Jamaah Islamiyah Serahkan Puluhan Kilogram Peledak, Senjata Api, hingga Granat: Komitmen Penuh Kembali ke NKRI
D'On, Solo, Jawa Tengah – Sebuah langkah besar dalam upaya deradikalisasi tercatat dalam sejarah Indonesia. Organisasi teroris Jamaah Islamiyah (JI), yang dahulu dikenal sebagai jaringan teroris global berafiliasi dengan Al-Qaeda, kini menunjukkan komitmen nyata untuk kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam kegiatan bertajuk “Sosialisasi dan Deklarasi Pembubaran JI dan Ikrar Setia eks-Anggota JI kepada NKRI,” puluhan kilogram bahan peledak, senjata api, granat, hingga peluru diserahkan kepada aparat Densus 88 Antiteror Polri.
Acara puncak ini berlangsung di Convention Hall Terminal Tirtonadi, Solo, Jawa Tengah, dan dihadiri oleh ribuan mantan anggota JI, baik secara langsung maupun daring. Kepala Densus 88/Antiteror Polri, Irjen Pol Sentot Prasetyo, menyebutkan bahwa momen ini adalah bukti nyata keseriusan JI untuk meninggalkan masa lalu yang kelam.
“Mereka dengan tulus menyerahkan alat bahan dan senjata (albas), logistik, dan perlengkapan yang selama ini mereka simpan, termasuk senjata dan bahan-bahan lain. Ini merupakan langkah nyata yang menunjukkan komitmen mereka,” ujar Irjen Sentot dalam pidatonya, Minggu (22/12/2024).
Inventaris Logistik Militer yang Diserahkan
Barang-barang yang diserahkan meliputi:
6 pucuk senjata api (senpi)
2 magasin
1 granat
40 kilogram bahan peledak
942 butir peluru
11 senjata tajam
8 pistol airsoft gun
12 detonator
Jumlah ini mencerminkan potensi bahaya yang tersimpan selama bertahun-tahun, namun kini berhasil diamankan tanpa konflik.
Perjalanan Kelam Jamaah Islamiyah
Jamaah Islamiyah pertama kali didirikan pada tahun 1993 oleh tokoh-tokoh seperti Abdullah Sungkar, Abu Bakar Baasyir, dan Thoriquddin alias Abu Rusydan. Dengan tujuan mendirikan negara Islam di kawasan Asia Tenggara, JI menjadi sorotan dunia setelah tragedi Bom Bali I pada 2002, yang menewaskan lebih dari 200 orang. Aksi ini menjadi awal dari rangkaian serangan teror yang membawa nama JI ke kancah internasional sebagai salah satu jaringan teroris paling berbahaya, terhubung dengan Al-Qaeda.
Namun, pendekatan persuasif yang dilakukan oleh aparat keamanan, khususnya Densus 88, perlahan berhasil mengikis ideologi ekstrem yang dianut kelompok ini. Salah satu momen penting dalam perjalanan ini adalah diskusi dengan Para Wijayanto, pemimpin terakhir JI yang ditangkap pada 2019. Selama menjabat sebagai amir JI sejak 2008, Para Wijayanto menjadi saksi runtuhnya ideologi kelompok tersebut, yang akhirnya mendeklarasikan pembubaran pada 30 Juni 2024 di Bogor.
Momen Bersejarah di Solo
Acara deklarasi di Solo menjadi puncak dari 44 kegiatan sosialisasi serupa yang telah diadakan di 21 wilayah di seluruh Indonesia. Sebanyak 1.400 mantan anggota JI hadir langsung, sementara 7.000 lainnya mengikuti secara daring dari 36 lembaga pemasyarakatan dan dua rumah tahanan di seluruh negeri.
Tokoh-tokoh senior JI yang kini telah berikrar setia kepada NKRI juga hadir, termasuk Arif Siswanto, mantan Ketua Tim Lajnah (Dewan Syuro) JI, dan Abdullah Anshori alias Abu Fatih, mantan Ketua Mantiqi 2 JI.
Hadir pula pejabat tinggi negara seperti Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, Menteri Sosial Saifullah Yusuf, dan Kepala BNPT Komjen Pol Eddy Hartono, menegaskan pentingnya momen ini sebagai tonggak sejarah dalam upaya deradikalisasi dan rekonsiliasi nasional.
Komitmen Kembali ke NKRI
Dalam pidatonya, Irjen Sentot menegaskan bahwa keputusan para mantan anggota JI ini adalah langkah besar yang penuh risiko, terutama karena masih ada pihak-pihak yang meragukan ketulusan mereka.
“Di luar sana mungkin masih banyak yang skeptis terhadap keputusan ini, mengingat masa lalu mereka yang penuh aksi melawan nilai-nilai kebangsaan. Namun, apa yang mereka lakukan hari ini adalah bukti keseriusan mereka meninggalkan masa lalu,” tegasnya.
Dengan kegiatan ini, Indonesia mencatatkan sejarah baru dalam upaya menangani terorisme. Pendekatan humanis dan dialog terbuka berhasil menciptakan perubahan besar, dari kelompok yang dahulu berseberangan dengan NKRI, menjadi mitra dalam menjaga keutuhan bangsa.
Acara di Solo ini menjadi bukti bahwa ideologi radikal dapat dilawan dengan pendekatan kemanusiaan, persuasif, dan kolaborasi yang kuat antara pemerintah dan masyarakat. Meskipun jalan menuju rekonsiliasi ini panjang, langkah awal telah diambil dengan penuh keyakinan dan harapan akan masa depan Indonesia yang damai dan bersatu.
(Mond)
#JamaahIslamiyah #Teroris