Breaking News

3 Hakim Bebaskan Ronald Tannur, Dilimpahkan ke JPU

Kejagung melimpahkan tahap II atau barang bukti dan tersangka tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, yang terlibat kasus dugaan suap vonis bebas Ronald Tannur, kepada jaksa penuntut umum (JPU). Foto/Dok. Kejagung

D'On, Jakarta –
Kasus dugaan korupsi yang melibatkan tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya semakin memasuki babak baru. Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung telah melimpahkan barang bukti dan tersangka kepada jaksa penuntut umum (JPU). Ketiganya diduga menerima suap untuk memuluskan vonis bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur, anak politikus ternama yang tersangkut kasus hukum.

Pelimpahan tahap II ini dilakukan pada Jumat, 13 Desember 2024, sekitar pukul 13.30 WIB di Kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Ketiga hakim yang menjadi tersangka adalah Heru Hanindyo (HH), Erintuah Damanik (ED), dan Mangapul (M). Langkah ini menandai keseriusan Kejaksaan dalam menangani salah satu kasus korupsi di lingkungan peradilan yang menjadi perhatian publik.

Suap Bernilai Fantastis dan Modus Operandi yang Terungkap

Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, ketiga hakim diduga menerima suap sebesar 140 ribu Dolar Singapura, setara lebih dari Rp1,5 miliar. Dana ini diberikan oleh Lisa Rachmat, pengacara Gregorius Ronald Tannur, yang kini juga berstatus tersangka.

“Suap diberikan dalam beberapa tahap, termasuk melalui penyerahan amplop berisi uang di Bandara Ahmad Yani Semarang dan pembagian uang di ruang hakim,” ujar Harli dalam keterangan resmi, Senin (16/12/2024). Modus operandi ini didesain sedemikian rupa agar tidak mencurigakan, tetapi upaya penyamaran tersebut gagal mengelabui aparat penegak hukum.

Penggeledahan Ungkap Bukti Tambahan

Pada 23 Oktober 2024, penyidik melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi, termasuk rumah pribadi para tersangka hakim dan kantor penasihat hukum Lisa Rachmat. Dari penggeledahan tersebut, ditemukan sejumlah uang dalam bentuk rupiah dan mata uang asing lainnya, yang diduga erat kaitannya dengan kasus suap ini.

“Uang-uang tersebut diyakini menjadi alat untuk mempengaruhi putusan bebas terhadap terdakwa Ronald Tannur,” ungkap Harli. Bukti ini semakin memperkuat dugaan adanya praktik korupsi yang sistematis dan terencana di balik putusan pengadilan.

Latar Belakang dan Status Hukum Para Tersangka

Kasus ini bermula dari keputusan kontroversial pada Oktober 2024, di mana Gregorius Ronald Tannur, yang sebelumnya menjadi sorotan karena kasus hukum serius, dinyatakan bebas dari segala tuntutan. Keputusan ini memicu spekulasi publik hingga akhirnya penyelidikan mendalam dilakukan.

Ketiga hakim, Heru Hanindyo, Erintuah Damanik, dan Mangapul, dijerat dengan Pasal 5 Ayat 2 juncto Pasal 6 Ayat 2, Pasal 12 Huruf E dan B, serta Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 Ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP).

Sementara itu, Lisa Rachmat, sebagai pemberi suap, dijerat dengan Pasal 5 Ayat 1 juncto Pasal 6 Ayat 1 Huruf A dan Pasal 18 dari undang-undang yang sama.

Langkah Kejaksaan dan Dampak Kasus

Sebagai tindak lanjut, Kejaksaan Agung menahan keempat tersangka di tempat berbeda. Para hakim ditahan di Surabaya, sementara Lisa ditahan di Kejaksaan Agung untuk 20 hari pertama masa penyelidikan. Langkah ini merupakan bagian dari komitmen pemberantasan korupsi di tubuh peradilan.

Febrie Adriansyah, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, menegaskan bahwa penahanan ini adalah bentuk keseriusan untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap integritas lembaga hukum. “Kasus ini menjadi momentum penting untuk menunjukkan bahwa tidak ada pihak yang kebal hukum, termasuk para hakim,” ujarnya.

Refleksi dan Harapan Publik

Kasus ini menjadi sorotan tajam karena melibatkan tiga hakim sekaligus, yang seharusnya menjadi benteng terakhir keadilan. Fakta bahwa suap dilakukan secara terang-terangan menunjukkan betapa rentannya integritas hukum di Indonesia.

Publik berharap agar proses hukum berjalan transparan dan adil, tanpa ada intervensi dari pihak mana pun. Kasus ini tidak hanya menjadi ujian bagi Kejaksaan, tetapi juga momentum untuk memperbaiki sistem peradilan yang masih rentan terhadap korupsi.

Bagaimana kelanjutan kasus ini? Akankah para tersangka menerima hukuman setimpal? Waktu akan menjawab, namun satu hal yang pasti: keadilan tidak boleh berhenti pada meja hijau yang kotor.

(Mond)

#SuapKasusRonaldTannur #Suap #Hukum #Kejagung