Breaking News

Menunda Waktu Sarapan: Manfaat dan Dampaknya bagi Kesehatan

Ilustrasi 

Dirgantaraonline -
Sarapan sering disebut sebagai “makanan paling penting dalam sehari.” Bukan tanpa alasan, para ahli nutrisi dan kesehatan percaya bahwa sarapan memberikan dorongan energi yang dibutuhkan tubuh untuk memulai hari dengan optimal. Namun, belakangan ini muncul pandangan baru: menunda waktu sarapan hingga pukul 10.00 atau bahkan 11.00 ternyata bisa memberikan manfaat kesehatan yang tak terduga.

Seperti dilansir The Indian Express pada Senin (4/11/2024), penundaan waktu sarapan bisa memberi efek positif pada fleksibilitas metabolik tubuh dan bahkan berpotensi memperpanjang usia. Teori ini sejalan dengan prinsip puasa intermiten, yang semakin banyak diterapkan sebagai bagian dari gaya hidup sehat di berbagai kalangan.

Apa yang Terjadi Ketika Kita Menunda Sarapan?

Menurut Pratiksha Kadam, seorang konsultan ahli gizi di Rumah Sakit Kokilaben Dhirubhai Ambani, menunda waktu sarapan dapat mengaktifkan mekanisme pembakaran lemak yang lebih baik. “Dengan menunda sarapan hingga pukul 10.00 atau 11.00, kita memperpanjang fase puasa yang biasanya terjadi selama tidur malam. Ini memungkinkan tubuh untuk lebih mengandalkan simpanan lemak sebagai sumber energi,” ujar Kadam.

Dalam kondisi puasa ini, tubuh akan menyesuaikan proses metabolisme agar lebih efisien dalam menggunakan energi yang ada. Menunda sarapan juga diketahui meningkatkan sensitivitas insulin—sebuah faktor penting dalam pengelolaan kadar gula darah dan pencegahan penyakit metabolik seperti diabetes tipe 2.

Fleksibilitas Metabolisme dan Pembakaran Lemak

Kadam menjelaskan, dalam kondisi normal tubuh akan mengandalkan glukosa dari makanan sebagai sumber energi utama. Namun, ketika sarapan ditunda, tubuh terpaksa mencari sumber energi alternatif, yakni dari lemak yang tersimpan di dalam tubuh. Kondisi ini, yang dikenal sebagai ketosis, tidak hanya membantu dalam pembakaran lemak, tetapi juga meningkatkan fleksibilitas metabolisme tubuh, yaitu kemampuan tubuh untuk beralih dari penggunaan glukosa ke lemak sebagai sumber energi.

Rinki Kumari, kepala ahli gizi di Rumah Sakit Fortis CG Road, Bengaluru, juga sependapat bahwa menunda sarapan dalam kerangka waktu satu hingga dua jam dapat memberikan efek positif. “Dengan mengatur waktu makan secara terencana, tubuh mendapatkan kesempatan untuk menjalani proses autophagy, yakni mekanisme alami pembersihan sel yang rusak dan regenerasi sel-sel baru. Autophagy ini sangat penting dalam proses detoksifikasi dan pencegahan penuaan dini,” paparnya.

Dampak pada Pengendalian Berat Badan dan Fungsi Otak

Tidak hanya soal metabolisme, menunda sarapan juga memiliki pengaruh pada asupan kalori harian. Menurut Kumari, orang yang menunda waktu makan cenderung lebih mampu mengontrol nafsu makan sehingga mengonsumsi kalori dengan jumlah yang lebih rendah sepanjang hari. Hal ini tentunya berdampak positif bagi mereka yang ingin mengelola berat badan dengan lebih efektif.

Dari sisi fungsi otak, Kumari menambahkan bahwa memperpanjang waktu puasa dapat membantu kejernihan mental. Tubuh yang tidak terbebani oleh proses pencernaan makanan pagi cenderung memiliki lebih banyak energi yang bisa dialihkan ke aktivitas lain, termasuk fokus mental. Inilah yang membuat pola makan dengan jadwal sarapan yang ditunda bisa mendukung produktivitas, terutama bagi mereka yang membutuhkan konsentrasi tinggi di pagi hari.

Kualitas Sarapan: Asupan Gizi yang Seimbang Tetap Penting

Namun, waktu makan bukanlah satu-satunya faktor yang penting. Kadam menekankan bahwa jenis dan kualitas makanan yang dikonsumsi juga sangat berpengaruh pada kesehatan jangka panjang. Sarapan yang seimbang dengan kandungan biji-bijian, protein, dan serat akan membantu menjaga kadar gula darah tetap stabil. Gula darah yang stabil berperan penting dalam mempertahankan suasana hati dan konsentrasi sepanjang hari.

Rinki Kumari menambahkan, “Kebanyakan orang mulai berbuka puasa dan melakukan rehidrasi beberapa jam setelah bangun tidur, dengan waktu optimal sekitar pukul 8.00-10.00 pagi. Pada saat ini, tubuh berada dalam kondisi yang sangat responsif terhadap peningkatan energi dari makanan bergizi,” jelasnya.

Menemukan Pola yang Sesuai dengan Tubuh

Meski banyak manfaat yang ditawarkan, Kadam dan Kumari mengingatkan bahwa waktu sarapan yang ideal sangat tergantung pada kebutuhan dan gaya hidup individu. “Tidak ada satu aturan yang cocok untuk semua orang. Beberapa penelitian merekomendasikan untuk segera sarapan dalam satu jam setelah bangun, sedangkan yang lain menyarankan untuk menunggu lebih lama. Mendengarkan kebutuhan tubuh dan bereksperimen untuk menemukan pola makan yang tepat adalah kuncinya,” terang Kumari.

Bagi beberapa orang, sarapan di pagi hari adalah cara untuk memulai hari dengan baik. Namun, bagi yang lain, menunda waktu sarapan mungkin justru meningkatkan energi dan produktivitas. Apa pun pilihannya, yang terpenting adalah menjaga kualitas nutrisi dan menyesuaikan pola makan dengan kebutuhan dan respons tubuh.

Mengatur Pola Sarapan yang Sehat

Dari perspektif kesehatan, menunda waktu sarapan bisa menjadi pilihan yang layak dipertimbangkan, terutama bagi mereka yang ingin mencoba puasa intermiten atau merasa bahwa mereka lebih produktif tanpa makan pagi. Kuncinya adalah mengedepankan pola makan yang seimbang dan mendengarkan sinyal tubuh.

Sarapan tetap menjadi komponen penting dalam asupan harian. Bagi mereka yang menjalani puasa intermiten dan memilih sarapan pada pukul 10.00-11.00, penting untuk memastikan bahwa makanan yang dikonsumsi mengandung nutrisi lengkap untuk mendukung aktivitas sepanjang hari.

(Rini)

#Sarapan #Gayahidup #Lifestyle