Pria Surabaya Paksa Siswa SMA Bersujud dan Menggonggong, Kini Jadi Tersangka
D'On, Surabaya - Ivan Sugiamto, seorang pria asal Surabaya, kini resmi ditetapkan sebagai tersangka setelah aksinya yang memaksa seorang siswa SMA untuk bersujud dan menggonggong viral di media sosial. Kejadian yang dianggap memalukan dan tidak manusiawi ini terjadi di halaman SMAK Gloria 2 Surabaya dan menuai kecaman luas dari masyarakat serta memicu tindakan hukum dari pihak berwenang.
Penetapan Tersangka di Tengah Gelar Perkara
Kombes Pol Dirmanto, Kabid Humas Polda Jawa Timur, mengonfirmasi status tersangka Ivan setelah proses gelar perkara dilakukan oleh Polrestabes Surabaya. “Setelah melalui proses gelar perkara, saudara I telah dinyatakan sebagai tersangka,” ujar Dirmanto saat ditemui di Mapolrestabes Surabaya pada Kamis sore (14/11).
Ivan ditangkap di Bandara Juanda, Sidoarjo, sekitar pukul 16.00 WIB oleh tim penyidik. Penangkapan di bandara ini menimbulkan spekulasi apakah Ivan berniat melarikan diri atau meninggalkan kota sebelum ditetapkan sebagai tersangka. Namun, pihak kepolisian belum memberikan keterangan lebih lanjut mengenai alasan penangkapan tersebut di lokasi yang tidak biasa.
"Saat ini yang bersangkutan sedang menjalani pemeriksaan intensif. Kami akan memberikan update lebih lanjut setelah pemeriksaan selesai," tambah Dirmanto.
Proses Hukum dan Bukti Kuat dari Saksi
Sebelum menetapkan status tersangka, Polrestabes Surabaya melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi yang terlibat dan menyaksikan insiden tersebut. Dirmanto menjelaskan, total ada 11 saksi yang telah diperiksa pada hari penetapan tersangka, termasuk pihak sekolah, siswa yang terlibat, dan petugas keamanan yang menyaksikan peristiwa itu.
"Hari ini kami memeriksa sejumlah saksi tambahan untuk memperkuat berkas perkara. Kemarin ada 8 saksi yang telah dimintai keterangan, dan hingga waktu Maghrib hari ini, jumlah saksi bertambah menjadi 11 orang," ungkap Dirmanto.
Ivan Sugiamto tiba di Polrestabes Surabaya sekitar pukul 17.21 WIB dengan tangan terborgol dan mengenakan pakaian serba putih, termasuk masker. Penampilannya yang tertutup rapat ini tidak menghalangi sorotan kamera media yang sudah menunggu di lokasi. Ivan langsung dibawa menuju Gedung Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
Kronologi Kejadian yang Memicu Amarah Publik
Insiden yang kini menjadi perhatian publik ini bermula pada Senin, 21 Oktober 2024, ketika Ivan, yang berinisial IV, mendatangi SMAK Gloria 2 Surabaya. Ia datang saat jam pulang sekolah dengan tujuan menemui seorang siswa berinisial EN. Kejadian ini dipicu oleh dugaan ejekan yang dilontarkan EN kepada anak Ivan, yang berinisial EL, saat pertandingan basket antarsekolah di sebuah mal di Surabaya.
Pertandingan basket yang seharusnya menjadi ajang sportif justru berakhir dengan insiden memalukan di luar lapangan. EL, siswa SMA Cita Hati Surabaya, merasa dihina oleh EN selama pertandingan tersebut, sehingga menimbulkan amarah bagi Ivan. Tanpa melalui proses mediasi yang tepat, Ivan langsung menuju sekolah EN untuk menuntut permintaan maaf secara langsung dan berlebihan.
Di halaman sekolah, dengan disaksikan oleh sejumlah siswa, guru, dan petugas keamanan, Ivan memaksa EN untuk bersujud di hadapannya sambil menggonggong seperti anjing. Aksi tersebut tidak hanya mengejutkan para saksi mata tetapi juga menimbulkan rasa malu yang mendalam bagi siswa yang dipaksa melakukan tindakan tersebut. Upaya dari guru dan petugas keamanan untuk menenangkan Ivan tidak membuahkan hasil, bahkan ia terus memaksa EN melanjutkan permintaan maaf dalam kondisi yang tidak pantas.
Respons Publik dan Langkah Hukum
Video rekaman insiden ini dengan cepat menyebar di media sosial, memicu kemarahan dan kecaman dari masyarakat. Banyak yang menganggap tindakan Ivan sebagai bentuk pelecehan dan perundungan yang tidak dapat ditoleransi, terlebih dilakukan di lingkungan sekolah yang seharusnya menjadi tempat aman bagi siswa.
Pihak SMAK Gloria 2 Surabaya melalui perwakilan sekolah menyatakan penyesalan mendalam atas kejadian yang terjadi di area mereka dan menegaskan telah berupaya menengahi situasi agar tidak berujung pada kekerasan psikologis terhadap siswa. Namun, mereka mengakui bahwa upaya tersebut tidak berhasil menenangkan emosi Ivan pada saat itu.
Organisasi pendidikan dan perlindungan anak juga ikut angkat suara, menyerukan penegakan hukum yang tegas terhadap Ivan agar kasus serupa tidak terulang di masa depan. “Tindakan seperti ini tidak hanya melukai korban secara fisik tetapi juga mental. Anak-anak harus dilindungi dari tindakan intimidatif seperti ini,” ujar seorang aktivis perlindungan anak di Surabaya.
Penanganan Kasus dan Dampak Psikologis
Kejadian ini menimbulkan trauma mendalam bagi EN, siswa yang menjadi korban. Pihak sekolah dilaporkan telah menyediakan bantuan konseling psikologis bagi EN dan keluarganya untuk mengatasi dampak psikologis akibat insiden tersebut. Banyak yang mendesak agar kasus ini segera diselesaikan secara hukum agar memberikan keadilan bagi korban serta efek jera bagi pelaku.
Kasus ini membuka diskusi lebih luas tentang perilaku orang tua di lingkungan pendidikan dan pentingnya mediasi yang tepat saat terjadi konflik antar siswa. Kekerasan verbal maupun tindakan yang merendahkan martabat siswa dinilai dapat menimbulkan trauma berkepanjangan yang mengganggu proses belajar mereka.
Polisi berjanji akan mengusut tuntas kasus ini dan menjamin proses hukum berjalan transparan tanpa intervensi. Ivan Sugiamto kini menghadapi potensi hukuman berat atas perbuatannya, termasuk pelanggaran UU Perlindungan Anak dan tindak kekerasan psikologis di ranah pendidikan.
Seiring berjalannya proses hukum, masyarakat berharap kasus ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak untuk menyelesaikan konflik dengan cara yang bijak dan menghormati hak serta martabat setiap individu, terutama di lingkungan pendidikan yang seharusnya bebas dari intimidasi.
(Mond)
#Hukum #Peristiwa