Kisah Penangkapan Mantan Dirjen KA Prasetyo Boeditjahjono yang Diburu Selama Tiga Pekan oleh Kejagung
D'On, Jakarta - Upaya panjang aparat penegak hukum akhirnya membuahkan hasil ketika Kejaksaan Agung (Kejagung) menangkap mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Prasetyo Boeditjahjono (PB), pada Minggu (3/11/2024). Penangkapan ini menjadi puncak dari pencarian intensif yang telah berlangsung selama hampir tiga minggu, menyusul dugaan keterlibatannya dalam kasus korupsi besar yang berpotensi merugikan negara hingga lebih dari satu triliun rupiah.
Menurut Abdul Qohar, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), pengejaran terhadap Prasetyo bukanlah upaya mendadak. Kejaksaan, kata Abdul, telah mengikuti jejak mantan pejabat tersebut dengan cermat sejak panggilan-panggilan pemeriksaan pertama yang kerap diabaikan Prasetyo.
"Yang bersangkutan sudah kami ikuti dan kami cari hampir tiga pekan," ungkap Abdul Qohar dalam keterangannya di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta.
Penangkapan Dramatis di Sumedang
Ketegangan akhirnya terurai saat tim intelijen Kejaksaan Agung dan penyidik Jampidsus menyergap Prasetyo di sebuah hotel di Kabupaten Sumedang, sekitar pukul 12.55 WIB. Kejaksaan menyebut Prasetyo berada di hotel tersebut bersama keluarganya saat penyergapan terjadi. Langkah penangkapan langsung dilakukan di tempat setelah lokasi dipastikan.
“Kami datang tepat waktu, menemukannya sedang bersama keluarganya. Tim intelijen bersama penyidik langsung mendatangi lokasi dan melakukan penangkapan,” tutur Abdul Qohar.
Pihak Kejaksaan menegaskan bahwa upaya ini bukan semata soal menangkap seorang buron, melainkan sebagai bentuk konsistensi mereka dalam menegakkan keadilan. Abdul Qohar menambahkan bahwa proses ini merupakan bagian dari komitmen Kejaksaan untuk mengusut tuntas kasus korupsi.
“Ini bukan tindakan dadakan. Kami ingin menegakkan hukum dan keadilan. Siapa pun yang terlibat dalam tindak pidana korupsi, bila cukup bukti, kami pasti akan cari,” tegas Abdul.
Mengurai Skema Korupsi Proyek Kereta Api Besitang-Langsa
Prasetyo, yang menjabat sebagai Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan dari 2016 hingga 2017, ditetapkan sebagai tersangka pada hari yang sama setelah penangkapannya. Ia disangka terlibat dalam kasus korupsi proyek pembangunan jalur kereta api (KA) Besitang-Langsa yang digarap oleh Balai Teknik Perkeretaapian Medan sejak 2017 hingga 2023.
Penyidik menduga Prasetyo tidak hanya menerima "fee" proyek dari rekanan, tetapi juga telah mengamankan dana besar dari pelaksanaan proyek tersebut. Berdasarkan penyelidikan awal, Prasetyo diduga menerima setidaknya dua kali aliran dana. Pertama, ia diduga menerima uang sebesar Rp 1,2 miliar dari Akhmad Afif Setiawan (AAS), seorang Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di proyek tersebut. Selain itu, Prasetyo juga dikabarkan menerima dana sebesar Rp 1,4 miliar dari PT WTJ, salah satu kontraktor proyek. Aliran dana ini, menurut penyidik, disamarkan melalui mekanisme fee sebagai bentuk kompensasi atas keputusan-keputusan tertentu yang menguntungkan pihak terkait.
Lebih parahnya, meski dana proyek besar telah mengalir, hasil pembangunan jalur KA Besitang-Langsa tidak bisa difungsikan sesuai harapan. Kegagalan ini disinyalir menyebabkan kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp 1,1 triliun.
Langkah Tegas: Prasetyo Ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung
Usai ditetapkan sebagai tersangka, Prasetyo langsung dikenai penahanan di rumah tahanan (rutan) selama 20 hari ke depan. Penahanan ini dilakukan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung, Jakarta, berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: Print-52/F.2/Fd.2/11/2024 tertanggal 3 November 2024.
“Langkah penahanan ini merupakan bagian dari kelanjutan proses hukum yang sedang berjalan,” ujar Abdul Qohar. “Kami berkomitmen menjalankan proses ini dengan cepat dan transparan.”
Penyidikan atas kasus ini sendiri sudah dimulai sejak 4 Oktober 2023, ketika Kejaksaan menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: PRINT-55/F.2/fd.2/10/2023. Nama Prasetyo masuk dalam daftar penyidikan khusus yang dikeluarkan oleh Tim Penyidik Jampidsus.
Menanti Keputusan Hukum yang Tegas
Prasetyo dijerat dengan sejumlah pasal berat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ia disangkakan melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2021 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman hukuman dalam pasal-pasal ini tergolong tinggi dan, jika terbukti bersalah, Prasetyo dapat dikenai hukuman yang cukup berat.
Publik kini menanti kelanjutan kasus ini. Penangkapan Prasetyo bukan hanya soal menyeret seorang pejabat ke pengadilan, tetapi juga simbol dari perjuangan hukum untuk mengembalikan kerugian negara akibat praktik-praktik korupsi di lingkungan pemerintahan.
(Mond)
#Kejagung #Korupsi #Hukum