Skandal Dosen FIB Unhas: Dari Dugaan Pelecehan Hingga Usulan Pemecatan sebagai ASN
D'On, Makassar - Kasus dugaan pelecehan seksual di lingkungan akademik kembali mencuat, kali ini melibatkan seorang dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin (FIB Unhas) berinisial FS. Dugaan ini memicu gelombang kritik keras dari masyarakat, terutama mahasiswa, sehingga mendorong pihak universitas untuk mengusulkan pemecatan FS dari statusnya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
Latar Belakang Kasus
FS, yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Gugus Penjaminan Mutu di FIB Unhas, diduga melakukan pelecehan seksual terhadap seorang mahasiswi saat sesi bimbingan skripsi. Kasus ini pertama kali terungkap setelah korban melaporkan kejadian tersebut ke Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Unhas.
Dalam upaya awal menangani kasus ini, Unhas telah memberikan dua sanksi kepada FS. Ia diberhentikan secara permanen dari jabatannya sebagai Ketua Gugus Penjaminan Mutu dan dibebastugaskan sementara dari seluruh kegiatan mengajar selama tiga semester atau 18 bulan. Selain itu, FS tidak diizinkan menjalankan aktivitas akademik di kampus, serta hanya menerima gaji pokok tanpa tunjangan. Namun, langkah-langkah ini dinilai belum cukup memberikan efek jera maupun keadilan bagi korban.
Gelombang Ketidakpuasan
Ketua Satgas PPKS Unhas, Prof. Farida, menjelaskan bahwa sanksi awal tersebut menuai kritik dari berbagai pihak. Korban dan sejumlah mahasiswa menilai hukuman yang dijatuhkan terlalu ringan, terutama mengingat dampak psikologis yang dialami korban serta citra buruk yang mencoreng institusi.
“Setelah SK sanksi keluar, kami menerima banyak tanggapan, baik dari korban, mahasiswa, maupun masyarakat umum. Kritik ini bisa kami pahami. Oleh karena itu, kami melakukan analisis mendalam dan memutuskan untuk menambah berat sanksinya dengan mengusulkan pemberhentian FS dari status ASN dosen,” ujar Prof. Farida dalam keterangan pers, Jumat (29/11).
Usulan Pemecatan sebagai ASN
Langkah tegas ini mendapat dukungan dari Rektor Unhas, yang kemudian mengirimkan surat rekomendasi pemecatan kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Namun, keputusan akhir tetap berada di tangan Menteri Pendidikan.
“Pemberhentian tetap sebagai ASN dosen bukan merupakan kewenangan rektor. Rektor hanya dapat mengusulkan dan menyampaikan rekomendasi tersebut ke kementerian. Semua keputusan ada di tangan Menteri,” tegas Prof. Farida.
Respons Masyarakat dan Harapan Korban
Kasus ini menjadi salah satu pengingat penting tentang urgensi penanganan kekerasan seksual di lingkungan akademik. Dukungan terhadap korban mengalir deras, baik dari rekan-rekan mahasiswa maupun komunitas sosial. Banyak pihak berharap, langkah pemecatan FS sebagai ASN dapat memberikan keadilan bagi korban sekaligus menjadi pelajaran bagi siapa saja yang menyalahgunakan otoritasnya.
Universitas Hasanuddin, sebagai salah satu perguruan tinggi terkemuka di Indonesia, kini berada di bawah sorotan. Penanganan kasus ini bukan hanya menjadi ujian atas komitmen mereka dalam memberantas kekerasan seksual, tetapi juga memperlihatkan bagaimana institusi akademik mampu menegakkan prinsip moral dan integritas.
Keputusan pemecatan FS sebagai ASN akan menjadi sinyal penting bahwa kekerasan seksual tidak memiliki tempat di dunia akademik. Lebih dari sekadar hukuman, ini adalah langkah menuju lingkungan pendidikan yang lebih aman, berintegritas, dan menghormati hak setiap individu.
(Mond)
#UniversitasHasanuddin #PeleceehanSeksual