Adab Lebih Tinggi daripada Ilmu dalam Islam: Sebuah Renungan Mendalam
Penulis: Osmond |
Dirgantaraonline - Dalam tradisi Islam, adab sering disebut-sebut sebagai pilar utama kehidupan yang memandu manusia dalam berinteraksi dengan Allah, sesama manusia, dan alam semesta. Tidak sedikit ulama yang menyatakan bahwa adab mendahului ilmu, bahkan memegang posisi yang lebih tinggi. Pernyataan ini bukanlah tanpa dasar, tetapi berakar pada ajaran Al-Qur'an, hadits, serta pengalaman para ulama yang mewariskan nilai-nilai luhur ini. Artikel ini akan mengupas secara mendalam mengapa adab lebih tinggi daripada ilmu menurut pandangan Islam.
Definisi Adab dan Ilmu
Adab, secara bahasa, berarti tata krama, etika, atau sopan santun. Namun, dalam Islam, adab memiliki makna yang jauh lebih luas. Ia mencakup kesadaran spiritual dan moral yang membimbing seseorang untuk menempatkan segala sesuatu pada tempatnya sesuai kehendak Allah. Adab meliputi sikap tawadhu (rendah hati), akhlak mulia, dan perilaku terpuji dalam setiap aspek kehidupan.
Ilmu, di sisi lain, adalah pengetahuan yang diperoleh manusia melalui akal dan pengalaman, baik dalam hal duniawi maupun ukhrawi. Islam sangat memuliakan ilmu, sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Mujadilah ayat 11:
"Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat."
Namun, ilmu tanpa adab sering kali tidak menghasilkan kebijaksanaan. Maka, ilmu yang dimuliakan oleh Islam adalah ilmu yang diiringi dengan adab, sehingga membawa manfaat bagi individu maupun masyarakat.
Adab Sebagai Pondasi Ilmu
Pandangan bahwa adab lebih tinggi daripada ilmu didasarkan pada prinsip bahwa ilmu hanya bisa membawa keberkahan jika dipelajari dan diamalkan dengan cara yang benar. Dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim, Syekh Az-Zarnuji menjelaskan pentingnya adab dalam menuntut ilmu. Ia menegaskan bahwa seseorang yang belajar tanpa adab akan kehilangan keberkahan ilmunya, bahkan dapat menyesatkan dirinya dan orang lain.
Imam Malik, salah satu imam mazhab terbesar dalam Islam, pernah berkata:
"Ibuku mengajarkan aku adab sebelum ia mengajarkan aku ilmu."
Pernyataan ini menunjukkan bahwa adab adalah syarat mutlak untuk mempelajari ilmu yang benar.
Selain itu, Rasulullah SAW sendiri, yang merupakan teladan utama umat Islam, diutus bukan semata untuk menyampaikan ilmu, tetapi untuk menyempurnakan akhlak manusia. Dalam sebuah hadits, beliau bersabda:
"Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia." (HR. Ahmad).
Bahaya Ilmu Tanpa Adab
Ilmu tanpa adab ibarat pedang di tangan orang yang tidak bertanggung jawab. Ia dapat melukai diri sendiri dan orang lain. Sejarah telah mencatat banyak kasus di mana ilmu digunakan untuk kepentingan egois atau penghancuran. Contohnya, pemanfaatan ilmu pengetahuan untuk menciptakan senjata pemusnah massal yang justru merusak kehidupan manusia.
Dalam konteks individu, seseorang yang memiliki ilmu tinggi tetapi tidak memiliki adab cenderung menjadi sombong, merasa superior, dan merendahkan orang lain. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an, surah Al-Baqarah ayat 2:
"Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri."
Kesombongan semacam ini adalah tanda hilangnya keberkahan ilmu, karena ilmu yang sejati seharusnya membawa seseorang pada kerendahan hati dan kesadaran akan keagungan Allah.
Adab: Kunci Keberkahan Ilmu
Adab tidak hanya menjadi hiasan dalam menuntut ilmu, tetapi juga menjadi kunci utama untuk membuka pintu-pintu hikmah. Sebuah kisah inspiratif tentang Imam Syafi’i dan gurunya, Imam Malik, sering kali dijadikan contoh. Imam Malik pernah berkata kepada Imam Syafi’i muda:
"Aku melihat ada cahaya dalam dirimu. Jangan padamkan cahaya itu dengan maksiat."
Nasihat ini menunjukkan bahwa menjaga adab, termasuk menjauhi maksiat, adalah jalan untuk menjaga ilmu tetap bercahaya dan membawa manfaat. Dalam Islam, keberkahan ilmu terletak pada bagaimana ilmu itu diamalkan dengan niat yang benar dan adab yang terjaga.
Adab dalam Perspektif Modern
Di era modern, pandangan bahwa adab lebih tinggi daripada ilmu semakin relevan. Dunia saat ini dipenuhi oleh individu-individu yang berilmu tinggi, namun sayangnya, krisis adab sering kali terlihat, baik dalam interaksi sosial, politik, maupun teknologi. Misalnya, perkembangan teknologi tanpa diiringi etika telah menimbulkan masalah seperti pelanggaran privasi dan penyebaran informasi palsu.
Adab dalam Islam mengajarkan keseimbangan antara akal dan hati, sehingga ilmu yang dimiliki dapat digunakan untuk kebaikan bersama. Adab juga mencegah manusia dari penyalahgunaan ilmu yang hanya berorientasi pada kepentingan pribadi atau materi.
Pernyataan bahwa adab lebih tinggi daripada ilmu sering kali dikaitkan dengan pandangan ulama besar, termasuk Jalaluddin Rumi, seorang penyair sufi, filsuf, dan mistikus terkenal dari abad ke-13. Dalam tradisi Islam, adab merujuk pada tata krama, etika, dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai agama, sedangkan ilmu mencakup pengetahuan intelektual, spiritual, dan duniawi.
Pemikiran Jalaluddin Rumi tentang Adab dan Ilmu
Jalaluddin Rumi tidak secara eksplisit menyatakan bahwa adab lebih tinggi daripada ilmu dalam satu ungkapan spesifik, tetapi ajarannya sarat dengan makna ini. Beberapa gagasan dalam karya-karyanya, seperti Masnawi-i Ma'nawi, menggambarkan pentingnya adab sebagai landasan yang memurnikan ilmu. Tanpa adab, ilmu bisa membawa kesombongan dan kehancuran, sedangkan ilmu yang dilandasi adab menjadi sarana mendekatkan diri kepada Tuhan dan membawa manfaat bagi sesama.
Beberapa ajaran Rumi yang relevan:
1. Adab sebagai Pintu Gerbang Ilmu
Dalam salah satu puisinya, Rumi menyebutkan bahwa penghormatan kepada guru dan ketundukan kepada nilai-nilai ilahi adalah langkah pertama menuju pengetahuan yang sejati. Adab adalah kunci yang membuka hati manusia untuk menerima hikmah, sedangkan ilmu tanpa adab hanya akan menjadi beban ego.
“Jadilah tanah di bawah kaki orang bijak, agar engkau memperoleh kebijaksanaan dari pohon kehidupan mereka.”
Makna ini menunjukkan bahwa kerendahan hati (sebagai bagian dari adab) adalah jalan untuk menyerap ilmu dengan benar.
2. Ilmu yang Tidak Dilandasi Adab Dapat Menyesatkan
Rumi sering memperingatkan bahaya ilmu yang tidak dilandasi oleh spiritualitas dan etika. Dalam salah satu kisahnya, ia mengisahkan tentang seorang ulama yang sangat berilmu tetapi kehilangan arah karena kesombongannya. Ini menunjukkan bahwa adab adalah pagar yang menjaga ilmu agar tetap berada dalam jalur yang benar.
3. Adab Menghubungkan dengan Tuhan
Dalam pandangan sufisme yang dianut Rumi, adab bukan sekadar tata krama terhadap sesama manusia, tetapi juga penghormatan kepada Tuhan dan ciptaan-Nya. Ia percaya bahwa ilmu bisa membantu memahami ciptaan Tuhan, tetapi tanpa adab, seseorang tidak akan mampu mengapresiasi kebesaran-Nya.
“Ilmu adalah cahaya, tetapi adab adalah cermin yang memantulkan cahaya itu dengan indah.”
Refleksi dalam Kehidupan
Pandangan ini mengajarkan bahwa manusia tidak hanya perlu mengejar ilmu, tetapi juga harus memperbaiki sikap dan perilaku. Ilmu yang tinggi tanpa adab hanya akan membawa kerusakan, baik secara pribadi maupun sosial. Sebaliknya, adab yang kokoh akan membuat ilmu menjadi manfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
Dalam ajaran Jalaluddin Rumi dan tradisi Islam secara umum, adab memang dipandang lebih tinggi daripada ilmu karena ia adalah fondasi moral yang memberikan arah dan makna kepada ilmu. Adab mendidik hati, sementara ilmu mendidik pikiran. Keduanya saling melengkapi, tetapi adab adalah permulaan dan inti dari kebijaksanaan sejati.
Kesimpulan: Mengapa Adab Lebih Tinggi daripada Ilmu
Adab adalah pondasi yang mengarahkan ilmu menuju tujuan yang mulia. Ilmu tanpa adab hanyalah pengetahuan kosong yang tidak membawa manfaat, bahkan bisa mendatangkan mudarat. Islam menegaskan bahwa adab mendahului ilmu, karena adab adalah cerminan iman dan akhlak yang menjadikan ilmu bernilai di mata Allah.
Sebagai seorang Muslim, kita dituntut untuk terus menuntut ilmu, namun tidak pernah melupakan pentingnya adab. Dengan menjaga adab, ilmu yang kita miliki akan menjadi cahaya yang menerangi dunia dan membawa keberkahan, baik di dunia maupun di akhirat. Seperti pepatah ulama mengatakan:
"Adab adalah mahkota ilmu, dan tanpa adab, ilmu hanyalah bayang-bayang yang kehilangan bentuk."
Semoga kita semua dapat meneladani Rasulullah SAW dalam menjaga adab dan ilmu, sehingga hidup kita menjadi lebih bermakna dan bermanfaat.
Penulis: Osmond
#Adab #Ilmu #Artikel #Islami #Religi