Breaking News

Gelombang Penolakan Kenaikan PPN 12 Persen Memuncak, Petisi Dukungannya Tembus 142 Ribu Tanda Tangan

Petisi Penolakan Kenaikan PPN 12 Persen

D'On, Jakarta –
Suara protes masyarakat terhadap rencana pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen terus menggema. Gelombang penolakan ini tidak hanya terlihat di media sosial, tetapi juga melalui sebuah petisi yang kini telah mengumpulkan lebih dari 142 ribu tanda tangan. Petisi tersebut, berjudul “Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!”, diunggah di platform Change.org oleh akun Bareng Warga dan menjadi simbol keresahan publik.

Hingga Jumat (20/12/2024) pukul 06.04 WIB, petisi ini berhasil menarik perhatian luas dengan total dukungan mencapai 142.164 tanda tangan, jauh melampaui ekspektasi awal. Dibuat sejak 19 November 2024, petisi ini mengarahkan desakan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto untuk segera menghentikan rencana kenaikan PPN yang dijadwalkan berlaku mulai 1 Januari 2025.

Beban Masyarakat yang Kian Berat

Dalam narasi petisinya, Bareng Warga menyoroti dampak signifikan yang akan timbul dari kenaikan PPN terhadap kondisi ekonomi masyarakat. Salah satu kekhawatiran utama adalah potensi lonjakan harga barang kebutuhan pokok, yang dapat memperparah beban hidup rakyat.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), per Agustus 2024, jumlah pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 4,91 juta orang, sementara lebih dari 57 persen tenaga kerja masih bergelut di sektor informal yang penghasilannya tidak stabil. Kondisi ini menciptakan jurang ekonomi yang semakin tajam, terutama di tengah situasi upah rata-rata pekerja yang mendekati Upah Minimum Provinsi (UMP). Sebagai ilustrasi, di Jakarta, kebutuhan hidup layak diperkirakan mencapai Rp14 juta per bulan, sedangkan UMP Jakarta tahun 2024 hanya sebesar Rp5,06 juta.

“Kenaikan PPN hanya akan menekan daya beli yang telah anjlok sejak pertengahan 2024. Beban rakyat yang sudah berat bisa semakin tak tertanggungkan, sementara banyak dari mereka terjebak dalam lilitan utang, termasuk pinjaman online,” tulis inisiator petisi.

Kritik Terhadap Penggunaan PPN

Petisi ini juga menyoroti kelompok barang dan jasa yang akan terkena dampak langsung dari kebijakan ini. PPN 12 persen rencananya diberlakukan pada sejumlah kebutuhan yang dikategorikan sebagai barang dan jasa premium, seperti:

Layanan kesehatan VIP di rumah sakit.

Pendidikan bertaraf internasional.

Konsumsi listrik rumah tangga dengan daya 3.600–6.600 VA.

Beras premium, buah-buahan eksotis, serta ikan seperti salmon dan tuna.

Daging premium seperti wagyu dan kobe.

Namun, masyarakat mempertanyakan keadilan penerapan kebijakan ini, mengingat banyak kebutuhan ini—khususnya listrik dan beras premium—juga digunakan oleh kelas menengah yang daya belinya terus tergerus.

Kalkulasi Pemerintah vs Kenyataan di Lapangan

Pemerintah memproyeksikan kebijakan ini akan menyumbang tambahan pendapatan negara hingga Rp75 triliun pada tahun 2025. Namun, bagi masyarakat, angka ini tidak berarti jika berbanding lurus dengan meningkatnya kesulitan hidup. Menurut survei independen, daya beli masyarakat telah menurun sejak Mei 2024 akibat inflasi dan tekanan ekonomi global. Kenaikan PPN, menurut ekonom, berpotensi memicu efek domino berupa kenaikan harga barang secara menyeluruh.

“Kami tidak menolak peningkatan pendapatan negara, tetapi jangan sampai itu dilakukan dengan cara membebani rakyat kecil,” ujar salah satu pendukung petisi.

Akankah Pemerintah Mendengar?

Gelombang dukungan terhadap petisi ini menunjukkan betapa besarnya keresahan masyarakat terhadap kebijakan tersebut. Penolakan kenaikan PPN bukan hanya persoalan ekonomi, tetapi juga mencerminkan tuntutan rakyat agar pemerintah lebih peka terhadap kondisi sosial dan keuangan mereka.

Kini, pertanyaan besarnya adalah: Akankah pemerintah mendengar suara rakyat yang disuarakan melalui petisi ini? Ataukah kebijakan tersebut akan tetap berjalan sesuai rencana? Bagi masyarakat, keputusan ini bukan sekadar soal angka, tetapi soal keberpihakan pemerintah terhadap kesejahteraan mereka.

Situasi ini masih terus berkembang, dengan banyak pihak menunggu langkah selanjutnya dari pemerintah. Gelombang kritik yang semakin besar menjadi ujian penting bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan ekonomi yang dinilai lebih adil dan berkelanjutan.

(Mond)

#PPN12Persen #Nasional #Petisi #PetisiPenolakanKenaikanPPN