Skandal Perdagangan Sisik Trenggiling 1 Ton: Jerat Hukum Menanti 2 Oknum TNI dan 1 Polisi
Konferensi pers tindak pidana penjualan sisik trenggiling oleh KLHK Wilayah Sumut. Foto: Dok. Istimewa
D'On, Sumatera Utara - Dalam sebuah operasi besar yang melibatkan berbagai pihak, tim gabungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Polda Sumatera Utara, dan Kodam I Bukit Barisan berhasil membongkar perdagangan ilegal yang mengejutkan: lebih dari satu ton sisik trenggiling ditemukan siap diperdagangkan. Kasus ini menyeret empat tersangka, termasuk dua oknum TNI dan seorang anggota polisi, menambah dimensi serius pada kejahatan lingkungan yang telah merusak ekosistem secara besar-besaran.
Rantai Kejahatan yang Mengkhawatirkan
Pengungkapan ini dimulai dari laporan warga yang mencurigai aktivitas perdagangan satwa liar di wilayah Kisaran, Sumatera Utara. Tim penegak hukum segera bertindak, melakukan penyelidikan intensif hingga akhirnya menangkap para pelaku pada Senin, 11 November. Keempat tersangka, yang diidentifikasi sebagai AS (45), seorang warga sipil; MYH (48) dan RS (35), dua oknum anggota TNI; serta AHS (39), seorang personel kepolisian, ditahan di dua lokasi berbeda.
Penangkapan pertama terjadi di Jalan Ahmad Yani, Kota Kisaran. Di tempat tersebut, petugas menemukan sembilan kardus berisi 322 kilogram sisik trenggiling yang diduga akan dikirim melalui bus antarprovinsi. Lokasi kedua yang digerebek adalah rumah MYH di Kisaran Timur, tempat yang diduga menjadi pusat penyimpanan utama. Di sana, ditemukan 858 kilogram sisik trenggiling lainnya, menjadikan total barang bukti mencapai 1.180 kilogram.
Dampak Ekologis yang Luar Biasa
Sisik trenggiling yang ditemukan dalam jumlah besar ini memperlihatkan skala kejahatan yang sangat serius. Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani, menjelaskan bahwa untuk mengumpulkan 1.180 kilogram sisik tersebut, diperkirakan sekitar 5.900 ekor trenggiling harus diburu dan dibunuh.
“Seekor trenggiling memiliki nilai ekologis sepanjang hidupnya sebesar Rp 50,6 juta. Jika 5.900 trenggiling dibunuh, kerugian lingkungan yang ditimbulkan mencapai Rp 2,666 miliar,” ungkap Rasio.
Trenggiling merupakan salah satu spesies yang dilindungi karena perannya yang vital dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Hewan ini membantu mengontrol populasi serangga seperti semut dan rayap, yang jika tak terkendali, dapat merusak tanaman dan infrastruktur. Perburuan besar-besaran ini tidak hanya mengancam kelestarian spesies tetapi juga menimbulkan dampak negatif jangka panjang terhadap lingkungan.
Operasi Penangkapan yang Rapi
Operasi penangkapan yang dilakukan tim gabungan tidak hanya berhasil mengamankan barang bukti, tetapi juga mengungkap peran aktif para tersangka. Berdasarkan laporan awal warga, tim mendapati AS bersama ketiga oknum aparat diduga hendak mengirimkan sisik trenggiling dalam kardus melalui transportasi darat.
“Tim berhasil menangkap pelaku AS bersama tiga oknum aparat saat hendak mengirimkan sembilan kardus berisi 322 kilogram sisik trenggiling melalui bus di Jalan Jenderal Ahmad Yani, Kisaran," ujar Rasio.
Setelah penangkapan tersebut, petugas segera membawa keempat tersangka ke Subdenpom I/1-4 Kisaran untuk pemeriksaan lebih lanjut. Dari keterangan yang diperoleh, petugas melakukan penggeledahan di rumah MYH, yang menjadi tempat penemuan tambahan 858 kilogram sisik trenggiling.
Langkah Tegas untuk Kasus Luar Biasa
Kasus ini tidak hanya mencoreng nama institusi tempat para oknum aparat bertugas, tetapi juga menjadi pengingat akan lemahnya pengawasan terhadap perdagangan satwa liar di Indonesia. Rasio Ridho Sani menegaskan pentingnya tindakan tegas terhadap pelaku, termasuk aparat yang terlibat.
“Tindakan yang dilakukan oleh para oknum ini harus ditindak tegas. Ini bukan hanya soal hukum, tetapi juga pembelajaran bagi pihak lain agar tidak melakukan kejahatan serupa,” tegas Rasio.
Penegakan Hukum sebagai Penentu Masa Depan Lingkungan
Keempat tersangka saat ini telah ditahan dan akan menjalani proses hukum sesuai peraturan yang berlaku. Pasal-pasal terkait perlindungan satwa liar akan diterapkan dengan maksimal, terutama mengingat skala kerugian ekologis yang ditimbulkan.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi seluruh elemen masyarakat, termasuk aparat penegak hukum, bahwa kejahatan terhadap satwa liar bukan hanya merugikan lingkungan tetapi juga mencerminkan krisis moral dan etika. Dengan kolaborasi antara KLHK, kepolisian, dan TNI, diharapkan penegakan hukum atas kasus ini mampu menciptakan efek jera bagi para pelaku kejahatan lingkungan di masa depan.
Sebagai bangsa yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia, Indonesia memikul tanggung jawab besar untuk melindungi satwa liar demi keberlangsungan ekosistem dan generasi mendatang. Kasus ini adalah pengingat bahwa perjuangan untuk melawan perdagangan satwa liar masih panjang, tetapi harus terus dilakukan tanpa kompromi.
(Mond)
#KLHK #Hukum