomi keluarga, bahkan ketika suami masih memiliki kemampuan untuk bekerja. Lalu, bagaimana Islam memandang kondisi di mana suami menggantungkan nafkah pada istri? Mari kita kupas lebih dalam.

Kepemimpinan Laki-laki dalam Islam: Kewajiban Menafkahi

Islam menempatkan laki-laki sebagai pemimpin dalam rumah tangga berdasarkan firman Allah dalam Surah An-Nisa ayat 34:

"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka." (QS. An-Nisa: 34).

Ayat ini menegaskan bahwa posisi kepemimpinan laki-laki bukanlah tanpa alasan. Salah satu faktor utamanya adalah kewajiban laki-laki untuk menafkahi istri dan anak-anaknya. Dalam pandangan Islam, memberikan nafkah merupakan salah satu bentuk tanggung jawab yang tidak dapat diabaikan oleh seorang suami. Hal ini juga telah disepakati oleh para ulama sebagai bagian dari hak istri yang harus dipenuhi oleh suaminya.

Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:

"Bertakwalah kepada Allah dalam memperlakukan wanita. Karena kalian telah mengambil mereka dengan jaminan Allah dan menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimah Allah. Kalian memiliki hak atas mereka yaitu hendaknya mereka tidak memasukkan seseorang yang tidak kalian sukai ke dalam rumah kalian. Jika mereka melakukan hal itu maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Dan mereka memiliki hak atas kalian berupa rezeki dan pakaian secara layak."

Hadis ini memperjelas bahwa di antara hak-hak istri adalah mendapatkan nafkah yang layak dari suaminya, termasuk kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal.

Fenomena Suami Menggantungkan Nafkah pada Istri

Di tengah gempuran ekonomi dan perubahan sosial saat ini, kita melihat banyak keluarga di mana istri turut bekerja untuk membantu perekonomian keluarga. Meskipun pada dasarnya membantu mencari nafkah bukanlah kewajiban istri, banyak wanita yang dengan sukarela ikut bekerja demi meringankan beban keluarga. Namun, masalah muncul ketika suami justru berdiam diri dan menyerahkan sepenuhnya urusan mencari nafkah kepada istri.

Dari sudut pandang syariat, tindakan suami yang menggantungkan nafkah pada istri dianggap sebagai kelalaian dalam menunaikan kewajiban yang telah Allah tetapkan. Suami yang beralasan bahwa istrinya mampu mencari nafkah dan karenanya ia tidak perlu bekerja, sejatinya telah menyalahgunakan karunia yang diberikan Allah. Ketaatan seorang istri dalam membantu ekonomi keluarga seharusnya dibalas dengan penghargaan dan rasa syukur, bukan malah menjadi dalih bagi suami untuk bermalas-malasan dan menghindari kewajiban.

Dampak Sosial dan Psikologis

Menggantungkan nafkah pada istri bukan hanya persoalan melanggar syariat, tetapi juga berdampak negatif terhadap kehidupan rumah tangga secara keseluruhan. Kondisi ini bisa memicu ketidakseimbangan peran dalam rumah tangga, di mana istri terbebani dua tanggung jawab besar: mengurus rumah dan mencari nafkah. Hal ini dapat mengakibatkan istri mengalami kelelahan fisik dan mental, yang berujung pada keretakan hubungan suami istri.

Di sisi lain, suami yang tidak menafkahi keluarganya kehilangan peran sebagai pemimpin yang ideal. Hal ini bisa merusak citra dan wibawa suami di hadapan istri dan anak-anaknya. Anak-anak pun akan belajar bahwa ayah sebagai kepala keluarga tidak menjalankan tanggung jawabnya dengan baik, yang dapat mempengaruhi pola pikir mereka tentang peran gender dalam keluarga.

Kewajiban Menafkahi Anak

Kewajiban menafkahi tidak hanya terbatas pada istri, tetapi juga mencakup anak-anak. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur'an:

"Dan kewajiban ayah memberi makanan dan pakaian kepada para ibu dengan cara makruf," (QS. Al-Baqarah: 233).

Ayat ini menunjukkan bahwa tanggung jawab seorang ayah adalah memastikan anak-anak mendapatkan kebutuhan dasar yang layak. Dalam hal ini, suami harus bertanggung jawab secara penuh atas kesejahteraan keluarganya, bahkan jika istri bekerja dan berpenghasilan.

Mengapa Suami Harus Mengambil Peran Utama?

Beberapa alasan mengapa suami tidak boleh menggantungkan nafkah pada istri meliputi:

1. Tanggung Jawab Syariat: Menafkahi keluarga adalah kewajiban yang Allah amanahkan kepada suami. Melalaikan hal ini berarti suami telah mengabaikan salah satu amanat terbesar dalam pernikahan.

2. Kehormatan Diri: Bekerja dan mencari nafkah adalah bentuk tanggung jawab yang mencerminkan kehormatan seorang suami. Dengan bekerja, suami menunjukkan dedikasi dan komitmen kepada keluarganya.

3. Stabilitas Keluarga: Suami yang menjalankan kewajiban nafkahnya dengan baik dapat menciptakan suasana rumah tangga yang harmonis dan seimbang, karena tidak ada beban yang terlalu berat pada satu pihak.

Menghargai Peran Istri

Jika seorang istri membantu mencari nafkah, maka suami harus menghargai pengorbanan dan bantuan tersebut. Hal ini bisa diwujudkan dengan cara mengapresiasi kerja keras istri, membantu pekerjaan rumah tangga, serta memastikan bahwa istri tidak merasa terbebani dengan kewajiban yang seharusnya menjadi tanggung jawab suami. Penghargaan seperti ini akan memperkuat ikatan emosional antara suami dan istri, dan membuat rumah tangga menjadi lebih bahagia.

Islam mengajarkan keseimbangan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam rumah tangga. Seorang suami wajib menafkahi istri dan anak-anaknya sebagai bentuk tanggung jawab yang tidak bisa diabaikan. Menggantungkan nafkah pada istri bukanlah perilaku yang dibenarkan dalam Islam dan berpotensi menimbulkan berbagai masalah dalam rumah tangga.

Bagi para suami, sangat penting untuk merenungi kembali peran dan tanggung jawab yang telah ditetapkan oleh Allah. Bekerja dan mencari nafkah merupakan bentuk ibadah, di mana suami dapat menjalankan perintah Allah dan memberikan hak-hak keluarganya dengan baik. Hanya dengan menjalankan kewajiban ini, seorang suami bisa menjadi pemimpin yang sejati dan keluarga bisa hidup dalam kedamaian dan keberkahan.

(Rini)

#Religi #Islami