Breaking News

Darah di Pelataran Rumah: Penembakan Tragis di Lampung yang Membawa Pilu dan Tuntutan Keadilan

Keluarga Romadon, warga Desa Batu Badak, Kecamatan Marga Sekampung, Lampung Timur, yang tewas ditembak polisi di depan istri dan anak-anaknya, menuntut keadilan.


D'On, Lampung Timur -
Di sebuah desa kecil yang tenang, Batu Badak, Kabupaten Lampung Timur, suara letusan senjata mengubah hidup satu keluarga selamanya. Romadon, seorang pria berusia 31 tahun, tewas di tangan aparat kepolisian di depan mata istri dan kedua anaknya pada Akhir Maret Silam. Peristiwa itu menyisakan duka mendalam dan serangkaian pertanyaan tentang keadilan, hukum, dan hak asasi manusia di Indonesia.

Menurut keterangan saksi mata, sore itu, sekitar pukul 15.00 WIB, tiga anggota polisi dari tim Jatanras Polda Lampung mendatangi rumah Romadon menggunakan sebuah minibus. Dua di antaranya turun, sementara satu tetap di mobil. Kehadiran aparat tak menimbulkan kecurigaan besar pada awalnya. Namun, dalam hitungan detik, suasana berubah mencekam.

Romadon, yang diduga terlibat kasus pencurian kendaraan bermotor (curanmor), keluar rumah setelah dipanggil oleh orang tuanya. Di depan pintu rumahnya sendiri, ia berhadapan langsung dengan senjata yang diarahkan ke tubuhnya. Tanpa peringatan, peluru tajam ditembakkan.

Luka yang Membisu di Pelataran Rumah

Peluru yang melesat itu menembus perut hingga pinggul Romadon. Ia terjatuh, terkapar di atas tanah, sementara darah segar membasahi halaman. Di tengah kesakitannya, Romadon sempat berteriak meminta pertolongan. Namun, sebelum keluarga sempat mendekat, suasana semakin memburuk.

Saksi keluarga mengungkapkan bahwa aparat kemudian mendorong istri dan ibu Romadon yang mencoba mendekat. Keduanya bahkan dikabarkan mengalami tindak kekerasan fisik berupa tendangan dan dorongan kasar. Di hadapan anak-anaknya yang ketakutan, tubuh Romadon yang mulai tak sadarkan diri diseret paksa dan dilempar ke dalam mobil.

"Saat pintu mobil ditutup, tangan kakak saya masih tertahan di luar," ujar adik Romadon, mengenang dengan suara bergetar.

Tiba-Tiba Wafat di Rumah Sakit

Empat jam berselang, keluarga menerima kabar yang menghancurkan hati. Romadon dinyatakan meninggal dunia di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Lampung. Namun, kronologi dari penembakan hingga kematian di rumah sakit itu tak pernah dijelaskan secara gamblang oleh pihak kepolisian.

Keluarga yang berduka kemudian dipaksa menandatangani dokumen tanpa diberi kesempatan untuk membacanya. Hari berikutnya, polisi datang kembali untuk melakukan olah tempat kejadian perkara. Anehnya, keluarga mencatat tidak ada temuan selongsong peluru yang dapat menjelaskan senjata apa yang digunakan.

Tanda Tanya di Tubuh Korban

Saat jenazah Romadon dikembalikan kepada keluarga setelah autopsi, mereka menemukan adanya luka jahitan di tubuhnya. Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa ada hal-hal yang tidak dilaporkan sepenuhnya oleh pihak berwenang.

Keluarga yang merasa diperlakukan tidak adil memutuskan mengambil langkah hukum. Dibantu oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung, laporan resmi diajukan ke Divisi Propam Mabes Polri.

"Kami menduga kuat ada unsur penyiksaan dan kekerasan berlebihan dalam kasus ini. Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 jelas mengatur batasan tindakan aparat, tetapi di sini kami melihat ada pelanggaran serius," ungkap Kepala Divisi Advokasi LBH Bandar Lampung, Prabowo Pamungkas.

Mencari Keadilan, Menggugat Kemanusiaan

Hasil pemeriksaan awal dari Propam Mabes Polri menunjukkan indikasi pelanggaran kode etik oleh tiga polisi yang terlibat. Kasus ini telah dilimpahkan ke Propam Polda Lampung untuk pendalaman lebih lanjut.

LBH Bandar Lampung juga meminta Komnas HAM untuk turun tangan menyelidiki dugaan pembunuhan di luar hukum (extra judicial killing) dalam kasus ini. "Keadilan tidak boleh berhenti di sidang etik polisi. Kami ingin proses hukum tuntas agar kejadian serupa tidak terulang," tegas Prabowo.

Sementara itu, keluarga korban terus dirundung trauma. Anak-anak Romadon yang masih kecil kerap terbangun di malam hari dengan tangisan, sementara istri dan orang tuanya kini hidup dalam ketakutan akan tindakan aparat yang semestinya melindungi mereka. LBH mendesak agar ada upaya trauma healing bagi keluarga, terutama anak-anak korban.

Pukulan bagi Citra Penegak Hukum

Kasus ini menjadi tamparan keras bagi citra penegakan hukum di Indonesia. Di tengah tuntutan publik untuk polisi yang lebih humanis dan profesional, kasus seperti ini justru mempertegas potret buram pelanggaran hak asasi manusia.

"Polisi adalah pelindung masyarakat, bukan eksekutor yang bertindak sewenang-wenang," tambah Prabowo. "Penembakan seperti ini mencoreng prinsip dasar negara hukum kita."

Kini, perjuangan keluarga Romadon untuk mendapatkan keadilan masih jauh dari kata selesai. Namun, di balik derita itu, ada harapan besar bahwa kasus ini bisa menjadi titik balik bagi reformasi penegakan hukum di tanah air. Apakah keadilan akan berpihak kepada mereka yang kehilangan atau justru tersapu oleh arus kekuasaan? Hanya waktu yang akan menjawab.

(Mond)

#Polri #Peristiwa #Penembakan