Breaking News

Daun Kelor Jadi Alternatif Pengganti Susu dalam Program Makan Bergizi Gratis

Pelajar menyantap makanan saat program makan bergizi gratis di SDN 3 Cipatat, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Kamis (24/10/2024).Pemerintah mengalokasikan sebesar Rp71 triliun untuk program MBG pada APBN 2025. ANTARA FOTO

D'On, Jakarta –
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan pemerintah terus menjadi perbincangan. Meski bertujuan mulia untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakat, tak semua penerima manfaat program ini akan mendapatkan susu sebagai bagian dari paket nutrisi mereka. Kepala Badan Gizi Nasional, Dadan Hindayana, menyebut bahwa susu akan digantikan oleh alternatif sumber kalsium lainnya, seperti daun kelor, terutama bagi penerima di wilayah nonsentra susu.

Dalam keterangannya, Dadan menjelaskan bahwa logistik menjadi tantangan utama dalam distribusi susu segar ke daerah-daerah yang jauh dari sentra produksi susu. Oleh karena itu, pemerintah mengambil langkah strategis dengan memberikan bahan makanan pengganti yang setara nilai gizinya, seperti telur atau daun kelor.

"Susu itu akan diberikan di daerah-daerah yang memang merupakan sentra peternakan. Kalau bukan daerah peternakan, tidak perlu dipaksakan. Bisa diganti dengan telur atau kelor. Kalsium tidak harus selalu dari susu," ujar Dadan usai menghadiri Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) bersama Menteri Koordinator Bidang Pangan di Kantor Kemenko Pangan, Senin (23/12).

Daun Kelor, Si Superfood Lokal yang Diandalkan

Keputusan mengganti susu dengan daun kelor bukan tanpa alasan. Daun kelor, yang sering dijuluki sebagai superfood, mengandung nutrisi yang sangat kaya. Tanaman ini dikenal memiliki kadar kalsium tinggi, bahkan lebih tinggi dibandingkan susu dalam jumlah tertentu. Selain itu, daun kelor juga mengandung zat besi, vitamin A, dan antioksidan yang bermanfaat bagi kesehatan.

"Daun kelor ini sudah lama digunakan sebagai alternatif gizi di berbagai daerah. Kandungan nutrisinya tidak kalah dengan susu. Jadi ini adalah solusi lokal yang sangat tepat untuk menjawab tantangan logistik," tambah Dadan.

Namun, keputusan ini menimbulkan berbagai respons dari masyarakat. Beberapa pihak memuji langkah ini sebagai upaya cerdas dalam memanfaatkan sumber daya lokal, sementara yang lain menganggap susu tetap diperlukan untuk memenuhi kebutuhan gizi anak-anak secara lebih optimal.

Logistik Jadi Tantangan Utama

Salah satu hambatan utama dalam implementasi program ini adalah masalah distribusi. Pemerintah berencana memberikan susu segar kepada penerima di sentra peternakan sapi perah, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, dan beberapa wilayah di Sumatera. Namun, untuk daerah yang jauh dari sentra susu, pengiriman produk ini menjadi tidak efisien dan berisiko menimbulkan pemborosan anggaran.

"Yang jauh dari sentra susu dan logistiknya sulit, ya tidak usah dipaksakan. Yang penting adalah kebutuhan kalsiumnya terpenuhi. Telur dan kelor adalah pilihan yang masuk akal," tegas Dadan.

Selain itu, pemerintah menargetkan program ini untuk menjangkau 3 juta penerima manfaat secara bertahap. Tahap pertama akan dimulai pada 6 Januari 2025.

Rencana Pelaksanaan Bertahap

Program MBG akan menjadi tonggak penting dalam upaya pemerintah meningkatkan kualitas gizi masyarakat, khususnya di daerah-daerah yang rentan terhadap masalah kekurangan gizi. Meski demikian, pelaksanaannya membutuhkan waktu dan pengawasan yang ketat untuk memastikan program ini berjalan sesuai rencana.

“Pokoknya 3 juta penerima manfaat, kita akan mulai bertahap. Pada 6 Januari 2025 nanti, program ini resmi dimulai,” tutur Dadan optimis.

Pemerintah berharap program ini tidak hanya memberikan manfaat jangka pendek, tetapi juga menjadi langkah awal untuk membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya pola makan sehat dan bergizi. Dengan adanya dukungan dari berbagai pihak, program ini diharapkan mampu menjadi solusi konkret dalam mengatasi permasalahan gizi di Indonesia.

Superfood Lokal, Solusi Global

Langkah pemerintah mengintegrasikan daun kelor sebagai bagian dari program ini juga dinilai sebagai upaya mendukung keberlanjutan pangan lokal. Sebagai tanaman yang mudah dibudidayakan, kelor dapat menjadi solusi praktis dan murah untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakat di berbagai wilayah Indonesia.

Di tengah tantangan logistik dan perdebatan mengenai efektivitas program ini, satu hal yang pasti: pemerintah berkomitmen untuk menjadikan kebutuhan gizi masyarakat sebagai prioritas utama. Akankah program ini menjadi solusi jangka panjang yang efektif? Waktu yang akan menjawab.

(Mond)

#MakanBergiziGratis #Nasional #DaunKelor