Kejagung Telusuri Dugaan Keterlibatan Edward Tannur dalam Kasus Suap Vonis Bebas Anak
Kejagung menahan ibu Ronald Tannur Meirizka Widjaja
D'On, Jakarta - Kasus dugaan suap yang melibatkan keluarga terdakwa kasus penganiayaan berat, Ronald Tannur, terus berkembang. Kini, Kejaksaan Agung (Kejagung) membuka kemungkinan memeriksa Edward Tannur, anggota DPR nonaktif sekaligus ayah dari Ronald Tannur, terkait kasus ini. Langkah ini diambil setelah sang istri, Meirizka Widjaja (MW), resmi ditetapkan sebagai tersangka karena diduga terlibat suap demi membebaskan putranya dari vonis hukum.
Kejaksaan Agung Perluas Penyidikan: "Siapa pun yang Terlibat Akan Diminta Pertanggungjawaban"
Dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Senin malam (4/11/2024), Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, menegaskan komitmen lembaganya untuk mengusut tuntas pihak-pihak yang terlibat. “MW telah kami tetapkan sebagai tersangka. Sekarang kami fokus mendalami keterlibatan pihak-pihak lain. Siapa pun yang terbukti berperan dalam perkara ini akan dimintai pertanggungjawaban,” tegas Qohar.
Pernyataan tersebut memberikan sinyal bahwa Kejaksaan Agung tak akan berhenti pada MW semata. Fokus penyidikan kini juga mulai mengarah pada Edward Tannur, suaminya dan ayah dari terdakwa, yang diduga turut mengetahui dan mungkin terlibat dalam proses dugaan suap. Meski belum menjadi tersangka, Edward berada dalam radar penyelidikan Kejaksaan Agung, yang memastikan kasus ini akan terus ditelusuri hingga ke akar-akarnya.
Dugaan Peran Edward Tannur dan Pengacara LR dalam Upaya Suap
Seiring penyidikan, muncul indikasi bahwa Edward Tannur mengetahui adanya komunikasi antara sang istri dengan pengacara berinisial LR, yang telah lama mengenal keluarga tersebut. “Edward Tannur diduga mengetahui bahwa istrinya berkomunikasi dan meminta bantuan kepada LR terkait kasus yang menjerat Ronald Tannur,” ungkap Abdul Qohar. Namun, dalam pemeriksaan sementara, Edward mengaku tak mengetahui detail jumlah uang yang dikeluarkan oleh istrinya untuk LR.
Edward yang juga dikenal sebagai pengusaha, dikatakan jarang berada di Surabaya karena tuntutan pekerjaannya. Hal ini mungkin menjelaskan klaimnya yang tidak mengetahui nominal uang yang mengalir dalam proses tersebut. Namun, posisi Edward tetap dipertanyakan, mengingat keterlibatan keluarganya dalam dugaan kasus suap yang menjerat sistem peradilan.
Kronologi Dugaan Suap: Dari Pertemuan Hingga Uang Miliaran Rupiah
Kasus ini bermula saat MW, ibu Ronald Tannur, menunjuk LR sebagai kuasa hukum anaknya. LR, yang merupakan kenalan lama keluarga ini karena anak mereka bersekolah di tempat yang sama, dipercaya untuk menangani kasus yang membelit Ronald. Dalam pertemuan yang berlangsung dua kali, LR menyampaikan kepada MW bahwa ada “biaya” yang perlu disiapkan untuk mengurus pembebasan Ronald dari vonis hukum.
LR kemudian meminta bantuan tersangka lainnya, Zarof Ricar (ZR), untuk memperkenalkannya kepada seorang pejabat di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Rencananya adalah memastikan bahwa majelis hakim yang menangani perkara Ronald dapat diajak bernegosiasi. LR dan MW sepakat bahwa biaya pengurusan perkara ini akan ditanggung sepenuhnya oleh MW. Jika LR perlu menalangi biaya di awal, MW akan mengganti uang tersebut kemudian.
Selama proses hukum yang berlangsung di PN Surabaya, MW dilaporkan telah menyerahkan dana sebesar Rp 1,5 miliar secara bertahap kepada LR. Selain itu, LR mengklaim telah menalangi sebagian biaya hingga mencapai total Rp 3,5 miliar. Uang tersebut, menurut LR, diberikan kepada majelis hakim yang menangani perkara Ronald Tannur untuk memuluskan vonis bebas bagi kliennya.
Hakim yang Terlibat, Siapa Saja Mereka?
Penyidikan akhirnya turut menyeret tiga anggota majelis hakim yang diduga menerima suap dari LR, yakni Erintuah Damanik (ED), Heru Hanindyo (HH), dan Mangapul (M). Ketiganya kini ditetapkan sebagai tersangka dan tengah menjalani pemeriksaan intensif terkait aliran dana dari LR.
Keterlibatan hakim-hakim ini menjadi sorotan publik dan membuka perdebatan luas mengenai kredibilitas institusi peradilan. Sejumlah pihak mengecam praktik korupsi di dalam dunia peradilan yang dianggap telah mencederai kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum di Indonesia. Kasus ini mencuatkan pertanyaan serius mengenai standar etika dan moral yang seharusnya dijunjung tinggi oleh para penegak hukum.
Pasal yang Dikenakan: Ancaman Hukuman untuk Meirizka Widjaja
Meirizka Widjaja kini menghadapi ancaman hukuman berat. Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 6 ayat (1) Huruf A juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diperbarui melalui UU No. 20 Tahun 2001. Ia juga dijerat dengan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
MW saat ini ditahan selama 20 hari di Rutan Kelas I Surabaya Cabang Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, sambil menunggu proses hukum lebih lanjut. Kejaksaan Agung berkomitmen untuk melakukan investigasi mendalam guna mengungkap seluruh jaringan yang terlibat dalam kasus ini.
Respons dan Reaksi Publik: Masyarakat Menuntut Transparansi dan Keadilan
Kasus yang menyeret keluarga Tannur ini menjadi perhatian luas masyarakat. Publik berharap agar proses hukum berjalan secara adil dan transparan, tanpa pandang bulu, termasuk bagi tokoh-tokoh yang memiliki posisi atau pengaruh di masyarakat. Kasus ini juga memperlihatkan bagaimana dinamika kekuasaan dan uang dapat mempengaruhi sistem peradilan, sebuah hal yang sangat mengkhawatirkan bagi kredibilitas hukum di Indonesia.
Dalam situasi seperti ini, Kejaksaan Agung dihadapkan pada tugas besar untuk menegakkan hukum tanpa tebang pilih. Dengan sorotan media dan tekanan dari berbagai pihak, publik berharap agar kasus ini menjadi momen perbaikan integritas di institusi peradilan.
(Mond)
#Suap #Kejagung #KasusRonaldTannur #MafiaPeradilan