Breaking News

Dinamika Sengketa Pilkada 2024: 115 Gugatan Masuk ke Mahkamah Konstitusi

Gedung Mahkamah Konstitusi 

D'On, Jakarta –
Hiruk-pikuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 memasuki babak baru. Hingga siang ini, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerima sebanyak 115 permohonan sengketa hasil Pilkada. Angka ini mencerminkan dinamika demokrasi di tingkat lokal, di mana berbagai pihak yang merasa dirugikan memilih jalur hukum untuk menyuarakan keberatan mereka.

Jumlah permohonan ini dikonfirmasi langsung oleh Juru Bicara MK, Fajar Laksono, yang menyatakan bahwa data tersebut terus diperbarui secara berkala melalui laman resmi MK. “Sampai saat ini, total sudah ada 115 permohonan,” ujar Fajar kepada Tirto, Minggu. Ia menambahkan bahwa masyarakat dapat memantau perkembangan kasus secara real-time di situs web resmi lembaga tersebut.

Sebaran Permohonan: Dominasi Kabupaten

Dari pantauan di laman MK, permohonan sengketa ini berasal dari 86 Pilkada tingkat kabupaten dan 29 Pilkada tingkat kota. Kasus-kasus ini mencakup berbagai jenis perselisihan, mulai dari dugaan pelanggaran administrasi hingga keberatan atas hasil rekapitulasi suara yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Nama-Nama Tenar di Balik Sengketa

Menariknya, beberapa calon kepala daerah yang mengajukan gugatan ke MK adalah figur publik yang sudah dikenal luas. Sebut saja Vicky Prasetyo, yang mencalonkan diri sebagai Bupati Pemalang bersama pasangannya, Mochamad Suwendi. Pasangan ini merasa ada kejanggalan dalam proses pemilihan yang perlu diuji di MK.

Tidak hanya itu, pasangan calon Imam Budi Hartono-Ririn Farabi A Rafiq, yang bertarung di Pilkada Depok, juga mengajukan permohonan sengketa. Gugatan mereka menambah daftar panjang perselisihan politik yang terjadi di kota ini, yang dikenal sebagai salah satu wilayah paling dinamis dalam kontestasi politik lokal.

Nama lainnya yang ikut menggugat adalah pasangan Susi Fiane Sigar-Perly George Steven Pandeiroot, calon Bupati dan Wakil Bupati Minahasa. Mereka menilai ada cacat formil dalam pencalonan petahana, yang mereka anggap merugikan peluang mereka. Sementara itu, di Kabupaten Bandung, pasangan selebritas dan politisi Sahrul Gunawan-Gun Gun Gunawan juga memilih jalur hukum untuk menyelesaikan sengketa.

Aturan dan Batas Waktu Pengajuan

Proses pengajuan gugatan ini tidak sembarangan. Semua diatur secara ketat dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 3 Tahun 2004 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Selain itu, Pasal 157 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada menetapkan syarat pengajuan sengketa.

Peserta Pilkada yang ingin mengajukan gugatan wajib melakukannya paling lambat tiga hari kerja setelah hasil perolehan suara diumumkan oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota. Dokumen yang disertakan harus lengkap, termasuk bukti-bukti yang mendukung dan salinan keputusan KPU terkait hasil rekapitulasi suara. Bila ada kekurangan dalam dokumen, pemohon diberikan waktu hingga tiga hari untuk memperbaiki atau melengkapinya.

MK di Pusat Panggung Demokrasi

Mahkamah Konstitusi kini menjadi pusat perhatian, tempat di mana berbagai pihak yang merasa dirugikan mencari keadilan. Dengan jumlah permohonan yang terus bertambah, lembaga ini menghadapi tantangan besar untuk menyelesaikan sengketa secara cepat dan transparan, mengingat peran vitalnya dalam menjaga integritas demokrasi.

Sebagai pilar hukum terakhir dalam sengketa Pilkada, keputusan MK diharapkan tidak hanya menyelesaikan konflik tetapi juga memberikan kepastian hukum bagi semua pihak. Dalam beberapa minggu ke depan, sorotan akan terus tertuju ke MK, yang tengah menjadi saksi dan sekaligus pengadil atas perjalanan demokrasi lokal di Indonesia.

Dengan meningkatnya jumlah gugatan, publik pun diajak untuk tetap kritis, memantau jalannya proses hukum, dan mendukung penyelesaian yang adil demi terciptanya stabilitas politik di seluruh penjuru tanah air.

(Mond)

#MahkamahKonstitusi #SengketaPilkada #Nasional