Breaking News

Kisah Inspiratif: Ahli Maksiat yang Menjadi Mulia dan Ahli Ibadah yang Terhina

Ilustrasi 

Dirgantaraonline -
Pada suatu masa, di kalangan Bani Israil, hidup seorang lelaki yang dikenal dengan sebutan Khali’. Julukan ini bukanlah tanda kehormatan, melainkan gambaran dari perilaku hidupnya yang gemar melakukan dosa besar dan terlibat dalam kemaksiatan. Khali’ adalah sosok yang jauh dari Tuhan, tenggelam dalam hawa nafsu dan dosa yang terus ia ulangi tanpa penyesalan.

Di sisi lain, dalam masyarakat yang sama, ada seorang ‘abid—seseorang yang dikenal luas sebagai ahli ibadah. Sang ‘abid ini dihormati oleh orang-orang karena ketaatannya yang luar biasa kepada Tuhan. Ia tak pernah luput dari beribadah, menghabiskan waktu dalam sujud, doa, dan dzikir. Di atas kepalanya, selalu terlihat payung mika, simbol yang dipercayai masyarakat sebagai tanda berkah dan perlindungan ilahi karena kesalehannya.

Pertemuan yang Tak Terduga

Suatu hari, Khali’ sedang berjalan tanpa tujuan, tenggelam dalam pikirannya yang penuh dosa dan kekosongan. Dalam perjalanan itu, ia melihat sosok sang ‘abid dari kejauhan. Hatinya tiba-tiba tergerak, sebuah perasaan yang tak biasa muncul di dalam dirinya—keinginan untuk mendekati orang saleh tersebut. Khali’ berpikir dalam hati, "Aku adalah pendosa yang penuh noda, sementara dia adalah ahli ibadah yang dikasihi Tuhan. Barangkali jika aku duduk di sampingnya, rahmat Allah akan turun kepadaku. Aku ingin merasakan sedikit dari ketenangan dan kebaikan yang terpancar darinya."

Dengan niat tulus dan penuh harap, Khali’ mendekati sang ‘abid dan duduk di dekatnya. Ia tidak mengatakan apa-apa, hanya duduk dalam hening, berharap bahwa kebaikan yang ada pada sang ‘abid bisa menular kepadanya atau setidaknya mengundang rahmat dari Tuhan.

Kesombongan Sang Ahli Ibadah

Namun, berbeda dengan harapan Khali’, sang ‘abid yang melihat kehadiran Khali’ di dekatnya malah merasa terganggu. Ia menatap Khali’ dengan penuh jijik dan merendahkan. Dalam hatinya, ia bergumam, "Bagaimana bisa orang sepertiku, yang selalu menjaga kesucian ibadah dan dekat dengan Tuhan, duduk berdampingan dengan seorang pendosa besar seperti dia? Aku tidak layak berada di tempat yang sama dengan manusia hina ini!"

Rasa jijik dan kebencian dalam hati sang ‘abid meluap hingga menggerakkan tubuhnya. Ia tanpa ragu mendorong Khali’ dengan keras, menendangnya hingga terjatuh. Sang ‘abid merasa dirinya lebih suci dan mulia, sementara Khali’ dianggapnya sebagai sosok yang tidak pantas berada di sekitarnya.

Keputusan Ilahi yang Mengejutkan

Apa yang terjadi setelah insiden ini sungguh mengejutkan. Pada saat itu juga, Allah menurunkan wahyu kepada seorang Nabi dari Bani Israil. Dalam wahyu tersebut, Allah berfirman, "Sampaikan kepada dua orang ini, si ‘abid dan Khali’. Aku memerintahkan mereka untuk memperbanyak amal mereka. Namun ketahuilah, Aku telah mengampuni seluruh dosa Khali’ dan menghapus semua amal ibadah si ‘abid."

Kabar ini tentu menjadi kejutan besar, tidak hanya bagi sang ‘abid dan Khali’, tetapi juga bagi seluruh kaum Bani Israil. Mengapa Allah memilih untuk mengampuni Khali’, sang ahli maksiat, dan justru menghapus pahala dari si ‘abid yang terkenal saleh?

Hikmah di Balik Kisah

Ternyata, keputusan Allah ini mengandung hikmah yang sangat dalam. Khali’, meski dikenal sebagai ahli maksiat, datang kepada sang ‘abid dengan hati yang penuh harap dan rendah diri. Ia menyadari betapa berdosanya dirinya dan berharap mendapatkan setitik rahmat dari kedekatannya dengan orang saleh. Perasaan malu, penyesalan, dan keinginan untuk berubah, meskipun belum terucap, telah menarik perhatian Tuhan yang Maha Pengampun.

Di sisi lain, sang ‘abid tenggelam dalam kesombongan. Rasa bangga atas amal ibadahnya membuatnya merasa lebih baik daripada orang lain. Ia merendahkan Khali’, menganggap dirinya lebih mulia hanya karena perbuatannya yang tampak suci. Kesombongan ini justru menjadi tanda dari kehinaan ibadahnya. Ibadah yang seharusnya membuatnya rendah hati dan dekat dengan Tuhan, malah membuatnya angkuh dan merasa lebih baik daripada sesama manusia.

Ketika payung mika yang melambangkan berkah dan perlindungan ilahi berpindah dari sang ‘abid ke Khali’, ini menjadi simbol nyata dari perubahan nasib mereka. Khali’, yang datang dengan hati penuh harap dan penyesalan, kini mendapatkan rahmat dan ampunan. Sementara itu, sang ‘abid yang merasa dirinya tinggi dan sombong karena ibadahnya, justru kehilangan semua pahala yang ia kumpulkan.

Pelajaran yang Dapat Dipetik

Kisah ini memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua. Allah tidak memandang rupa dan amal perbuatan kita secara lahiriah, tetapi menilai ketulusan hati dan niat yang ada di dalamnya. Khali’ yang datang dengan hati penuh harap dan penyesalan mendapatkan ampunan, sementara sang ‘abid yang beribadah dengan kesombongan justru kehilangan pahala yang ia banggakan.

Kesombongan dalam ibadah adalah salah satu penyakit hati yang sangat berbahaya. Ketika seseorang merasa dirinya lebih baik daripada orang lain karena amal ibadahnya, ia telah terjerumus dalam dosa besar, yaitu ujub dan takabur. Ibadah yang seharusnya mendekatkan diri kepada Tuhan berubah menjadi alat untuk merasa lebih tinggi dari sesama manusia.

Kisah ini juga mengingatkan kita untuk tidak meremehkan atau menghakimi orang lain berdasarkan dosa atau kesalahan mereka. Mungkin saja, di balik dosa yang mereka perbuat, tersimpan hati yang penuh penyesalan dan keinginan untuk bertaubat. Sebaliknya, kesalehan yang tampak di luar belum tentu mencerminkan hati yang bersih dan rendah hati.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita mungkin sering terjebak dalam sikap merasa lebih baik daripada orang lain hanya karena amal ibadah atau kebaikan yang kita lakukan. Namun, kisah Khali’ dan sang ‘abid ini mengingatkan kita bahwa rahmat dan ampunan Tuhan tidak terikat pada penampilan atau reputasi seseorang, melainkan pada ketulusan hati dan kerendahan diri di hadapan-Nya.

Marilah kita selalu menjaga hati, memperbanyak istighfar, dan menghindari kesombongan dalam segala bentuknya. Karena pada akhirnya, hanya Tuhan yang Maha Mengetahui isi hati kita dan hanya Dia yang berhak memberikan penilaian.

(Rini)

#KisahIslami #Islami #Religi