Breaking News

Bawaslu Terima 1.500 Aduan Dugaan Pelanggaran Pilkada 2024, Termasuk Ketidaknetralan Polisi

Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty dalam wawancara eksklusif dengan ANTARA di Kantor Bawaslu RI, Jakarta, Kamis (1/2/2024).


D'On, Jakarta –
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 tengah menjadi sorotan, terutama setelah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menerima lebih dari 1.500 laporan dugaan pelanggaran. Salah satu poin krusial dalam laporan tersebut adalah dugaan ketidaknetralan aparat kepolisian.

Anggota Bawaslu, Lolly Suhenty, mengungkapkan bahwa laporan dugaan ketidaknetralan kepolisian telah diterima oleh pihaknya. Dalam wawancaranya dengan media di Hotel Lagoi, Bintan, Kepulauan Riau, pada Selasa (3/12/2024), ia menegaskan bahwa laporan-laporan tersebut tengah dalam proses penanganan intensif.

Netralitas Polisi di Ujung Tanduk

"Dugaan ketidaknetralan kepolisian ada, laporannya masuk. Nah, ini sedang berproses juga," ujar Lolly. Meski belum memberikan rincian lebih lanjut, pernyataan ini menyoroti pentingnya peran aparat keamanan dalam menjaga integritas pemilu. Ketidaknetralan polisi, jika terbukti, dapat mencederai proses demokrasi yang tengah berlangsung.

Namun, dugaan pelanggaran tidak hanya menyasar institusi kepolisian. Bawaslu juga menerima laporan terkait ketidaknetralan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan praktik politik uang. "Ada soal dugaan ketidaknetralan aparat, ketidaknetralan ASN, termasuk politik uang," tambahnya.

Proses Penanganan Laporan: Transparansi Jadi Kunci

Lolly menjelaskan bahwa semua laporan yang diterima sedang diperiksa dengan cermat. Penanganan ini mencakup verifikasi awal hingga kajian mendalam untuk memastikan bahwa pelanggaran yang dilaporkan memiliki dasar yang kuat. Setelah penyelidikan selesai, hasilnya akan diumumkan kepada publik sebagai bentuk transparansi.

"Dalam konteks ini, kalau sudah selesai, pastilah Bawaslu di tingkatan Provinsi maupun Kabupaten/Kota akan menyampaikan statementnya ke publik," jelasnya.

Tidak hanya mengandalkan laporan dari masyarakat, Bawaslu juga aktif melakukan investigasi mandiri. Temuan-temuan ini, menurut Lolly, menjadi salah satu pintu masuk penting dalam menangani pelanggaran Pilkada. Meski ia belum membeberkan angka pasti, temuan ini disebut memiliki bobot yang signifikan dalam memastikan keadilan proses pemilu.

Perbedaan Laporan dan Temuan

Lolly menjelaskan bahwa laporan masyarakat dan temuan dari Bawaslu memiliki mekanisme yang berbeda dalam proses penanganannya. Untuk temuan yang dihasilkan Bawaslu, proses tindak lanjutnya cenderung lebih cepat karena telah melewati validasi awal dengan tingkat kebenaran yang cukup tinggi.

"Ketika Bawaslu menyatakan 'ini sebuah temuan,' maka dia harus memastikan, katakanlah dia punya kebenaran itu lebih dari 60 persen. Sehingga sangat jarang ketika dia sudah menjadi temuan, kemudian gak bisa lanjut," tegasnya.

Berbeda dengan temuan, laporan dari masyarakat memerlukan kajian awal sebelum dinyatakan layak untuk didaftarkan atau diregistrasi sebagai pelanggaran.

"Sehingga bisa saja kemudian dia dinyatakan bisa diregister atau tidak bisa diregister," pungkas Lolly.

Pilkada 2024 di Bawah Bayang-Bayang Tantangan

Laporan ketidaknetralan ini menambah daftar panjang tantangan yang harus dihadapi dalam Pilkada 2024. Dugaan pelanggaran, mulai dari ketidaknetralan polisi dan ASN hingga politik uang, mencerminkan tantangan dalam menjaga integritas proses demokrasi di Indonesia.

Bawaslu kini memikul tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa setiap laporan ditindaklanjuti dengan serius, tanpa pandang bulu. Transparansi dan profesionalitas akan menjadi kunci dalam menjaga kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilu yang bersih dan adil.

Dengan pengawasan yang semakin ketat dan keterlibatan masyarakat, Pilkada 2024 diharapkan dapat menjadi momen penting untuk memperkuat demokrasi Indonesia. Namun, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mewujudkan pemilu yang benar-benar jujur dan adil.

(Mond)

#Bawaslu #NetralitasPolitik #Polri #Nasional #Pilkada