Breaking News

Gus Miftah Kembali Jadi Sorotan: Doakan Anak Kecil Jadi Copet, Teguran Jemaah Jadi Perbincangan

Gus Miftah. [Instagram/gusmiftah]

D'On, Tegalsari, Ponorogo –
Gus Miftah, pendakwah ternama dengan nama asli Miftah Maulana Habiburrahman, kembali menjadi buah bibir. Kali ini, candaan yang dilontarkannya saat menghadiri sebuah pengajian akbar di Tegalsari, Jumat malam (13/12/2024), menuai kritik tajam. Setelah insiden sebelumnya yang melibatkan candaan terhadap penjual es teh bernama Sunhaji, Gus Miftah tampaknya belum sepenuhnya belajar dari polemik yang sempat memancing kontroversi publik.

Kekesalan Terhadap Fitnah Keluarga

Pengajian malam itu sejatinya berjalan khusyuk, hingga Gus Miftah menyentil sebuah isu yang tampaknya cukup mengusiknya. Ia mengungkapkan kekesalan terhadap mereka yang mengaku keturunan Kyai Ageng Muhammad Besari, sosok ulama besar asal Ponorogo, tetapi tidak menganggap dirinya sebagai bagian dari keluarga besar tersebut.

"Ya kayak gitu, Miftah itu tetap difitnah yang tidak-tidak. Tapi enggak apa-apa lah, saya sudah biasa. Mau difitnah seperti apa, doa saya itu pasti terkabul," ujar Gus Miftah dengan nada percaya diri.

Ia lantas mencontohkan beberapa doanya yang, menurutnya, terbukti manjur. Mulai dari doa agar Prabowo Subianto menjadi presiden hingga doa untuk pernikahan Gilga Sahid dan Happy Asmara, semua, klaimnya, telah terkabul.

"Pak Prabowo jadi presiden itu karena saya doakan. Gilga dan Happy juga begitu. Waktu itu, mereka bahkan belum saling kenal, tapi sekarang sudah menikah," tambahnya sambil melirik hadirin, termasuk Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko yang duduk di sampingnya.

Doa Kontroversial untuk Anak Kecil

Namun, suasana berubah saat Gus Miftah tiba-tiba mengarahkan perhatian kepada seorang anak kecil di antara jamaah. Dalam nada bercanda, ia berkata, "Doaku itu mesti terkabul, lho. Kalau aku doakan anak itu besarnya jadi copet, ya jadi copet." Ucapannya diiringi tawa, tetapi tak semua hadirin merasa candaan tersebut pantas.

Salah satu jamaah yang duduk di balik kamera langsung menyuarakan ketidaksetujuannya. "Doakan kok yang jelek. Anak kecil, lho, itu," protes seorang ibu dengan nada tegas.

Gus Miftah, menyadari tanggapan negatif tersebut, segera mencoba meralat ucapannya. Ia kemudian memberikan sejumlah uang kepada anak kecil yang sempat jadi bahan candaan. "Enggak, enggak. Saya cuma bercanda," ucapnya sambil terus tertawa, meskipun beberapa hadirin masih menunjukkan ketidaknyamanan.

Canda yang Mengundang Teguran

Insiden ini mempertegas gaya Gus Miftah yang kerap mengandalkan humor dalam menyampaikan dakwah. Namun, tak jarang humornya justru menimbulkan perdebatan. Bagi sebagian orang, humor adalah cara Gus Miftah mendekatkan agama kepada generasi muda, tetapi bagi lainnya, ada batas-batas tertentu yang seharusnya tak dilanggar, apalagi jika berkaitan dengan doa.

Seorang jamaah perempuan yang berada di lokasi sempat mengungkapkan kekecewaannya. "Habis diolok-olok, anak itu malah dikasih uang. Apa itu artinya minta maaf? Seharusnya hati-hati dengan ucapan," katanya, masih terdengar kesal.

Pelajaran dari Insiden Sebelumnya

Peristiwa ini terjadi kurang dari sebulan setelah Gus Miftah meminta maaf kepada Sunhaji, seorang penjual es teh, yang sempat menjadi korban candaan saat pengajian di sebuah acara sebelumnya. Kala itu, Sunhaji merasa tersinggung karena disebut sebagai "pencuri uang masjid," meski maksudnya hanya untuk memancing gelak tawa jamaah.

Gus Miftah sendiri sudah menyampaikan permintaan maaf terbuka atas insiden tersebut, tetapi kejadian di Tegalsari ini memunculkan pertanyaan baru. Apakah Gus Miftah benar-benar telah mengambil pelajaran dari peristiwa sebelumnya, atau gaya dakwahnya yang penuh humor ini justru akan terus menimbulkan kontroversi?

Respons Publik dan Panggilan untuk Introspeksi

Di media sosial, respons terhadap insiden ini cukup beragam. Sebagian mendukung gaya Gus Miftah yang santai dan penuh canda, sementara lainnya menilai bahwa seorang pendakwah seharusnya lebih bijak dalam memilih kata-kata, terutama di hadapan jamaah yang terdiri dari berbagai kalangan, termasuk anak-anak.

"Seorang ulama itu panutan. Candaan yang kelewat batas malah menimbulkan salah persepsi. Apalagi doa itu sesuatu yang sakral," tulis salah satu komentar di Twitter.

Kejadian ini seakan menjadi pengingat bahwa dalam dakwah, humor memang penting untuk mencairkan suasana. Namun, keseimbangan antara humor dan kesopanan harus tetap dijaga. Bagi Gus Miftah, insiden ini bisa menjadi momen introspeksi untuk lebih berhati-hati ke depannya, sehingga pesan dakwah yang disampaikan dapat diterima dengan lebih baik tanpa meninggalkan kontroversi.

(*)

#Kontroversi #GusMiftah