Hakim PN Surabaya yang Vonis Bebas Ronald Tannur Ajukan Praperadilan Melawan Kejaksaan Agung
Hakim Heru Hanindyo. Foto: PN Surabaya
D'On, Jakarta – Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Heru Hanindyo, kini berada dalam sorotan tajam. Ia melawan status tersangkanya yang ditetapkan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait dugaan suap dalam kasus vonis bebas Ronald Tannur. Heru mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, menguji legalitas tindakan hukum yang dilakukan terhadapnya, termasuk penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, hingga penetapan status tersangka.
"Benar, ada permohonan praperadilan yang diajukan oleh Heru Hanindyo terkait sah tidaknya tindakan hukum yang dilakukan oleh Jampidsus (Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus)," kata Humas PN Jakarta Selatan, Djuyamto, dalam keterangannya pada Kamis (5/12).
Gugatan praperadilan ini telah resmi teregister dengan Nomor: 123/Pid.Pra/2024/PN.JKT.SEL sejak 3 Desember 2024. Sidang pertama dijadwalkan berlangsung pada Jumat, 13 Desember 2024, dengan Hakim Tunggal Abdullah Mahrus sebagai pengadil.
Vonis Bebas yang Kontroversial
Heru Hanindyo adalah salah satu dari tiga hakim PN Surabaya yang memutuskan vonis bebas terhadap terdakwa Ronald Tannur, kasus yang menuai kontroversi dan kemarahan publik. Ronald adalah terdakwa dalam kasus dugaan pembunuhan kekasihnya, Dini Sera Afrianti. Namun, majelis hakim, termasuk Heru, menyatakan bahwa Ronald tidak terbukti terlibat dalam kematian Dini.
Keputusan itu langsung mengundang tanda tanya besar. Belakangan, dugaan suap mencuat. Heru dan dua hakim lain, Erintuah Damanik dan Mangapul, dituduh menerima suap dari pengacara Ronald, Lisa Rachmat. Bahkan, suap tersebut diduga tidak hanya berhenti di tingkat PN Surabaya. Kabar menyebut ada upaya suap lanjutan agar putusan kasasi di Mahkamah Agung (MA) tetap membebaskan Ronald.
Namun, upaya itu gagal. Di tingkat kasasi, Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman lima tahun penjara kepada Ronald Tannur. Meski akhirnya dinyatakan bersalah, banyak pihak menilai hukuman tersebut terlalu ringan untuk kasus seberat dugaan pembunuhan.
Prahara Hukum dan Jerat KPK
Dugaan suap dalam kasus Ronald Tannur tidak hanya melibatkan para hakim PN Surabaya, tetapi juga menjalar ke pihak lain, termasuk pengacara Lisa Rachmat, ibu Ronald Tannur, dan seorang mantan pejabat Mahkamah Agung bernama Zarof Ricar. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan sejumlah tersangka dalam kasus ini, menegaskan betapa kompleks dan berlapisnya skandal yang melibatkan berbagai pihak di ranah peradilan.
Kejaksaan Agung turut mengambil langkah tegas. Ketiga hakim PN Surabaya yang memvonis bebas Ronald ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan suap. Heru Hanindyo, salah satunya, memilih melawan dengan jalur praperadilan, menggugat Kejagung atas langkah hukum tersebut.
Dinamika Sidang Praperadilan
Sidang praperadilan yang diajukan Heru akan menjadi ajang pembuktian krusial. Pengadilan akan memeriksa apakah tindakan penangkapan, penahanan, hingga penetapan tersangka terhadapnya dilakukan sesuai prosedur hukum atau tidak. Gugatan ini bukan hanya menjadi pertaruhan pribadi bagi Heru Hanindyo, tetapi juga menjadi cermin besar atas kredibilitas sistem peradilan di Indonesia.
Jika Heru memenangkan gugatan ini, status tersangkanya bisa saja gugur. Namun, jika kalah, proses hukum terhadapnya akan terus berlanjut, dengan ancaman hukuman berat di depan mata.
Sorotan Publik dan Upaya Penegakan Keadilan
Kasus ini menjadi perhatian besar di tengah masyarakat. Vonis bebas terhadap Ronald Tannur yang awalnya dianggap mencoreng rasa keadilan kini berubah menjadi momentum untuk menguak praktik gelap dalam sistem hukum Indonesia.
Langkah Kejagung dan KPK dalam mengusut tuntas dugaan suap ini dianggap sebagai ujian integritas institusi penegak hukum. Di sisi lain, langkah Heru Hanindyo menggugat praperadilan juga menguji sejauh mana sistem hukum dapat melindungi atau menegakkan keadilan.
Kasus ini menjadi babak penting dalam perlawanan terhadap korupsi di sektor peradilan, sekaligus menjadi cerminan atas tantangan besar dalam memperbaiki sistem hukum di Indonesia. Semua mata kini tertuju pada sidang yang akan digelar pada 13 Desember mendatang. Apakah ini akan menjadi langkah maju untuk membersihkan dunia peradilan, atau justru menambah daftar panjang ironi hukum di negeri ini? Kita tunggu bersama.
(Mond)
#Hukum #Praperadilan #Kejagung #KasusSuapRonaldTannur