Dugaan Suap Rp2,6 Miliar dalam Penerimaan Bintara Polri: Perjalanan Dua Mantan Anggota Polda Jateng ke Kursi Pesakitan
Ilustrasi Pengadilan
D'On, Semarang – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang menjadi saksi pembacaan dakwaan atas dua mantan anggota Polda Jawa Tengah, Dwi Erwinta Wicaksono dan Zainal Abidin, yang diduga terlibat skandal suap dalam seleksi penerimaan Bintara Polri tahun 2022. Keduanya didakwa menerima suap senilai total Rp2,6 miliar, menjadikan kasus ini salah satu skandal besar dalam tubuh Polri yang mencoreng proses rekrutmen institusi tersebut.
Sidang perdana berlangsung pada Selasa (17/12/2024), dengan kedua terdakwa diadili dalam berkas perkara terpisah. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Jehan Nurul Ashar membeberkan peran keduanya dalam kasus ini, menyebutkan bahwa Dwi dan Zainal, yang saat itu merupakan anggota Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Biddokkes) Polda Jawa Tengah sekaligus panitia seleksi penerimaan Bintara Polri, memanfaatkan posisi mereka untuk melakukan percaloan.
Modus Percaloan: "Jalan Pintas" Menuju Kelulusan
Jaksa Jehan mengungkapkan bahwa kedua terdakwa menawarkan bantuan kepada sejumlah calon Bintara dengan imbalan uang suap bernilai fantastis. Para calon yang ingin memastikan kelulusan mereka dalam seleksi harus menyetor uang dengan nominal bervariasi, mulai dari Rp280 juta hingga Rp450 juta per orang.
"Terdakwa Dwi Erwinta menerima suap dari enam calon Bintara, dengan total jumlah uang yang diterima mencapai Rp2,292 miliar," ungkap Jehan di persidangan. Sementara itu, Zainal Abidin didakwa menerima suap dari satu calon Bintara dengan jumlah Rp350 juta.
Dalam perannya sebagai calo, kedua terdakwa berjanji akan memantau dan mengawal proses seleksi para calon yang telah menyerahkan uang tersebut. Namun, janji itu tidak hanya melanggar integritas profesi, tetapi juga menjadi bukti nyata pelanggaran hukum berat yang kini menyeret mereka ke meja hijau.
Pasal Berat Mengancam
Atas perbuatannya, kedua terdakwa didakwa melanggar Pasal 5 Ayat 2 atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Jika terbukti bersalah, hukuman berat siap menanti keduanya, yang tak hanya kehilangan status mereka sebagai aparat penegak hukum tetapi juga menghadapi ancaman hukuman pidana.
Terungkapnya Skandal: Operasi Tangkap Tangan yang Menggegerkan
Kasus ini mencuat ke publik pada Juni 2022 setelah Biro Pengamanan Internal (Paminal) Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap lima anggota Polda Jawa Tengah. Barang bukti yang disita dalam OTT tersebut mencapai angka fantastis, yakni Rp9 miliar.
Lima anggota yang terjaring OTT adalah Kompol AR, Kompol KN, AKP CS, Bripka Z (Zainal Abidin), dan Brigadir EW (Dwi Erwinta Wicaksono). Namun, kasus ini sempat memicu polemik lantaran kelima pelaku awalnya hanya dijatuhi hukuman disiplin. Kompol AR, Kompol KN, dan AKP CS, misalnya, hanya dikenai sanksi demosi selama dua tahun. Sementara Bripka Z dan Brigadir EW sempat hanya dihukum penempatan khusus selama masing-masing 21 dan 31 hari.
Tekanan publik yang semakin besar akhirnya membuat Polda Jawa Tengah mengambil langkah tegas. Kelima pelaku kemudian dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). Namun, dari kelima anggota yang terlibat, hanya Dwi Erwinta dan Zainal Abidin yang akhirnya diproses secara pidana dan dilimpahkan ke kejaksaan.
Mengapa Hanya Dua yang Diproses Pidana?
Pertanyaan besar mencuat: mengapa hanya dua pelaku yang diproses hingga meja hijau? Jaksa Jehan mengonfirmasi bahwa Kejaksaan Negeri Kota Semarang sejauh ini hanya menerima pelimpahan dua berkas perkara, yakni milik Dwi Erwinta dan Zainal Abidin. "Itu kewenangan penyidik. Kami hanya menangani dua berkas perkara yang dilimpahkan kepada kami," tegas Jehan.
Ketimpangan ini memunculkan spekulasi di tengah publik, terutama mengingat jumlah barang bukti OTT yang mencapai Rp9 miliar, sementara suap yang melibatkan Dwi dan Zainal hanya menyentuh angka Rp2,6 miliar. Pertanyaan tentang ke mana perginya sisa uang tersebut dan siapa pihak lain yang mungkin terlibat masih menggantung.
Catatan Kelam Rekrutmen Polri
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi institusi Polri, khususnya dalam hal integritas proses rekrutmen. Skandal ini membuka mata publik tentang adanya celah yang dimanfaatkan oleh oknum untuk mendapatkan keuntungan pribadi, mencoreng nilai-nilai profesionalisme dan keadilan yang seharusnya menjadi pedoman utama.
Dwi Erwinta Wicaksono dan Zainal Abidin kini berada di tengah pusaran kasus yang bukan hanya menghancurkan karier mereka tetapi juga menggerogoti kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum. Perjalanan hukum keduanya akan menjadi ujian apakah keadilan benar-benar dapat ditegakkan tanpa pandang bulu.
Kasus ini bukan hanya tentang suap, tetapi juga sebuah pengingat bahwa reformasi dalam tubuh Polri, terutama dalam proses rekrutmen, adalah kebutuhan mendesak yang tak bisa ditunda lagi. Kini, semua mata tertuju pada proses hukum yang akan menentukan masa depan kedua terdakwa sekaligus menjadi cermin penegakan hukum di Indonesia.
(Mond)
#SuapCalonBintaraPolri #PoldaJateng #Polri